Ir. Soekarno, seorang Pahlawan Nasional Indonesia dan presiden pertama Republik Indonesia, tak diragukan lagi telah menjadi sosok yang sangat dikenal oleh masyarakat.
Perjuangan dan dedikasinya untuk bangsa Indonesia tak terhitung banyaknya, bahkan kehebatannya dikenal tak hanya di dalam negeri, melainkan juga di kancah internasional.
Oleh karena itu, tak heran jika biografi Ir. Soekarno menjadi topik yang menarik untuk dikaji dan dipahami oleh generasi bangsa Indonesia.
Soekarno, seorang tokoh yang menghuni tempat istimewa dalam hati masyarakat Indonesia, telah memberikan teladan yang tak tergantikan bagi bangsa ini.
Dia rela mengorbankan segala tenaga, pemikiran, dan bahkan jiwa demi Indonesia, mulai dari perlawanan terhadap penjajahan hingga upayanya membangun negara ini menjadi seperti yang kita kenal saat ini. Jasa-jasanya yang besar tidak akan pernah terlupakan dalam sejarah Indonesia.
Dalam biografi ini, akan dipaparkan tentang masa kecil, pendidikan, perjuangan, dan pencapaian-pencapaian penting dalam hidupnya.
Table of Contents
ToggleMasa Kecil Soekarno
Ir. Soekarno, yang akrab dipanggil Bung Karno, dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1901 di Surabaya, Jawa Timur. Nama kecilnya adalah Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya, Raden Soekemi Sosrodihardjo, dan ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai, merupakan orang tua yang mengasuh dan membimbingnya.
Namun, karena sering sakit, Soekarno kecil dirawat oleh kakeknya yang bernama Raden Hardjodikromo di Tulungagung. Pada tahun 1909, Soekarno kembali tinggal bersama orang tuanya di Mojokerto.
Di Tulungagung, Soekarno menjalani pendidikan, meskipun tidak sampai menyelesaikannya. Kemudian, keluarganya pindah ke Mojokerto, di mana ayahnya bekerja sebagai seorang guru di Eerste Inlandse School.
Di Mojokerto, Soekarno menerima pendidikan di sekolah tersebut. Tempat ini menjadi tempat di mana Soekarno mulai mengasah bakat dan kemampuannya. Ayahnya juga turut berperan dalam pendidikan dan pengembangan Soekarno selama mereka tinggal di Mojokerto.
Masa Remaja Soekarno
Pada tahun 1911, Soekarno dipindahkan ke ELS, sebuah sekolah setara Sekolah Dasar (SD) yang dirancang khusus untuk persiapan masuk ke Hogere Burger School (HBS) di Surabaya.
Setelah lulus dari ELS pada tahun 1915, Soekarno menetap di rumah teman ayahnya, Haji Oemar Said Tjokroaminoto, yang lebih dikenal sebagai HOS Tjokroaminoto, seorang pendiri Sarekat Islam. Itulah saat Soekarno mulai mengenal dunia perjuangan yang kemudian memunculkan tekadnya untuk berjuang demi bangsa Indonesia.
Di rumah Tjokroaminoto, Soekarno yang masih muda mulai belajar politik dan melatih keterampilan pidatonya. Dari sinilah ia mulai mengenal dan berinteraksi dengan tokoh-tokoh besar pada zamannya, seperti Dr. Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara.
Mereka adalah pemimpin dari organisasi National Indische Partij. Dalam lingkungan yang demikian, Soekarno merasakan semangat perjuangan dan melihat contoh nyata tentang pentingnya memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Perjalanan hidup Soekarno dimulai dari pendidikan di sekolah hingga kedekatannya dengan tokoh-tokoh perjuangan di rumah Tjokroaminoto telah membentuk jiwa dan semangat nasionalisnya. Dalam perjalanan ini, dia mengasah bakat oratorinya dan memperluas pengetahuannya tentang politik serta perjuangan kemerdekaan.
Semua pengalaman dan interaksi itu telah menanamkan dalam dirinya tekad yang tak tergoyahkan untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa Indonesia.
