Tjilik Riwut dikenal sebagai Pahlawan Nasional dan Gubernur pertama Kalimantan Tengah. Lahir di Kasongan, Kalimantan Tengah, pada 2 Februari 1918, Tjilik Riwut merupakan tokoh pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah, dan juga tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Sebagai seorang tokoh Dayak Ngaju, ia sangat menjunjung tinggi budaya leluhurnya, namun dalam perjuangannya ia melampaui batas-batas kesukuan dan menjadi pejuang nasional. Salah satu bentuk perjuangannya adalah keberhasilannya memimpin Pasukan MN 1001, sebuah pasukan yang berjuangan melawan penjajah Belanda pasca Proklamasi Kemerdekaan.
Tjilik Riwut berjuang untuk mengangkat derajat masyarakat Dayak dan turut serta dalam proses pembangunan kota Palangka Raya sebagai ibu kota provinsi yang baru terbentuk. Melalui diplomasi, ia berhasil menarik perhatian Presiden Sukarno untuk mendukung rencana pembangunan tersebut.
Dalam bidang militer, ia juga berpartisipasi dalam operasi penerjunan Pasukan Payung TNI AU pada tahun 1947, sebuah peristiwa penting dalam sejarah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Kontribusi dan perjuangan Tjilik Riwut tidak hanya terbatas pada masa penjajahan, tetapi juga setelah Indonesia merdeka, ketika ia menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Tengah dan memberikan dedikasinya untuk memajukan daerahnya.
Table of Contents
ToggleLatar Belakang dan Kehidupan Awal
Tjilik Riwut dilahirkan di Kasongan, Kalimantan Tengah, pada 2 Februari 1918, dari keluarga suku Dayak Ngaju. Pada masa kecilnya, ia mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat (Volkschool) yang dikelola oleh misionaris zending di Kasongan.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, Tjilik mendapat pengaruh besar dari Pendeta Sehrel, seorang misionaris asal Swiss yang saat itu bertugas di Kalimantan. Pendeta Sehrel melihat potensi besar pada Tjilik dan kemudian membawanya ke Jawa untuk melanjutkan pendidikan.
Di Jawa, Tjilik melanjutkan pendidikannya di Sekolah Perawat Taman Dewasa di Yogyakarta hingga lulus pada tahun 1933. Perpindahan ini tidak hanya membuka peluang pendidikan yang lebih baik bagi Tjilik, tetapi juga memperkenalkannya pada lingkungan yang lebih luas dan mempersiapkannya untuk peran besar dalam perjuangan bangsa di masa depan.
Pendidikan dan Karier Awal
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di Kalimantan, Tjilik Riwut melanjutkan pendidikannya di Sekolah Perawat Taman Dewasa di Yogyakarta dan berhasil lulus pada tahun 1933. Pendidikan ini menjadi awal bagi Tjilik dalam bidang kesehatan, yang kemudian dilanjutkannya dengan mengikuti kursus perawat di Purwakarta dan Bandung pada periode 1933 hingga 1936.
Selain di bidang kesehatan, Tjilik juga terjun ke dunia jurnalistik. Pada tahun 1940-an, ia menjadi redaktur di majalah Soeara Pakat—sebuah publikasi yang diterbitkan oleh organisasi kaum muda Dayak di perantauan, yang memiliki visi untuk memajukan suku Dayak serta menumbuhkan semangat kebangsaan.
Selain itu, Tjilik Riwut juga menjadi koresponden untuk Harian Pembangunan dan Harian Pemandangan, surat kabar berpengaruh pada masa itu. Pengalamannya di bidang jurnalistik tidak hanya memperkaya wawasan, tetapi juga memberikan landasan baginya untuk berperan sebagai penulis dan intelektual yang aktif dalam mengembangkan identitas Dayak dan kebangsaan Indonesia.
Perjuangan Melawan Penjajahan
Dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Tjilik Riwut ikut membentuk Pasukan MN 1001. Pasukan ini dibentuk untuk merebut Kalimantan dari kendali NICA, yang mencoba kembali menguasai wilayah Indonesia pasca Proklamasi Kemerdekaan.
Sebagai salah satu komandan pasukan, Tjilik Riwut menggalang kekuatan di Kalimantan dan mengorganisasi perlawanan terhadap penjajah. Melalui Pasukan MN 1001, ia berhasil memimpin operasi-operasi gerilya yang bertujuan untuk menarik simpati rakyat Kalimantan agar mendukung perjuangan kemerdekaan.
