Want to Partnership with me? Book A Call

Popular Posts

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Categories

Edit Template

Rasuna Said: Pahlawan dan Pejuang Wanita dari Sumatera Barat

Indonesia memiliki sejumlah wanita pemberani yang menjadi pahlawan dalam perjuangan untuk kemerdekaan negara ini. HR Rasuna Said adalah salah satunya, dan biografi ini mengungkap secara mendalam tentang kehidupannya.

Lahir di Sumatra Barat, Rasuna adalah tokoh yang sangat aktif dalam dunia pendidikan dan politik. Meskipun sebagai seorang perempuan, dia berhasil menempuh pendidikan tinggi karena dukungan dan posisi terhormat keluarganya.

Tak hanya itu, Rasuna juga memainkan peran penting dalam mengadvokasi kesetaraan gender. Melalui tulisannya, ia mendorong perempuan agar terlibat dalam ranah politik serta memiliki pengetahuan yang luas, sejajar dengan kaum pria.

Awal Kehidupan dan Pendidikan

Hajjah Rangkayo Rasuna Said, yang biasanya dipanggil Rasuna Said, lahir pada 14 September 1910 di Desa Panyinggahan, Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Dia berasal dari keluarga bangsawan.

Ayahnya, bernama Muhammad Said, bersama pamannya mendirikan perusahaan bernama CV Tunaro Yunus. Perusahaan ini berkembang pesat, membawa keluarga mereka ke tingkat kekayaan yang memadai.

Pada usia enam tahun, Rasuna belajar di sekolah desa Maninjau hingga menyelesaikan kelas 5. Setelah itu, dia melanjutkan ke Diniyah School di Padang Panjang yang dipimpin oleh Zainudin Lebai El Yunusi.

Di Diniyah School Padang Panjang, siswa tingkat atas mengajar di kelas lebih rendah, memberikan Rasuna pengalaman mengajar yang sangat berharga dalam kehidupannya.

Ketika berusia 13 tahun, dia menjadi pengajar pembantu di Madrasah Diniyah Putri yang didirikan oleh Rahmah El Yunusiyah, seorang tokoh emansipasi wanita asal Minangkabau. Madrasah ini merupakan sekolah wanita pertama di Indonesia.

Meski sibuk sebagai pengajar pembantu, Rasuna masih mendapat kesempatan belajar dari Dr. H. Abdul Karim Amrullah, ayah dari Buya Hamka, pemimpin Kaum Muda di Padang Panjang. Selain itu, dia juga menghadiri Sekolah Meses, tempat belajar tentang pengaturan rumah tangga dan masak-memasak.

Pada tahun 1926, gempa hebat melanda Padang Panjang, memaksa Rasuna kembali ke kampung halamannya di Maninjau. Di sana, dia belajar dari H. Abdul Majid, pemimpin Kaum Tua. Namun, dia tidak lama berada di bawah pengajaran H. Abdul Majid karena merasa tidak sesuai.

Rasuna memilih belajar di Sekolah Thawalib di Panyinggahan Maninjau, didirikan oleh perkumpulan Sumatra Thawalib. Meskipun kurikulumnya seharusnya berlangsung selama empat tahun, Rasuna berhasil menyelesaikannya hanya dalam waktu dua tahun.

Sekretaris Sarekat Rakyat

Setelah mengenyam pendidikan di Sekolah Thawalib, Rasuna semakin tertarik pada dunia politik. Ia bahkan pernah mengusulkan agar politik menjadi mata pelajaran tambahan, tetapi usulan tersebut tidak terealisasi. 

Akibatnya, Rasuna lebih memilih menyalurkan semangatnya di ranah politik dengan bergabung sebagai anggota Sarekat Rakyat, sebuah cabang yang beraliran komunis dari Sarekat Islam.

Pada usia 16 tahun, tepatnya tahun 1926, Rasuna diangkat sebagai sekretaris cabang Sarekat Rakyat di Sumatra Barat. Namun, tak lama setelah itu, terjadi pemberontakan oleh Partai Komunis Indonesia terhadap pemerintahan Hindia Belanda di Silungkang, Sumatra Barat.

