K.H. Ahmad Dahlan, lahir di Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1868, merupakan salah satu Pahlawan Nasional Indonesia yang dikenal sebagai pendiri Muhammadiyah, sebuah organisasi yang memiliki peran penting dalam perkembangan pendidikan dan agama di Indonesia.
Beliau adalah anak ke-4 dari total 7 bersaudara dalam keluarga K.H. Abu Bakar. Perjuangan dan kontribusi K.H. Ahmad Dahlan sangatlah signifikan, membentuk organisasi Muhammadiyah yang tidak hanya berfokus pada agama, tetapi jugapendidikan, sosial, dan kemanusiaan.
Sayangnya, pada usia relatif muda, yaitu 54 tahun, K.H. Ahmad Dahlan wafat pada tanggal 23 Februari 1923 di Yogyakarta. K.H. Ahmad Dahlan telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah Indonesia, sebagai inspirasi bagi banyak orang dalam meneruskan perjuangan dan cita-citanya untuk kemajuan bangsa.
Table of Contents
ToggleMasa Kecil dan Pendidikannya
K.H. Ahmad Dahlan, atau Muhammad Darwis, adalah anak keempat dari tujuh bersaudara, dan kecuali adik bungsunya, semuanya perempuan. Beliau adalah keturunan kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang tokoh penting dalam menyebarkan agama Islam di Jawa, terutama sebagai salah satu Walisongo terkenal.
Silsilah keturunan K.H. Ahmad Dahlan dapat ditelusuri hingga Maulana Malik Ibrahim dan akhirnya sampai kepada nabi Islam, Muhammad. Jejak nasab ini menggambarkan hubungan beliau dengan warisan agama yang mendalam dan panjang.
Pada usia lima belas tahun, K.H. Ahmad Dahlan menjalankan ibadah haji dan menghabiskan waktu selama lima tahun di Makkah. Selama masa ini, beliau mulai mendalami pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibnu Taimiyyah. Pendidikan dan interaksi intelektual di Makkah memainkan peran penting dalam membentuk visi dan pandangan keagamaan beliau.
Kembali ke kampung halamannya pada tahun 1888, Ahmad Dahlan mengambil keputusan penting dengan mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan. Ini menunjukkan transformasi dan perubahan yang dimulainya sebagai bagian dari perjalanannya sebagai seorang pemimpin agama dan intelektual.
Pernikahan
Pada tahun 1903, K.H. Ahmad Dahlan kembali ke Mekah dan tinggal di sana selama dua tahun. Selama periode tersebut, beliau belajar di bawah bimbingan Syeh Ahmad Khatib, yang juga merupakan guru dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU), yaitu KH Hasyim Asyari.
Setelah pulang dari Mekah, Ahmad Dahlan menikahi sepupunya sendiri, Siti Walidah, putri Kyai Penghulu Haji Fadhil. Nyai Ahmad Dahlan, atau lebih dikenal sebagai Siti Walidah, adalah seorang Pahlawan Nasional dan juga pendiri Aisyiyah.
Melalui pernikahannya dengan Siti Walidah, KH Ahmad Dahlan memiliki enam orang anak, yaitu, Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti Zaharah.
Di samping itu, beliau juga pernah menikah dengan Nyai Abdullah, seorang janda yang sebelumnya merupakan istri dari H. Abdullah.
Tidak hanya itu, Ahmad Dahlan juga menjalin pernikahan dengan Nyai Rum, yang merupakan adik dari Kyai Munawwir Krapyak. Beliau memiliki seorang putra bernama Dandanah dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah, adik dari Adjengan Penghulu Cianjur.
Selain itu, beliau juga pernah menikah dengan Nyai Yasin dari Pakualaman Yogyakarta. Dengan keberagaman dalam kehidupan pribadinya, Ahmad Dahlan terus menunjukkan komitmen dalam berbagai aspek kehidupan dan perjuangan yang ia emban.