Selain itu, Tjilik Riwut juga ikut dalam Operasi Penerjunan Pasukan Payung Pertama yang dilakukan oleh TNI-AU pada 17 Oktober 1947. Meskipun ia tidak ikut terjun langsung, Tjilik bertindak sebagai penunjuk jalan dalam operasi ini, yang menandai momen penting dalam sejarah Angkatan Udara Republik Indonesia.
Operasi ini berhasil menggalang dukungan dari masyarakat lokal di wilayah Kotawaringin, Kalimantan, dan menjadi bagian dari upaya gerilya melawan Belanda.
Tjilik Riwut juga terlibat dalam pengambilan Sumpah Setia kepada Pemerintah Republik Indonesia bersama enam pemuda Dayak pada 17 Desember 1946 di Yogyakarta. Sumpah tersebut disaksikan langsung oleh Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, serta para menteri dan gubernur.
Tindakan ini mencerminkan komitmen Tjilik Riwut dan komunitas Dayak untuk mendukung penuh kemerdekaan Indonesia. Peran-peran ini menunjukkan dedikasi Tjilik Riwut dalam mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan, baik melalui operasi militer maupun diplomasi.
Karier di Pemerintahan
Pada tahun 1951, ia diangkat menjadi Bupati Kotawaringin hingga tahun 1956. Dalam kapasitasnya sebagai Bupati, Tjilik Riwut menyuarakan suara masyarakat Dayak yang menginginkan pembentukan provinsi baru di Kalimantan. Dorongan ini berasal dari keinginan untuk memiliki provinsi yang dapat secara efektif mewakili kepentingan dan kebudayaan suku Dayak. Berkat upaya diplomatiknya, aspirasi tersebut akhirnya terwujud dengan terbentuknya Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 1957.
Pada tahun 1958, Tjilik Riwut diangkat menjadi Gubernur Kalimantan Tengah yang pertama. Selama masa jabatannya, ia fokus pada pembangunan infrastruktur dan pengembangan wilayah. Salah satu pencapaian besarnya adalah transformasi Kampung Pahandut menjadi Palangkaraya, yang kemudian menjadi ibu kota Kalimantan Tengah.
Tidak hanya itu, Tjilik Riwut juga menunjukkan visi besar untuk Indonesia dengan mengusulkan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Palangkaraya kepada Presiden Sukarno. Usulan ini bahkan sempat mendapat tanggapan positif dari Presiden dan anggota Dewan Nasional. Meskipun rencana tersebut tidak terwujud, ide pemindahan ibu kota mencerminkan keberanian dan visi jangka panjang Tjilik Riwut untuk pembangunan Indonesia.
Masa Setelah Menjabat Gubernur
Peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965, yang mengguncang tatanan politik Indonesia, turut memengaruhi posisi Tjilik Riwut. Ia dianggap sebagai salah satu figur yang dekat dengan Presiden Sukarno, sehingga setelah pergantian kekuasaan dan munculnya stigma terhadap para pendukung Sukarno, Tjilik dipaksa mengundurkan diri dari jabatan gubernur pada Februari 1967.
Meskipun harus melepaskan jabatannya sebagai gubernur, Tjilik Riwut tetap melanjutkan kiprahnya di pemerintahan. Ia menempati posisi penting di Departemen Dalam Negeri, di mana ia terus memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa.
Selain itu, Tjilik juga terpilih sebagai anggota DPR/MPR, di mana ia bertugas sebagai wakil rakyat hingga akhir masa hidupnya. Karier politiknya di parlemen memperlihatkan komitmennya terhadap pembangunan Indonesia, khususnya dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat Kalimantan dan Indonesia pada umumnya.
Wafat
Tjilik Riwut wafat pada 17 Agustus 1987. Ia meninggal di usia 69 tahun akibat penyakit liver dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Sanaman Lampang di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, sebagai penghormatan atas jasa-jasanya. Wafatnya yang bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia, yang memperkuat simbolisme kontribusinya dalam perjuangan dan pembangunan bangsa.
Sebagai pengakuan atas pengabdiannya, pada tahun 1998, Tjilik Riwut dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 108/TK/Tahun 1998. Selain itu, TNI Angkatan Udara juga memberikan gelar anumerta Marsekal Pertama, sebagai bentuk penghormatan atas kontribusinya dalam dunia militer, terutama di lingkungan AURI. Salah satu bentuk penghormatan yang paling terlihat atas jasanya adalah penamaan Bandara Tjilik Riwut di Palangka Raya, yang menjadi pengingat akan kontribusi besar beliau bagi Kalimantan Tengah dan Indonesia.