Belanda, merespons pemberontakan tersebut, melakukan pengejaran terhadap aktivis PKI dengan mengerahkan polisi rahasia. Meskipun sasaran utama mereka adalah PKI, Sarekat Rakyat yang memiliki kecenderungan komunis juga terkena dampaknya dan menjadi sasaran pengawasan yang ketat. Kondisi sulit ini membuat Rasuna memutuskan untuk keluar dari Sarekat Rakyat.

Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI)

Rasuna telah menjadi anggota Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) sejak masih tergabung dalam Sarekat Rakyat. Namun, ketika situasi di Sarekat Rakyat tidak mendukung lagi, dia memilih untuk fokus dan berjuang bersama PERMI.

Persatuan Masyarakat Indonesia (PERMI) dibentuk oleh perkumpulan Sumatra Thawalib pada 22–27 Mei 1930 di Bukittinggi. Dengan pendirian PERMI, Sumatra Thawalib yang sebelumnya lebih mengedepankan pendidikan mulai merambah ke dunia politik.

Dua tahun setelahnya, pada tahun 1932, PERMI resmi menjadi partai politik. Organisasi yang menolak bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda ini mengubah namanya menjadi Partai Muslimin Indonesia.

Saat bergabung dengan PERMI, Rasuna, yang telah memiliki pengalaman mengajar, aktif sebagai guru di sekolah-sekolah yang didirikan oleh Sumatra Thawalib, seperti Sekolah Thawalib Puteri dan Kursus Puteri di Bukittinggi. Selain itu, dia turut menginisiasi berdirinya Sekolah Menyesal, sebuah kursus untuk mengatasi buta huruf, dan Sekolah Thawalib Rendah di Padang.

Selain menjadi pengajar di sekolah-sekolah Sumatra Thawalib, Rasuna juga aktif berpidato dalam acara-acara PERMI. Dalam setiap pidato, dia selalu menyuarakan pemikiran yang membangkitkan semangat audiens untuk melawan penindasan.

Karena pidatonya dianggap mengancam, Polisi Urusan Politik Hindia Belanda (Politike Inlichtingen Dienst/PID) ikut campur untuk mencegah hal-hal yang dianggap tidak diinginkan. Terutama setelah pemberontakan PKI sebelumnya.

Sejak PERMI menjadi sorotan PID, setiap rapat umum PERMI diawasi oleh perwakilan PID. Jika ada pidato yang dinilai mengganggu ketertiban umum, perwakilan PID akan memberikan peringatan kepada pembicara.

Meskipun sudah beberapa kali ditegur, Rasuna akhirnya dilarang berpidato di Payakumbuh pada tahun 1932 karena isi pidatonya dianggap terlalu keras dan memicu kebencian terhadap pemerintah Hindia Belanda.

Ini menjadikannya wanita pertama di Indonesia yang terkena hukum speek delict, yaitu hukum kolonial yang memungkinkan hukuman bagi siapa saja yang menyuarakan pendapat yang menentang Belanda. Akibatnya, ia dihukum penjara selama 1 tahun 2 bulan di Semarang, Jawa Tengah.

Meski dipenjara, semangatnya tak surut. Begitu bebas, Rasuna kembali ke Sumatra Barat dan menetap di Padang. Dia ingin melanjutkan perjuangannya di bidang politik bersama PERMI. Namun, gerakan PERMI semakin terbatas setelah para pemimpinnya, seperti Muchtar Luthfi, Jalaluddin Thaib, dan Ilyas Yakub, ditangkap dan diadili pada tahun 1933, kemudian dibuang ke Digul, Irian pada 1934.

Saat tidak dapat melanjutkan perjuangannya di arena politik, Rasuna yang berusia 23 tahun memilih untuk menimba ilmu di Islamic College. Lembaga ini dipimpin oleh Muchtar Yahya dan didirikan pada 1931 oleh Dewan Pengajaran PERMI.