Bergabung dengan Organisasi Budi Utomo
Pada tahun 1909, K.H. Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo, sebuah organisasi yang melahirkan banyak tokoh nasionalis terkemuka, dengan tujuanuntuk mengajar agama. Di sana, beliau memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi anggota organisasi ini untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Pengajaran yang diberikan oleh Ahmad Dahlan di Boedi Oetomo sangat berdampak positif, sehingga anggota-anggota organisasi ini mengusulkan agar beliau membuka sekolah sendiri. Sekolah ini direncanakan akan diatur dengan baik dan didukung oleh sebuah organisasi permanen.
Langkah ini diambil untuk mencegah risiko yang mungkin dialami oleh pesantren-pesantren tradisional yang cenderung tutup setelah kiai pemimpinnya meninggal dunia. Dengan demikian, Ahmad Dahlan terus berusaha memberikan kontribusi nyata dalam pendidikan dan perjuangan nasional, menunjukkan inovasi dan kepeduliannya terhadap pengembangan pendidikan di Indonesia.
Mendirikan Muhammadiyah
Pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330), usulan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah yang disampaikan oleh Kiai Dahlan menjadi kenyataan.
Organisasi ini fokus pada bidang kemasyarakatan dan pendidikan, menjadi sarana di mana beliau berupaya memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.
Pemikiran inovatif K.H. Ahmad Dahlan mengenai Islam mengarah pada pendekatan modern, sejalan dengan tuntutan zaman, bukan sekadar pendekatan tradisional. Beliau mengajarkan Al Qur’an dengan terjemahan dan tafsir, berupaya mendorong pemahaman mendalam, bukan sekadar bacaan ritual.
Tujuannya adalah agar masyarakat bisa mempraktikkan ajaran Qur’an dalam tindakan nyata. Dahlan menyadari bahwa sebelumnya, masyarakat hanya belajar Islam secara permukaan tanpa memahami substansinya, menjadikan Islam hanya dogma mati.
Dalam dunia pendidikan, beliau mereformasi pendekatan pesantren saat itu yang dianggapnya tidak jelas dalam struktur dan kurang efektif dalam metode, karena fokus pada hafalan tanpa memperhatikan ilmu pengetahuan umum.
K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah agama yang mengintegrasikan pelajaran umum dan bahasa Belanda, sekaligus memasukkan pelajaran agama ke dalam sekolah-sekolah umum. Pendekatan ini menggambarkan tekadnya untuk memajukan masyarakat melalui pendidikan yang berwawasan luas, menghidupkan kembali semangat Islam dengan cara yang relevan bagi zamannya.
Selama hidupnya, K.H. Ahmad Dahlan terus berupaya membangun dan mengembangkan berbagai fasilitas, termasuk sekolah-sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan panti asuhan. Ia juga tidak pernah mengabaikan tugas dakwahnya. Bahkan, ia semakin memperkuat dakwah dengan prinsip-prinsip pembaruan yang diusungnya.
Salah satu ajaran penting yang dikemukakan oleh beliau adalah bahwa ibadah hanya sah jika memiliki perintah dari Nabi Muhammad SAW. Pemahaman ini memandu praktik ibadah agar sesuai dengan ajaran Islam yang murni.
Di samping itu, K.H. Ahmad Dahlan menentang ziarah kubur, penyembahan objek-objek seperti pusaka keraton, dan perilaku berlebihan terhadap benda-benda tersebut.
Dalam upayanya untuk membersihkan ajaran Islam dari unsur-unsur yang tidak sesuai, beliau juga melakukan pemurnian terhadap pengaruh agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen yang telah bercampur dalam masyarakat.
Dengan usaha-usaha seperti ini, K.H. Ahmad Dahlan berperan penting dalam memajukan ajaran Islam yang lebih murni dan berlandaskan pada prinsip-prinsip ajaran Nabi Muhammad SAW. Tindakan dan ajaran beliau memiliki dampak yang signifikan dalam pembentukan wawasan dan praktik keagamaan masyarakat pada zamannya.
Mendirikan Aisyiyah
Pada tahun 1918, K.H. Ahmad Dahlan dan istrinya, Nyai Ahmad Dahlan, bekerja sama dalam mendirikan organisasi Aisyiyah yang khusus diperuntukkan bagi kaum wanita.