Sepanjang hidupnya, Tjilik Riwut menerima berbagai penghargaan yang mengakui perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa. Di antaranya adalah Bintang Mahaputera, Bintang Sewindu APRI, dan Bintang Gerilya, yang diberikan sebagai bentuk penghargaan atas keberanian, pengabdian, serta kepemimpinannya dalam berbagai bidang. Penghargaan-penghargaan ini menegaskan betapa besarnya kontribusi Tjilik Riwut terhadap bangsa Indonesia.
Bio Data Tjilik Riwut
Nama Lengkap | Marsekal Pertama TNI (HOR) (Purn.) Anakletus Tjilik Riwut |
Nama Kecil | Anakletus Tjilik Riwut |
Nama Lain | Tjilik Riwut, Cilik Riwut |
Tempat, Lahir | Kasongan, Borneo, Hindia Belanda, 2 Februari 1918 |
Tempat, Wafat | Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia, 17 Agustus 1987 (umur 69) |
Makam | Taman Makam Pahlawan Sanaman Lampang, Palangka Raya, Kalimantan Tengah |
Agama | Katolik |
Bangsa | Indonesia |
Pekerjaan | Tentara |
Dinas Militer | TNI Angkatan Udara |
Pangkat Militer | Marsekal Pertama TNI AU |
Satuan | Korps Pasukan Khas |
Ayah | Riwut Dahiang |
Ibu | Piai Sulang |
Isteri/Pasangan | Clementine Suparti |
Anak | Emilia Enon Herjani A.R. Hawun Meiarti Theresia Nila A.T. Kameloh Ida Lestari Anakletus Tarung Tjandrautama Tjilik Riwut |
Riwayat Pendidikan Tjilik Riwut
Jenjang Pendidikan | Nama Sekolah | Tahun |
---|---|---|
Sekolah Rakyat | vervolgschool Zending, Kasongan | 1930 |
Sekolah Menengah | Sekolah Perawat Taman Dewasa di Yogyakarta | 1930 – 1933 |
Sekolah (kursus) | Rumah Sakit Bayu Asih, Purwakarta | |
Sekolah (kursus) | Rumah Sakit Immanuel, Bandung | |
Akademi | Akademi Angkatan Udara | 1945 |
Karya Tjilik Riwut
Judul | Tahun Terbit |
---|---|
Makanan Dayak | 1948 |
Sejarah Kalimantan | 1952 |
Kalimantan Memanggil | 1958 |
Memperkenalkan Kalimantan Tengah dan Pembangunan Kota Palangka Raya | 1962 |
Manaser Panatau Tatu Hiang | 1965 |
Kalimantan Membangun | 1979 |
Karir Tjilik Riwut
Instansi/Tempat | Jabatan | Masa Jabatan |
---|---|---|
Bupati Kotawaringin Timur | Bupati | 1950 – 1957 |
Dewan Perwakilan Rakyat-Getoeloe Raad | Anggota | 1950-an |
Gubernur Kalimantan Tengah | Gubernur | 30 Juni 1958 – Februari 1967 |
Dewan Perwakilan Rakyat | Anggota | 28 Oktober 1971 – 17 Agustus 1987 |
Penghargaan Bintang Tjilik Riwut
Penghargaan (tahun) | Gambar |
---|---|
Bintang Mahaputera Adipradana (6 November 1998) | |
Bintang Mahaputera Utama (7 Agustus 1995) | |
Bintang Gerilya | |
Satyalancana Karya Satya (Kelas I) | |
Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia | |
Satyalancana Kesetiaan 24 Tahun | |
Satyalancana Perang Kemerdekaan I | |
Satyalancana Perang Kemerdekaan II | |
Satyalancana G.O.M I | |
Satyalancana G.O.M IV | |
Satyalancana Wira Dharma | |
Satyalancana Penegak |
Kami ingin membuat pengalaman membaca kamu sebaik mungkin! Jika kamu menemukan informasi yang kurang tepat atau hilang dalam konten kami, kami sangat menghargai kontribusi kamu untuk memperbaikinya.
Dengan kerjasama kamu, kami dapat memastikan bahwa setiap informasi yang kami bagikan akurat dan bermanfaat bagi semua pembaca kami. Jangan ragu untuk memberi tahu kami melalui kolom komentar di bawah setiap artikel atau melalui halaman Contact Us.
Setiap masukan dari kamu sangat berarti bagi kami, dan kami selalu siap untuk meningkatkan kualitas layanan kami berkat kontribusi kamu. Terima kasih atas dukungan dan kerjasama kamu!