Islamic College menerbitkan majalah bernama Raya yang ditujukan bagi para mahasiswa. Saat menjadi mahasiswa di sana, Rasuna, yang terkenal dengan tulisannya tentang pendidikan, sosial, dan politik bagi bangsa Indonesia, dipilih menjadi pemimpin redaksi Raya.

Setelah beberapa tahun berjuang bersama PERMI di ranah non-politik, partai ini terpaksa bubar pada 28 Oktober 1937 karena tekanan yang semakin meningkat dari pemerintah Hindia Belanda terhadap para pengikut PERMI.

Pindah Ke Medan

Pendidikan Rasuna di Islamic College berakhir pada 1937, tahun yang sama dengan bubarnya PERMI. Dengan mengakhiri keterlibatannya dalam organisasi di Sumatra Barat, ia memutuskan untuk pindah ke Medan, Sumatra Utara.

Setelah menetap di Medan, Rasuna menekankan perjuangannya pada sektor pendidikan dengan mendirikan Perguruan Puteri pada tahun 1937. Selain menjadi pengajar, dia juga memulai penerbitan majalah bernama Menara Puteri.

Majalah ini, yang diprakarsai oleh HR Rasuna Said, memiliki slogan yang mirip dengan Soekarno, “ini dadaku, mana dadamu”. Dalam kontennya, majalah Mingguan Menara Puteri membahas isu-isu seputar perempuan dan menggalakkan kesadaran akan semangat anti-kolonialisme. Rasuna mengelola rubrik Pojok dengan nama samaran Seliguri, dan tulisannya dikenal tajam dan berdaya ungkit.

Menara Puteri mendapat sorotan luas, tidak hanya dari masyarakat Medan dan Sumatra, tetapi juga dari koran Penyebar Semangat di Surabaya. Mereka memberikan ulasan positif tentang majalah tersebut, menggambarkan Rasuna sebagai seorang putri yang pernah masuk penjara karena komitmennya pada pergerakan nasional.

Meskipun dikenal secara luas, Menara Puteri tidak bertahan lama. Rasuna terpaksa menghentikan produksi majalah tersebut karena hanya sekitar 10 persen dari pembacanya yang membayar tagihan.

Penjajahan Jepang

Belanda mengalami kekalahan dalam perang dan terpaksa menyerahkan wilayah kekuasaannya di Indonesia kepada Jepang pada tahun 1942. Akibatnya, Rasuna memutuskan untuk kembali ke Padang, Sumatra Barat.

Setelah kembali ke Padang, Rasuna bersama Chotib Sulaeman mendirikan organisasi bernama Pemuda Nippon Raya, awalnya bekerja sama dengan pemerintah Jepang. Para pengurus organisasi ini menyembunyikan tujuan sebenarnya mereka dari penjajah karena tak ingin segera dibubarkan.

Namun, dalam satu kejadian, Rasuna saat berhadapan dengan seorang pembesar Jepang, Mishimoto, justru mengungkapkan, “Tuan boleh menyebut Asia Raya karena Tuan menang, tetapi Indonesia Raya pasti ada di sini.” Ungkapan ini disampaikannya sambil menunjuk ke dadanya sendiri.

Mendengar ucapan tersebut, Mishimoto terkejut dan melaporkannya kepada petinggi Jepang lainnya. Akhirnya, pemerintah Jepang memutuskan untuk membubarkan Perkumpulan Nippon Raya dan menangkap para pemimpinnya.

Namun, para pemimpin yang ditangkap, termasuk Rasuna, yang dianggap memiliki pengaruh besar pada rakyat, kemudian dibebaskan. Pemerintah Jepang saat itu berusaha menjaga simpati rakyat Indonesia karena mereka sedang berusaha mendapatkan dukungan dalam perang melawan sekutu. Mereka tidak ingin mengurangi simpati rakyat terhadap mereka hanya karena menangkap tokoh-tokoh masyarakat.

