Mashudi merupakan Gubernur Jawa Barat ke-7 yang menjabat selama satu dekade, dari 1960 hingga 1970. Ia dikenal sebagai pemimpin yang tegas, terutama saat menghadapi situasi genting pasca peristiwa G30S/PKI tahun 1965.
Keputusan-keputusan yang diambilnya kala itu berperan besar dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan di wilayah Jawa Barat, sehingga peristiwa kelam yang melanda Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Bali tidak sampai menimbulkan korban masif di tanah Pasundan.
Table of Contents
ToggleMashudi dan Peristiwa G30S/PKI 1965
Subuh 1 Oktober 1965, Indonesia diguncang kabar terbunuhnya enam perwira tinggi Angkatan Darat di Jakarta. Situasi nasional pun memanas, termasuk di Jawa Barat. Namun, kondisi di wilayah ini relatif terkendali berkat aparat dan pejabat setempat.
Saat peristiwa itu berlangsung, Mashudi tidak berada di Indonesia. Sebagai anggota MPRS, ia sedang melakukan kunjungan ke Peking (kini Beijing), Tiongkok, untuk menghadiri undangan Perayaan Hari Nasional Tiongkok bersama sejumlah anggota MPRS dan perwira militer. Kabar mengejutkan mengenai adanya gerakan penggulingan pemerintah baru diterima ketika rombongan tengah mengikuti acara di Lapangan Tiananmen.
Karena penerbangan ke Jakarta saat itu ditutup Mashudi dan rombongan sempat tertahan di Tiongkok. Berkat bantuan Raja Norodom Sihanouk dari Kamboja, mereka akhirnya bisa kembali ke tanah air pada 4 Oktober melalui Phnom Penh. Setibanya di Jakarta, rombongan langsung dibawa ke Markas Kostrad untuk mendapat penjelasan situasi, sebelum Mashudi kembali ke Bandung malam harinya.
Sebagai seorang perwira tinggi Angkatan Darat, Mashudi merasa terpukul atas kabar kematian Jenderal Ahmad Yani, yang baginya bukan hanya atasan, tetapi juga sahabat dekat sejak menempuh pendidikan di AMS-B Yogyakarta. Kedekatan personal ini turut memengaruhi sikap keras Mashudi terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) pasca peristiwa G30S.
Kebijakan Pembersihan PKI di Jawa Barat
Sekembalinya ke tanah air, Mashudi segera bergerak cepat untuk memastikan stabilitas Jawa Barat. Pada 5 Oktober 1965, ia menggelar rapat pimpinan bersama Panglima Siliwangi, Mayjen Ibrahim Adjie. Dari rapat itu, ia mendapat penjelasan langsung mengenai situasi di Jakarta, termasuk keterlibatan PKI dalam peristiwa berdarah tersebut.
Mashudi bersyukur karena para pejabat di Jawa Barat tidak gegabah menyatakan dukungan terhadap Dewan Revolusi. Hanya di daerah Kuningan sempat muncul upaya pembentukan Dewan Revolusi Daerah, namun bupati setempat segera diamankan demi mencegah meluasnya kekacauan. Hal ini menunjukkan bahwa Jawa Barat relatif lebih terkendali dibanding daerah lain.
Sebagai langkah tegas, Mashudi mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 149/X/B.IV/HUK/PENG/65 pada 26 Oktober 1965. Melalui keputusan itu, ia memberhentikan sementara delapan anggota DPRD-GR dari fraksi PKI, di antaranya Suharna Affandi, Abbas Usman, Akhmad Suganda, Enok Rokhayati, dan Mustofa.
Tidak berhenti di situ, pada 2 November 1965 Mashudi kembali mengeluarkan Instruksi Gubernur No. 211/Staf/T.U/65. Instruksi ini berisi perintah untuk melakukan pengamanan dan pembersihan aparatur negara serta daerah dari unsur-unsur yang terlibat G30S/PKI. Aparatur dibedakan ke dalam beberapa kategori, mulai dari yang aktif mendukung PKI, mereka yang dicurigai terlibat, hingga yang menghilang setelah peristiwa terjadi.