Di rumah HOS Tjokroaminoto, Soekarno menjadi akrab dengan beberapa tokoh penting seperti Muso, Alimin, Darsono, dan Semaun. Kelak, ketiganya dikenal sebagai pemimpin pemberontakan PKI di Madiun yang berhaluan komunis.
Selain itu, Soekarno menjalin hubungan yang dekat dengan Kartosuwiryo, yang kemudian mendirikan Darul Islam dan memimpin pemberontakan melawan pemerintah saat Soekarno menjabat sebagai Presiden. Ironisnya, Soekarno sendiri yang akhirnya menandatangani persetujuan eksekusi mati terhadap Kartosuwiryo.
Mereka semua tinggal bersama di rumah HOS Tjokroaminoto untuk belajar dan memperoleh pengetahuan melalui Sarekat Islam (SI). Di sinilah semangat nasionalisme Soekarno terhadap bangsa Indonesia tumbuh dengan kuat.
Soekarno juga menjadi anggota dalam organisasi pemuda yang awalnya bernama Tri Koro Darmo pada tahun 1918, namun kemudian berganti nama menjadi Jong Java. Di samping itu, ia aktif sebagai penulis di koran harian Oetoesan Hindia yang dikelola oleh TJokroaminoto.
Di rumah Tjokroaminoto, Soekarno muda mulai belajar politik dan pidato, bahkan sering berlatih di depan cermin di kamarnya. Selama bersekolah di Hoogere Burger School (HBS), Soekarno mendapatkan banyak ilmu pengetahuan yang berharga.
Setelah menyelesaikan pendidikan di HBS, pada tahun 1921 Soekarno pindah ke Bandung dan tinggal di kediaman Haji Sanusi. Di kota ini, ia menjalin persahabatan erat dengan tokoh-tokoh seperti Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara. Soekarno kemudian melanjutkan studinya di Technische Hoogeschool (THS) jurusan teknik sipil, yang sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB).
Pada tahun yang sama, yaitu tahun 1921, Soekarno menikahi Siti Oetari, putri sulung dari H.O.S Tjokroaminoto. Meskipun sempat menghentikan kuliah selama dua bulan di THS, Soekarno kemudian mendaftar kembali dan melanjutkan pendidikannya di sana. Pada tanggal 25 Mei 1926, ia berhasil lulus dan meraih gelar Ir (Insinyur), sehingga dikenal dengan sebutan Ir. Soekarno.
Setelah tamat dari THS, Soekarno bersama dengan Ir. Anwari mendirikan Biro Insinyur pada tahun 1926, di mana mereka merancang dan mengerjakan desain bangunan. Ia juga bekerja sama dengan Ir. Rooseno dalam merancang dan membangun rumah-rumah.
Selama di Bandung, Soekarno mendirikan Algemeene Studie Club (ASC), yang kemudian menjadi cikal bakal dari Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tanggal 4 Juli 1927. Di sinilah Soekarno mulai menerapkan ajaran Marhaenisme. Tujuan pembentukan Partai Nasional Indonesia adalah untuk mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia dan membebaskan diri dari penjajahan Belanda.
Bung Karno Dipenjara
Berani dan tanpa rasa takut, Soekarno akhirnya berhasil ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda di Yogyakarta dan dipenjarakan di Banceuy, Bandung. Tidak lama setelah itu, pada tahun 1930, ia dipindahkan ke penjara Suka Miskin.
Di balik jeruji penjara, kehidupan Soekarno bergantung sepenuhnya pada istrinya yang setia, Inggit Ganarsih. Mereka menikah pada tahun 1923 setelah Soekarno resmi menceraikan Siti Oetari secara baik-baik ketika masih berada di Bandung.
Dalam penjara, Inggit dibantu oleh kakak Soekarno yang bernama Sukarmini, sering membawakan makanan untuknya. Namun, hal ini menyebabkan pengawasan di penjara Suka Miskin semakin ketat.
Dalam beberapa biografi Presiden Soekarno, terungkap bahwa ia dikenal oleh pihak Belanda sebagai tahanan yang mampu mempengaruhi orang lain untuk berpikir tentang kemerdekaan, sehingga dianggap cukup berbahaya.
Akibatnya, ia diisolasi bersama tahanan elit agar tidak bisa mendapatkan informasi dari luar penjara. Mayoritas tahanan elit tersebut adalah orang Belanda dengan kasus seperti penggelapan, korupsi, dan penyelewengan.