Pada tahun 1943, pemerintah Jepang secara resmi membentuk Pembela Tanah Air (PETA) di Jawa. Mendengar hal ini, pemimpin rakyat Sumatra Barat mengusulkan pembentukan Gya Gun atau Laskar Rakyat kepada Jepang.

Usulan ini akhirnya diterima, dan Laskar Rakyat terbentuk. Chotib Sulaeman, salah satu pendiri Pemuda Nippon Raya bersama Rasuna, ditugaskan untuk memimpinnya, sementara Rasuna sendiri ditunjuk sebagai pimpinan bagi bagian putri yang dikenal dengan sebutan Tubuh Ibu Pusat Laskar Rakyat.

Setelah Kemerdekaan 

Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945, setelah dua kota pentingnya, Hiroshima dan Nagasaki, dihancurkan oleh bom atom Sekutu. Setelah kejadian tersebut, pemerintah Jepang yang berada di Indonesia sibuk menangani kekacauan di negara asalnya. 

Di tengah kekosongan kekuasaan, bangsa Indonesia diwakili oleh Soekarno, yang memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Bagi Rasuna, meskipun kemerdekaan telah diraih, perjuangannya belum selesai.

Pasca-kemerdekaan, Rasuna mendirikan KNI Kawedanan dan Nagari, sebagai bagian dari upaya melebarkan jangkauan Komite Nasional Indonesia (KNI) di Sumatra Barat. Bersama para pemimpin daerah, ia terlibat dalam Panitia Pembentukan Dewan Perwakilan Nagari. Pada tanggal 17 April 1946, terpilih mewakili Sumatra Barat sebagai anggota Dewan Perwakilan Sumatra (DPS).

Karier politiknya semakin berkembang setelah menjadi anggota DPS. Dalam rapat pleno KNI Sumatra Barat pada 4–6 Januari 1947, terpilih sebagai anggota KNI Pusat di Jakarta. Di samping itu, Rasuna juga menjadi bagian dari pengurus Front Pertahanan Nasional, bertugas dalam seksi kewanitaan.

Pada 4 Januari 1946, ibu kota dipindahkan ke Yogyakarta. Rasuna ditunjuk untuk menjadi bagian dari Badan Pekerja KNIP yang berbasis di sana. Tiga tahun kemudian, pada 27 Desember 1949, Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) setelah Konferensi Meja Bundar. Rasuna dipercayakan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Serikat.

Saat Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) diberlakukan pada 17 Agustus 1950, ia dilantik menjadi anggota DPR sementara. Pada 5 Juli 1959, Dekrit Presiden Soekarno mengumumkan kembalinya UUD 1945 sebagai konstitusi resmi Republik Indonesia. Rasuna Said dipercaya untuk menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung saat itu.

Akhir Hayat

Setelah hampir 20 tahun menjabat dalam pemerintahan, Rasuna akhirnya jatuh sakit akibat kanker yang merusak tubuhnya.

HR Rasuna Said meninggal di Jakarta pada 2 November 1965 pada usia 55 tahun, dan pemakamannya dilakukan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Saat wafat, ia masih menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung.

Sebagai penghormatan atas jasanya, Hajjah Rangkayo Rasuna Said secara resmi diakui sebagai pahlawan nasional pada 13 Desember 1974 melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 084/TK/Tahun 1974.

Share Article:

arsipmanusia.com

Writer & Blogger

Considered an invitation do introduced sufficient understood instrument it. Of decisively friendship in as collecting at. No affixed be husband ye females brother garrets proceed. Least child who seven happy yet balls young. Discovery sweetness principle discourse shameless bed one excellent. Sentiments of surrounded friendship dispatched connection is he. Me or produce besides hastily up as pleased. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baru Terbit

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Jenderal AH Nasution

Jenderal Abdul Haris Nasution, lahir pada 3 Desember 1918, adalah sosok kunci dalam sejarah Indonesia yang memberikan kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan negara.

Join the family!

Sign up for a Newsletter.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.
Edit Template
Tombol Provinsi Indonesia
Scroll to Top