Aisyiyah merupakan bagian integral dari Muhammadiyah, yang menunjukkan komitmen beliau dalam memperjuangkan peran aktif wanita dalam pengembangan masyarakat dan agama.
Organisasi Aisyiyah menjadi wadah bagi wanita untuk berkontribusi dalam berbagai aspek kehidupan. Langkah ini menunjukkan pandangan inklusif dan progresif K.H. Ahmad Dahlan, yang berusaha memberikan peran penting kepada semua anggota masyarakat dalam usaha pembaharuan dan peningkatan kualitas kehidupan.
Mendirikan Hizbul Wathan
K.H. Ahmad Dahlan mengakui peranan penting kaum wanita sebagai pendamping dan mitra dalam hidup dan perjuangannya. Itulah sebabnya beliau mendirikan organisasi Aisyiyah, mengakui kontribusi berharga yang bisa diberikan kaum wanita dalam masyarakat.
Di sisi lain, beliau juga memahami pentingnya peran pemuda dalam membangun agama dan bangsa. Oleh karena itu, beliau membentuk Hizbul Wathan (H.W.), yang mirip dengan Pramuka sekarang, dengan tujuan memberikan pendidikan bagi pemuda. Di dalam H.W., pemuda diajari kedisiplinan seperti baris-berbaris dengan genderang, mengenakan seragam, dasi, dan topi.
Pembentukan H.W. menjadi bukti nyata bahwa agama Islam bisa progresif dan relevan dengan zaman, menggambarkan pandangan inovatif K.H. Ahmad Dahlan. Ia memastikan bahwa Islam tetap sesuai dengan tuntutan dan kemajuan zaman, serta mampu menghasilkan generasi muda yang siap menjadi kader-kader terpercaya dalam agama dan masyarakat.
KH. Ahmad Dahlan Wafat
Pada 23 Februari 1923, K.H. Ahmad Dahlan wafat di Yogyakarta pada usia 54 tahun. Tempat peristirahatan terakhirnya adalah di kampung Karangkajen, Brontokusuman, Mergangsan, Yogyakarta. Warisannya dan perjuangannya terus dihormati dan dikenang dalam catatan sejarah bangsa.
Pada tanggal 27 Desember 1961, sebagai pengakuan atas jasa-jasanya bagi negara dan kemerdekaan Indonesia, beliau diberikan gelar kehormatan Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh pemerintah Republik Indonesia.
Tindakan ini menegaskan pentingnya perjuangan dan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam memajukan pendidikan, agama, dan masyarakat, serta memupuk semangat kebangsaan dan kemerdekaan.
Bio Data KH Ahmad Dahlan
Nama Lengkap | Kyai Haji Ahmad Dahlan |
Nama Kecil | Muhammad Darwis |
Nama Lain | Ahmad Dahlan |
Lahir | Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868 |
Wafat | Yogyakarta, 23 Februari 1923 |
Makam | Komplek makam di belakang Masjid Jami’ Karangkajen, Yogyakarta |
Agama | Islam |
Suku | Arab |
Bangsa | Indonesia |
Pekerjaan | Pendakwah |
Keluarga | |
Ayah | Haji Abu Bakar |
Ibu | Siti Aminah |
Istri | Siti Walidah, Nyai Abdullah, Nyai Rum, Nyai Aisyah, Nyai Yasin |
Anak dari Siti Walidah | Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah |
Anak dari Nyai Aisyah | Dandanah |
Karir KH Ahmad Dahlan
Organisasi/Lembaga | Jabatan |
---|---|
Muhammadiyah | Pendiri dan Ketua Umum Muhammadiyah ke 1 (Pendiri) (18 November 1912 – 23 Februari 1923) |
Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah di Yogyakarta | Pendiri (1911) |
Budi Oetomo | Anggota (1909) |
Jami’at Khair | Anggota (1910) |
Penghargaan KH Ahmad Dahlan
Tahun | Penghargaan |
---|---|
1961 | Pahlawan Nasional Indonesia |