Belanda berharap bahwa dengan menjaga Soekarno bersama para tahanan elit tersebut, topik pembicaraan tentang pembebasan Indonesia tidak akan muncul, karena mayoritas orang Belanda di sekitarnya tidak tertarik pada isu tersebut.
Percakapan sehari-hari lebih berkutat pada masalah makanan di penjara dan cuaca. Meskipun Soekarno terisolasi selama berbulan-bulan di Suka Miskin dan kehilangan kontak dengan teman-teman seperjuangannya, ia tidak kesulitan mendapatkan informasi dari luar.
Akhirnya, Soekarno menemukan cara baru untuk berkomunikasi dengan menggunakan telur sebagai media. Jika teman-temannya mengalami masalah atau mendapat kabar buruk, telur yang dibawa oleh Inggit berisi telur asin.
Namun, Soekarno hanya dapat menduga-duga apa yang terjadi di luar penjara karena ia tidak tahu secara pasti. Komunikasi dengan Inggit sangat diawasi dan semua barang bawaan yang dibawanya dari luar penjara selalu diperiksa dengan teliti.
Soekarno dan Inggit akhirnya menemukan cara yang dianggap paling aman untuk berkomunikasi tanpa terdeteksi oleh pihak Belanda, yaitu dengan memanfaatkan telur sebagai kode rahasia. Mereka menusukkan jarum ke dalam telur sebagai tanda-tanda penting. Satu tusukan pada telur melambangkan kabar baik, dua tusukan mengindikasikan bahwa seorang teman telah ditangkap, dan tiga tusukan mengisyaratkan bahwa sejumlah besar aktivis kemerdekaan telah ditangkap.
Selama di penjara, Soekarno tidak pernah mendapatkan kunjungan dari orang tuanya. Alasannya, orang tuanya tidak mampu melihat anaknya berada dalam penjara. Di balik jeruji, ia terlihat kurus dan kulitnya menghitam.
Indonesia Menggugat
Dalam lembar sejarah Presiden Soekarno, tercatat bahwa kasusnya disidangkan oleh pihak Belanda melalui pengadilan Landraad di Bandung setelah delapan bulan penahanan, tepatnya pada tanggal 18 Desember 1930.
Dalam pembelaannya, Soekarno menciptakan judul yang terkenal, “Indonesia Menggugat”, di mana ia mengungkapkan bahwa bangsa Belanda merupakan bangsa yang serakah yang telah menindas dan merampas kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Pembelaannya tersebut semakin membuat Belanda murka, sehingga pada bulan Juli 1930 Partai Nasional Indonesia (PNI) yang dibentuk oleh Soekarno dibubarkan oleh pihak kolonial.
Setelah dibebaskan dari penjara pada bulan Desember 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo pada tahun 1932 karena partainya sebelumnya telah dibubarkan oleh Belanda. Ia kemudian diangkat sebagai pemimpin Partindo, namun kemudian ditangkap lagi oleh Belanda dan diasingkan ke Flores.
Pada tahun 1938, Soekarno diasingkan ke Bengkulu, di tempat itulah ia bertemu dengan Mohammad Hatta, yang kelak menjadi mitra sejatinya dalam memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Di Bengkulu, ia juga berkenalan dengan Fatmawati, yang kemudian menjadi istrinya dan ibu negara pertama.
Kemudian, pada tahun 1942, kekuasaan Belanda di Indonesia berakhir setelah Jepang melakukan invasi ke negeri ini. Meskipun Belanda berencana untuk memindahkan Soekarno ke Australia, rencana tersebut gagal setelah dicegat oleh Jepang.
Soekarno kemudian kembali ke Jakarta. Jepang kemudian memanfaatkannya dan para pemimpin Indonesia lainnya untuk memperoleh dukungan rakyat Indonesia.
Inilah perjalanan penuh perjuangan Soekarno, dari penahanan hingga pengasingan, yang pada akhirnya membawa dia kembali ke tanah air dan memainkan peran penting dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Masa Jepang
Jepang memberikan janji untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Bahkan, Jepang menunjuk Soekarno untuk memimpin tim persiapan kemerdekaan bangsa Indonesia, yaitu BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Karena itu, Soekarno bahkan terbang ke Jepang untuk bertemu dengan Kaisar Hirohito. Ia terus berusaha mendekatkan diri dan bekerjasama dengan Jepang dengan harapan agar Indonesia segera mendapatkan kemerdekaannya.
