Kabinet Hatta II, menjalankan pemerintahan sejak 4 Agustus 1949 sampai 14 Desember 1949, merupakan hasil dari perubahan penting setelah berakhirnya Kabinet Darurat.
Pada masa sebelumnya, Indonesia berada dalam tekanan Belanda, yang menguasai Yogyakarta di tengah penahanan pemimpin-pemimpin Indonesia dan melancarkan Agresi Militer Belanda II.
Namun, dengan berhasilnya RI merebut kembali Yogyakarta dan kepulangan para pemimpin Indonesia, Sjafruddin mengembalikan pemerintahan kepada presiden.
Tindakan ini menandai dimulainya babak baru, di mana presiden kembali memilih perdana menteri baru, mengakhiri periode Kabinet Darurat.
Berakhirnya Kabinet Darurat memaksa Soekarno untuk menentukan penerus pemerintahan. Akhirnya, Soekarno memutuskan untuk memberikan mandat kembali kepada Hatta, sehingga terbentuklah Kabinet Hatta II.
Susunan Kabinet Hatta II
Jabatan | Foto | Pejabat | Waktu Menjabat | Partai |
---|---|---|---|---|
Presiden | Ir. Soekarno | 18 Agustus 1945 – 12 Maret 1967 | ||
Perdana Menteri | Mohammad Hatta | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Wakil Perdana Menteri | Sjafruddin Prawiranegara | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Luar Negeri | Agus Salim | 4 Agustus 1949 – 21 Oktober 1949 | ||
Menteri Luar Negeri | Hamengkubuwono IX | 21 Oktober 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Dalam Negeri | Wongsonegoro | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Kehakiman | Susanto Tirtoprodjo | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Penerangan | R. Sjamsoeddin | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Keuangan | Lukman Hakim | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Persediaan Makanan Rakyat | IJ Kasimo | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Kemakmuran | IJ Kasimo | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Perhubungan | Herling Laoh | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Pekerjaan Umum | Herling Laoh | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Perburuhan dan Sosial | Koesnan | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan | Ki Sarmidi Mangunsarkoro | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Agama | Masjkur | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Kesehatan (ad Intrerim) | dr. Surono | 4 Agustus 1949 – 1 Desember 1949 | ||
Menteri Kesehatan | Johannes Leimena | 1 Desember 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Negara | Sukiman Wirjosandjojo | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Negara | Djuanda Kartawidjaja | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Negara | Johannes Leimena | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 | ||
Menteri Negara | Hamengkubuwono IX | 4 Agustus 1949 – 14 Desember 1949 |
Akhir Kabinet Hatta II
Pada masa pemerintahan Kabinet Hatta II, peristiwa penting lain yang berlangsung adalah Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Belanda dan Indonesia, berlangsung dari 2 Agustus 1949 hingga 2 November 1949.
Moh. Hatta, yang memegang peran sentral dalam KMB, bersama dengan Soekarno dan beberapa tokoh lainnya, pergi ke Den Haag, Belanda, untuk berpartisipasi dalam konferensi tersebut.
Melalui serangkaian perundingan yang intensif, Konferensi Meja Bundar menghasilkan kesepakatan terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS).
Terbentuknya RIS sebagai hasil KMB juga membawa perubahan signifikan dalam politik Indonesia. Sebagai konsekuensinya, Kabinet Hatta II pun dibubarkan. Hal ini mengindikasikan transisi menuju periode baru dalam sejarah Indonesia pasca-kemerdekaan.
Dengan demikian, pada tanggal 20 Desember 1949, dibentuklah kabinet baru yang dikenal sebagai Kabinet RIS (Republik Indonesia Serikat), yang memimpin negara dari 20 Desember 1949 hingga 6 September 1950.
Moh. Hatta dalam Konferensi Meja Bundar menegaskan pentingnya diplomasi dalam mencapai kesepakatan politik yang signifikan.
Keterlibatan aktifnya bersama dengan Soekarno dan para pemimpin lainnya memperlihatkan komitmen Indonesia untuk mencapai solusi damai dalam menyelesaikan konflik dengan Belanda.
Kesuksesan KMB dalam membentuk RIS dan perubahan politik yang diikuti dengan pembentukan Kabinet RIS menandai langkah-langkah awal Indonesia dalam membangun struktur pemerintahan yang stabil pasca-kemerdekaan.