Mr. Luat Siregar merupakan Wali Kota Medan pertama setelah kemerdekaan, ia juga dikenal karena perannya di Sumatera Timur saat masa transisi yang penuh gejolak.
Luat Siregar dengan latar belakang hukumnya memulai karirnya dengan peraktik hukum sebagai pengacara lalu bergerak ke dunia politik terpilih menjadi Wali Kota Medan dan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara.
Table of Contents
ToggleLatar Belakang dan Pendidikan
Luat Siregar lahir di Sipirok, Keresidenan Tapanuli pada 28 November 1908. Ia menempuh pendidikan formalnya di Hollandsch Inlandsche School (HIS) Sipirok.
Tamat dari HIS Sipirok, Luat Siregar kemudian melanjutkan pendidikannya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Batavia dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 1926. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya ke Algemeene Middelbare Shool (AMS)
Luat Siregar memiliki minat terhadap ilmu hukum oleh karena itu ia melanjutkan pendidikannya ke Rechthoogeschool te Batavia, setelah itu ia melanjutkan pendidikan hukumnya ke Universitas Leiden dan berhasil lulus sebagai candidat Doctoraal Indisch Rect dan mendapat gelar Meester in de Rechten (MR) pada tahun 1934.
Karier Awal
Pada tahun 1935, Luat Siregar kembali ke Hindia Belanda dan memulai karir nya sebagai pengacara di Raad van Justitie Medan.
Tidak hanya di dunia hukum, Luat Siregar juga bergabung dengan organisasi, ia bergabung dengan Taman Persahabatan sebuah organisasi sosial kemasyarakatan.Â
Pada tahun 1936, Luat Siregar terpilih sebagai Ketua di organisasi Taman Persahabatan, pada masa kepemimpinannya ia mencoba membentuk serikat dagang yang bernama Inlandsche Handelsvereeniging, mencakup Sumatera Timur, Aceh dan Tapanuli.Â
Inlandsche Handelsvereniging ini dibentuk untuk tujuan membantu menguatkan basis ekonomi para pedagang pribumi yang saat itu masi lemah dibanding pedagan Tionghoa, Arab dan lainnya.
Pada tahun 1937, Parindra membentuk komisi ekonomi di Medan, Luat Siregar ikut bergabung sebagai perwakilan dari Inlandche Handelsvereeniging. Komisi ekonomi Parindra ini diberi tugas untuk menyelidiki kondisi ekonomi pribumi untuk dilaporkan ke Parindra Pusat.
Luat Siregar kemudian menginisiasi untuk mengadakan rapat besar di Medan, hal ini bertujuan untuk mendapat persetujuan dari banyak orang agar komposisi anggota dewan sama jumlahnya antara orang Belanda dan Pribumi, terutama di tiga kota utama seperti Medan, Padang dan Palembang.
Dari rapat ini dibentuk sebuah komite dan ditentukan Mr Luat Siregar sebagai ketua, Soelaiman Hasiboean yang saat itu menjabat sebagai dewan kota dan editor Pewarta Deli serta Editor Sinar Deli juga bergabung sebagai anggota.
Pendudukan Jepang
Pada tahun 1942, Jepang sampai di Sumatera Timur, struktur pemerintahan mengalami perombakan besar-besaran. Pada masa transisi ini, Luat Siregar dipercaya menduduki jabatan sebagai Sekretaris Kota Medan.
Selain bekerja di pemerinahan, Luat Siregar juga aktif dalam organisasi BOMPA (Badan Oentoek Membantoe Pertahanan Asia), sebuah organisasi bentukan Jepang untuk menggerakkan rakyat Asia untuk mendukung Kaisar Jepang.
Masa Revolusi
Setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu serta Indonesia memproklamsikan kemerdekaan Indonesia, struktur pemerintahan kembali dirubah. Pada 3 Oktober 1945, Luat Siregar diangkat menjadi Wali Kota Medan hingga 10 November 1945, cukup singkat ia menjabat karena kondisi sosial politik yang saat itu masi berat dan tidak stabil.
Kota Medan statusnya dinaikkan menjadi Residen Sumatera Timur, Luat Siregar otomatis menjadi residen. Pasa saat yang sama juga ia terpilih sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia Sumatera Timur.
Pada tahun 1946, terjadi kekacauan di Sumatera Timur yang disebut dengan revolusi sosial. Keluarga sultan menganggap bahwa kaum republikan akan mendatangkan penderitaan sementara disisi lain para garis keras republik menggap pemimpin sudah salah dalam mengurus pemerintahan.
Terjadilah pembunuhan keluarga sultan, Luat Siregar yang menjabat sebagai residen saat itu tak berdaya mengatasi perseteruan dua kelompok ini, karena itu ia memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai Residen.
Keluarga kesultanan yang mendapat dukungan dari Belanda membentuk Negara Sumatera Timur, kondisi yang semakin memanas ini membuat para republikan pindah ke luar Sumatera Timur mengungsi ke Pematang Siantar. Residen Sumatera Timur di Pematang Siantar di pimpin oleh Abdul Abbas Siregar.
Masa Penyerahan Kedaulatan
Pada tahun 1947, Luat Siregar terpilih sebagai Anggota Komete Nasional Indonesia Pusat di Yogyakarta.
Pada tahun 1950, Luat Siregar diangkat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) dari Partai Rakyat Kedaulatan.Â
Luat Siregar sempat di calonkan sebagai Wakil Ketua II DPRS bersama Arudji Kartawinata dan Melkias Agustinus Pellaupessy. Arudji mendapat 56 suara sementara Luad dan Melkias mendapat 47 suara.Â
Akhir Hayat
Pada hari Kamis pukul 15:30, 19 Februari 1953, Luat menghembuskan nafas terakhirnya di Medan.Â
Tidak banyak catatan tentang mengapa Luat Siregar wafat, jika kamu mempunyai catatan tentang Luat Siregar ini dan ingin melengkapi data ini menjadi lebih lengkap, kamu bisa menghubungi kami melalui laman Contact Us atau bisa komen langsung di Kolom Komentar dibawah ini.
Sumber:
- “Sejarah Kota Medan (36): Mr. Luat Siregar dari Sipirok; Walikota Medan Pertama dan Residen Sumatera Timur Pertama (1945)” akhirmh.blogspot.com (Diakses pada 27 November 2025)
- “Mengenal Sosok Luat Siregar, Wali Kota Medan Pertama Pasca Kemerdekaan” www.merdeka.com (Diakses pada 27 November 2025)
- “Walikota Medan Sepanjang Masa” portal.medan.go.id (Diakses pada 27 November 2025)
- “Moh.Yamin dan Luat Siregar tentang Keanggotaan Indonesia dalam PBB” (Diakses pada 27 November 2025)
- “8 Putra Batak yang Pernah Jadi Wali Kota Medan, Luat Siregar hingga Bobby Nasution” medan.tribunnews.com (Diakses pada 27 November 2025)
- “Pembantaian raja dan keluarga raja raja Melayu di Sumatera, perlu diketahui masyarakat” kabardaerah.com (Diakses pada 27 November 2025)