Soekarno melaksanakan segala persiapan untuk kemerdekaan Indonesia, seperti merumuskan Pancasila dan UUD 45 (Undang-Undang Dasar 1945) sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia. Ia juga terlibat dalam perumusan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia bersama Mohammad Hatta dan Achmad Soebardjo.
Sebelum mengumumkan kemerdekaan Indonesia pada bulan Agustus 1945, Soekarno, Mohammad Hatta, dan para pemimpin Indonesia lainnya melakukan perjalanan ke Dalat, Vietnam. Di sana, mereka melakukan pertemuan dengan Marsekal Terauchi, pemimpin tertinggi Kekaisaran Jepang di Asia Tenggara. Namun, menjelang proklamasi kemerdekaan, terdapat perbedaan pandangan antara kelompok tua dan kelompok muda di dalam pergerakan tersebut.
Dalam perjuangannya memperoleh kemerdekaan bagi Indonesia, Soekarno menjalani perjalanan yang penuh tantangan dan perjuangan politik. Namun, melalui kerja keras dan diplomasi, ia berhasil membawa Indonesia menuju momen bersejarah proklamasi kemerdekaan yang mengubah nasib bangsa dan menjadikan Soekarno sebagai Bapak Proklamator dan Presiden pertama Republik Indonesia.
Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok terjadi akibat perbedaan pandangan antara Golongan Tua yang menginginkan persiapan matang sebelum kemerdekaan dan Golongan Muda yang menginginkan proklamasi segera. Pada tanggal 16 Agustus 1945, golongan muda melakukan penculikan terhadap Soekarno dan Mohammad Hatta.
Kedua tokoh proklamator tersebut dibawa ke Rengasdengklok dengan tujuan agar segera melakukan proklamasi kemerdekaan Indonesia dan menjauhkannya dari pengaruh Jepang. Seiring berjalannya waktu, peristiwa penculikan ini menjadi terkenal dengan sebutan Peristiwa Rengasdengklok.
Setelah mengetahui keberadaan Soekarno dan Hatta di Rengasdengklok, Achmad Soebardjo segera pergi menjemput mereka. Di sisi lain, Sutan Sjahrir, yang sering berseberangan pendapat dengan golongan muda, marah mendengar tindakan penculikan tersebut dan memerintahkan mereka untuk membawa keduanya kembali ke Jakarta.
Tiba di Jakarta, Soekarno, Mohammad Hatta, dan para pemimpin lainnya bertemu dengan Laksamana Maeda di rumahnya di Jalan Imam Bonjol. Laksamana Maeda menjamin keselamatan mereka dan para pemimpin lainnya, serta memberikan izin kepada Soekarno dan Hatta untuk merumuskan teks proklamasi kemerdekaan.
Bersama-sama dengan Achmad Soebardjo, ketiganya merumuskan teks proklamasi kemerdekaan, yang kemudian ditulis ulang oleh Sayuti Melik. Dalam momen yang penuh kerja keras dan semangat perjuangan, mereka berhasil menyelesaikan teks proklamasi yang akan menjadi tonggak awal bagi kemerdekaan Indonesia.
Menjadi Presiden
Pada tanggal 17 Agustus 1945, detik-detik bersejarah terjadi di tanah air Indonesia. Soekarno dan Mohammad Hatta dengan penuh semangat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, menyatakan pembebasan dari penjajahan Jepang.
Tanggal yang bersejarah ini kemudian dijadikan Hari Kemerdekaan bangsa Indonesia yang dirayakan setiap tahun. Dalam momen yang penuh haru dan kegembiraan, Pancasila pun diumumkan sebagai dasar negara Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan tersebut menjadi titik awal bagi perjalanan Soekarno dan Mohammad Hatta dalam memimpin Republik Indonesia yang baru terbentuk. Soekarno dipilih sebagai Presiden pertama, sementara Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden. Keduanya, dengan keberanian dan visi kepemimpinan mereka, berperan penting dalam membangun dan memajukan bangsa Indonesia.