Bagi aparatur yang terbukti terlibat, Mashudi memerintahkan penahanan sementara. Mereka kemudian mendapat indoktrinasi mengenai ideologi negara serta diarahkan pada pekerjaan yang dianggap bermanfaat. Kebijakan ini diambil dengan tujuan agar penanganan berjalan secara sistematis, bukan sekadar aksi massa yang rawan menimbulkan korban.
Mashudi juga bekerja sama erat dengan Pangdam Siliwangi, Mayjen Ibrahim Adjie, untuk menindaklanjuti pembersihan PKI di Jawa Barat. Berdasarkan usulan Mashudi, Pangdam mengeluarkan surat keputusan yang menyatakan bahwa PKI di Jawa Barat resmi bubar. Menurut catatan sejarah, para pimpinan PKI di wilayah ini memang menyadari bahaya yang mengancam mereka, terutama potensi penghakiman rakyat seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga mereka memilih membubarkan diri.
Dengan langkah-langkah tersebut, Mashudi berhasil menjaga Jawa Barat dari gelombang pembantaian massal yang melanda beberapa daerah lain di Indonesia. Ia menekankan bahwa keamanan dan ketertiban rakyat lebih penting daripada meluapkan dendam politik.
Karier dalam Gerakan Pramuka
Kiprah Mashudi tidak berhenti pada masa jabatannya sebagai gubernur. Setelah mengakhiri tugas sebagai Gubernur Jawa Barat ke-7 pada 1970, ia tetap aktif dalam berbagai bidang, terutama di dunia pendidikan dan organisasi kepemudaan. Salah satu peran pentingnya adalah di Gerakan Pramuka Indonesia.
Pada 18 Desember 1978, Mashudi terpilih sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka ke-3. Ia memimpin organisasi ini hingga 8 Mei 1993. Pemilihannya bahkan dilakukan secara aklamasi oleh para petinggi Pramuka Nasional, menandakan kepercayaan penuh terhadap kepemimpinannya.
Sebagai mantan perwira Angkatan Darat, Mashudi membawa gaya kepemimpinan yang tegas dan disiplin ke dalam organisasi Pramuka. Ia menekankan pentingnya pelatihan mental, ketahanan, serta sikap mandiri bagi anggota Pramuka, dengan harapan mereka bisa menjadi pribadi yang tangguh dan bermanfaat bagi masyarakat.
Di bawah kepemimpinannya, Gerakan Pramuka semakin berkembang sebagai wadah pembinaan generasi muda Indonesia. Mashudi percaya bahwa semangat kebangsaan harus ditanamkan sejak dini, dan Pramuka adalah jalur yang tepat untuk mewujudkan hal itu.
Pensiun
Selain di Pramuka, Mashudi juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan pendidikan. Ia tetap dihormati sebagai tokoh militer sekaligus pemimpin sipil yang mengutamakan kepentingan masyarakat. Dengan pengalaman panjang sebagai tentara dan gubernur, Mashudi menjadi figur yang berupaya menjaga nilai-nilai persatuan, kedisiplinan, dan ketahanan bangsa.
Mashudi wafat pada 22 Juni 2005 di RSPAD Gatot Subrot, Jakarta, akibat serangan jantung. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung pada tanggal 23 Juni 2005.
Sumber:
- “Jenderal Pramuka dan Pendidikan” tokoh.id (diakses pada 6 September 2025)
- “Gubernur Jawa Barat di Tengah Badai G30S” historia.id (diakses pada 6 September 2025)
- “Mashudi” sundadigi.com (diakses pada 6 September 2025)
- “Kolonel Mashudi Menjadi Gubernur Jawa Barat dan Kontroversi Wakil Gubernur Astrawinata pada Februari 1960” kompasiana.com (diakses pada 6 September 2025)
- “Mengenal Mashudi, Gubernur Jawa Barat ke-7, Tegas dan Anti PKI” harapanrakyat.com (diakses pada 6 September 2025)