Kabinet Wilopo merupakan kabinet zaken, yang berarti jajaran kabinetnya diisi oleh para tokoh ahli di bidangnya masing-masing, bukan sebagai representasi dari partai politik tertentu.
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno awalnya menunjuk Sidik Djojosukarto (PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) sebagai formatur, namun upaya tersebut gagal.
Selanjutnya, Presiden menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah dua minggu bekerja keras, berhasillah dibentuk kabinet baru di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Wilopo, sehingga terbentuklah Kabinet Wilopo.
Susunan Kabinet Wilopo
Jabatan | Foto | Pejabat | Waktu Menjabat | Partai |
---|---|---|---|---|
Presiden | Ir. Soekarno | 18 Agustus 1945 – 12 Maret 1967 | ||
Wakil Presiden | Mohammad Hatta | 18 Agustus 1945 – 1 Desember 1956 | ||
Perdana Menteri | Sukiman Wirjosandjojo | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Wakil Perdana Menteri | Suwirjo | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Luar Negeri | Achmad Soebardjo | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Dalam Negeri | Iskak Tjokroadisurjo | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Pertahanan | R. Mas Sewaka | 9 Mei 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Kehakiman | Mohammad Yamin | 27 April 1951 – 14 Juni 1951 | ||
Menteri Kehakiman (ad interim) | Melkias Agustinus Pellaupessy | 14 Juni 1951 – 20 November 1951 | ||
Menteri Kehakiman | Mohammad Nasrun | 20 November 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Penerangan | Arnold Mononutu | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Keuangan | Jusuf Wibisono | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Pertanian | Suwarto | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Perdagangan dan Perindustrian | Soejono Hadinoto | 27 April 1951 – 16 Juli 1951 | ||
Menteri Perdagangan dan Perindustrian | Wilopo | 16 Juli 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Perhubungan | Djuanda Kartawidjaja | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga | Ukar Bratakusumah | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Perburuhan | Iskandar Tedjasukmana | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Sosial | Sjamsuddin Sutan Makmur | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan | Wongsonegoro | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Agama | Wahid Hasjim | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Kesehatan | Johannes Leimena | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Urusan Umum | Melkias Agustinus Pellaupessy | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Urusan Pegawai | Pandji Suroso | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Urusan Agraria | Gondokusomo | 20 November 1951 – 6 Maret 1952 |
Table of Contents
ToggleProgram Kerja Kabinet Wilopo
Kabinet Wilopo menetapkan dua program kerja yang terbagi dalam program kerja dalam negeri dan program kerja luar negeri.
Program kerja dalam negeri Kabinet Wilopo mencakup: penyelenggaraan pemilihan umum untuk memilih Dewan Konstituante, DPR, dan DPRD; peningkatan kemakmuran rakyat; peningkatan pendidikan rakyat; serta pemulihan stabilitas keamanan negara.
Sementara itu, dalam program kerja luar negeri Kabinet Wilopo, fokus pada: penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda; pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia; dan pelaksanaan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Akhir Kabinet Wilopo
Kabinet Wilopo, selama masa pemerintahannya, menghadapi sejumlah tantangan yang diuraikan dalam modul Perkembangan Kehidupan Politik. Tantangan-tantangan tersebut mencakup:
1. Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi muncul karena turunnya harga barang-barang ekspor Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
Defisit kas negara semakin memburuk karena pendapatan negara menurun, terutama setelah hasil panen menurun, memaksa negara untuk mengeluarkan biaya besar untuk mengimpor beras.
2. Munculnya Gerakan Separatis
Munculnya gerakan separatis dan sikap provinsialisme mengancam persatuan bangsa, terutama karena ketidakpuasan terhadap alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak merata.
3. Konflik Politik di Internal TNI dan Pemerintahan
Peristiwa 17 Oktober 1952, dimana pemerintah berupaya menempatkan TNI sebagai alat sipil, memicu ketidakpuasan di kalangan partai politik.
Konflik semakin memuncak dengan masalah internal dalam TNI terkait kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno.
Perdebatan dalam parlemen muncul setelah adanya petisi mengenai penggantian KSAD. Konflik ini semakin memanas dengan surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanan di Sulawesi Selatan, memicu demonstrasi di berbagai daerah menuntut bubarnya parlemen.
4. Munculnya Peristiwa Tanjung Morawa
Peristiwa Tanjung Morawa berawal dari persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli), dimana terjadi bentrokan antara aparat kepolisian dengan petani liar mengenai kepemilikan tanah. Para petani menolak pergi dan akhirnya terjadi bentrokan bersenjata, mengakibatkan beberapa petani tewas.
Kekuasaan Kabinet Wilopo berakhir setelah peristiwa Tanjung Morawa, di mana Serikat Tani Indonesia menyatakan mosi tidak percaya terhadap kabinet, memaksa Wilopo untuk mengembalikan mandatnya kepada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.