Namun, di balik sosoknya sebagai Bapak Bangsa Indonesia, terdapat sisi kehidupan pribadi Soekarno yang mungkin tidak diketahui oleh banyak orang. Salah satu fakta menarik adalah bahwa Soekarno pernah menikah sebanyak sembilan kali.
Pesona dan daya tarik yang luar biasa yang dimiliki oleh Putra Sang Fajar ini bisa dirasakan melalui cerita dan penuturan orang-orang terdekat yang pernah berhubungan dengannya.
Masa Menjabat
Pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia sebagai negara yang baru saja merdeka dihadapkan pada berbagai tantangan yang menggoyahkan stabilitas negara. Salah satu tantangan awal datang dari Belanda yang melakukan agresi militer untuk menjajah kembali Indonesia setelah Jepang menyerah.
Tidak lama kemudian, muncul pemberontakan yang dilakukan oleh berbagai kelompok, seperti PKI yang dipimpin oleh Muso dan Amir Sjarifudin, Pemberontakan Permesta, Pemberontakan Republik Maluku, Pemberontakan APRA yang dipimpin oleh Westeling, dan pemberontakan Darul Islam atau DI/TII yang dipimpin oleh Kartosuwiryo, yang sebenarnya pernah menjadi teman Soekarno saat muda. Meskipun dihadapkan pada banyak masalah pada masa-masa awal negara ini, Indonesia mulai mendapatkan pengakuan internasional di bawah kepemimpinan Soekarno.
Pemimpin dunia seperti John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat saat itu, dan Fidel Castro, pemimpin Kuba, serta pemimpin negara lainnya memberikan penghormatan kepada Presiden Soekarno. Indonesia pada masa itu dikenal sebagai negara non-blok dan menjalin hubungan erat dengan Uni Soviet, ditandai dengan pembelian senjata besar-besaran dari Rusia untuk pertahanan dan melawan Belanda dalam upaya pembebasan Irian Barat.
Selain itu, di bawah kepemimpinan Soekarno, Indonesia membentuk poros Jakarta-Beijing-Moskow, yang semakin meningkatkan konfrontasi dengan blok Barat. Hal ini menyebabkan Indonesia semakin cenderung ke kiri, dengan berkembangnya paham komunis saat itu, yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno dengan istilah “NASAKOM”.
Selama pemerintahan Soekarno, Indonesia bahkan mengalami perubahan sistem pemerintahan dari parlementer menjadi presidensial pada tahun 1945 hingga tahun 1960-an. Pada tahun 1960-an, terjadi pergolakan politik yang hebat di Indonesia. Penyebab utamanya adalah pemberontakan besar oleh PKI yang dikenal dengan sebutan G30-S/PKI. Peristiwa ini menjadi titik akhir dari pemerintahan Soekarno dan rezim Orde Lama.
Peristiwa tersebut juga mencuatkan kontroversi mengenai “Supersemar” atau Surat Perintah Sebelas Maret tahun 1966. Meskipun naskah aslinya tidak diketahui keberadaannya hingga sekarang, Supersemar dikeluarkan oleh Presiden Soekarno.
Isinya himbauan agar Soeharto dapat mengendalikan keamanan dan ketertiban negara yang saat itu sedang kacau. Surat tersebut juga memuat mandat pemindahan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto, yang akhirnya menjadikan Soeharto sebagai Presiden baru bagi bangsa Indonesia.
Akhir Jabatan
Setelah masa jabatannya sebagai Presiden berakhir, Soekarno menghabiskan banyak waktu di Istana Bogor. Namun, seiring berjalannya waktu, kesehatannya semakin menurun, sehingga ia membutuhkan perawatan dari tim dokter kepresidenan. Pada tanggal 21 Juni 1970, pria yang dijuluki sebagai proklamator dan presiden pertama Indonesia ini menghembuskan nafas terakhirnya di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.
Kepergian sang Proklamator dan Bapak Bangsa Indonesia ini meninggalkan luka yang mendalam bagi rakyat Indonesia saat itu. Jenazah Bung Karno kemudian dibawa ke Wisma Yaso, Jakarta, sebelum akhirnya dipindahkan ke Blitar, Jawa Timur, untuk dikebumikan di dekat makam ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai.
Pemerintah memberikan gelar “Pahlawan Proklamasi” atas jasa-jasanya kepada bangsa Indonesia. Kisah perjuangan Bung Karno kemudian diangkat ke layar lebar dalam film berjudul “Soekarno: Indonesia Merdeka”, yang disutradarai oleh Hanung Bramantio, dengan Ario Bayu memerankan tokoh Soekarno, Maudy Koesnaedi sebagai Inggit, dan Tika Bravani sebagai Fatmawati.
Bio Data Soekarno
Nama Lengkap | Dr. (H.C) Ir. H. Soekarno |
Nama Kecil | Kusno Sosrodihardjo |
Nama Lain | Bung Karno |
Lahir | Surabaya, 6 Juni 1901 |
Wafat | Jakarta, 21 Juni 1970 |
Makam | Makam Bung Karno, Blitar |
Agama | Islam |
Suku | Jawa |
Bangsa | Indonesia |
Pekerjaan | Politikus, Arsitek |
Partai Politik | Partai Nasional Indonesia |
Keluarga | |
Ayah | Soekemi Sosrodihardjo |
Ibu | Ida Ayu Nyoman Rai |
Istri (Awal Nikah-Akhir) | Oetari (1921-1923) Inggit Garnasih (1923-1943) Fatmawati (1943-1970) Hartini (1953-1970) Kartini Manoppo (1959-1968) Saliku Maesaroh (1958-1959) Ratna Sari Dewi (1962-1970) Haryati (1963-1966) Yurike Sanger (1964-1968) Heldy Jafar (1966-1969) |
Anak dari Inggit Garnasih | Ratna Juami (anak angkat) Kartika (anak angkat) |
Anak dari Fatmawati | Guntur Soekarnoputra Megawati Soekarnoputri Rachmawati Soekarnoputri Sukmawati Soekarnoputri Guruh Soekarnoputra |
Anak dari Hartini | Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra |
Anak dari Ratna Sari Dewi | Karina Kartika Sari Dewi Soekarno |
Anak dari Haryati | Ayu Gembirowati |
Anak dari Kartini Manoppo | Totok Suryawan Soekarnoputra |
Riwayat Pendidikan Soekarno
Pendidikan | Tempat |
---|---|
Pendidikan Dasar (1911 – 1915) | Eerste Inlandse School |
Pendidikan Menengah (1915 – 1921) | Hogere burger School |
Insinyur Teknik Sipil (1921 – 1926) | Technische Hoogeschool te Bandoeng (Sekarang ITB) |
Karir Soekarno
Organisasi/Lembaga | Jabatan |
---|---|
Tri Koro Dharmo | Pengurus (1916) |
Jong Java | Pengurus (1918) |
Biro Insinyur | Pendiri (1926) |
Algemeene Studie Club (ASC) | Pendiri (1926) |
Partai Nasional Indonesia | Pendiri (1927) |
Partai Indonesia (Partindo) | Bergabung (Juli 1932) |
BPUPKI | Anggota (1 Maret 1945 – 7 Agustus 1945) |
Panitia Sembilan | Ketua (1 Juni 1945) |
PPKI | Ketua (7 Agustus 1945 – 29 Agustus 1945) |
Republik Indonesia | Presiden Indonesia ke-1 (18 Agustus 1945 – 12 Maret 1967) |
Republik Indonesia Serikat | Presiden repubik Indonesia Serikat (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950) |
Republik Indonesia | Perdana Menteri Indonesia ke-12 (9 Juli 1959 – 25 Juli 1966) |
Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia | Ketua Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia ke-5 (1959 – 1966) |
Penghargaan Soekarno
Penghargaan (Tahun) | Tempat |
---|---|
Doctor of Law (10 Januari 1951) | Far Eastern University, Manila, Filipina |
Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum (19 September 1951) | Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Indonesia |
Doctor of Law (24 Mei 1956) | Columbia University, New York, Amerika Serikat |
Doctor of Law (27 Mei 1956) | Michigan University, Michigan, Amerika Serikat |
Doctor of Law (8 Juni 1956) | McGill University, Montreal, Kanada |
Doctor of Technical Science (23 Juni 1956) | Berlin University, Berlin Barat, Jerman Barat |
Doctor of Law (11 September 1956) | Lomonosov University, Moskow, Rusia |
Doctor of Law (13 September 1956) | Beograd University, Belgrado, Yugoslavia |
Doctor of Law (23 September 1956) | Karlova University, Praha, Cekoslovakia |
Doctor of Law (27 April 1959) | Istanbul University, Istanbul, Turki |
Doctor of Law (30 April 1959) | Warsaw University, Warsawa, Polandia |
Doctor of Law (20 Mei 1959) | Brazil University, Rio de Janeiro, Brazil |
Doctor of Political Science (11 April 1960) | Bucharest University, Bukarest, Rumania |
Doctor of Political Science (13 April 1960) | Budapest University, Budapest, Hungaria |
Doctor of Philosophy (24 April 1960) | Al-Azhar University, Kairo, Mesir |
Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Sosial dan Politik (5 Mei 1960) | La Paz University, La Paz, Bolivia |
Doctor of Technical Science (13 September 1962) | Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia |
Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Pengetahuan Hukum, Politik, dan Hubungan Internasional (29 April 1963) | Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia |
Doctor of Law and Politics (14 Januari 1964) | Royal Khmere University, Phnom Penh, Kamboja |
Doctor of Law (2 Agustus 1964) | University of the Philippines, Manila, Filipina |
Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Pengetahuan Politik (3 November 1964) | Universitas Pyongyang, Pyongyang, Korea Utara |
Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Ushuluddin Jurusan Da’wah (2 Desember 1964) | Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Indonesia |
Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Sejarah (23 Desember 1964) | Universitas Pajajaran, Bandung, Indonesia |
Doctor Honoris Causa dalam Falsafah Ilmu Tauhid (3 Agustus 1965) | Universitas Muhammadiyah Jakarta, Indonesia |
Penghargaan Bintang Soekarno
Penghargaan (tahun) | Gambar |
---|---|
Bintang Republik Indonesia Adipurna (1960) | ![]() |
Bintang Mahaputera Adipurna (1959) | ![]() |
Bintang Jasa Utama (1963) | ![]() |
Bintang Gerilya (1949) | ![]() |
Bintang Sakti (1959) | ![]() |
Bintang Dharma (1958) | ![]() |
Bintang Bhayangkara Utama (1961) | ![]() |
Bintang Garuda (1959) | ![]() |
Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia (1954) | ![]() |
Satyalancana Perintis Kemerdekaan | ![]() |
Collar of the Order of the Supreme Sun, Afghanistan (1961) | ![]() |
Supreme Companion of the Order of the Companions of O.R. Tambo (SCOT), Afrika Selatan (2005) | ![]() |
Medal of the Order of Australia | ![]() |
Grand Cross of the Order of the Condor of the Andes, Bolivia | ![]() |
Grand Cross of the Order of the Southern Cross, Brazil | ![]() |
Collar of the Order of the White Lion, Czechoslovakia (1956) | ![]() |
Chief Commander of the Philippine Legion of Honor, Filipina | ![]() |
Grand Cross with Chain of the Order of Merit of the Republic of Hungary, Hungaria | ![]() |
Grand Cordon of the Supreme Order of the Chrysanthemum, Jepang (6 Juni 1961) | ![]() |
Grand Cordon of the Order of the Throne, Maroko (1960) | ![]() |
Grand Cross of the Military Order of Saint James of the Sword, Portugal | ![]() |
Knight Grand Cross (First Class) of the Most Illustrious Order of Chula Chom Klao (KGC), Thailand | ![]() |
Recipient of the Order of Lenin, Uni Soviet | ![]() |
Recipient of the International Lenin Peace Prize, Uni Soviet (3 Mei 1960) | ![]() |
Knight of the Order of the Golden Spur, Vatikan | ![]() |
Knight Grand Cross of the Order of Pope Pius IX (GCPO), Vatikan | ![]() |
Recipient of the Benemerenti Medal, Vatikan | ![]() |
Resistance Medal, 1st Class, Vietnam | ![]() |
Great Star of the Order of the Yugoslav Star, Yugoslavia | ![]() |