Want to Partnership with me? Book A Call

Popular Posts

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Categories

Edit Template

DN Aidit: Pemimpin PKI dan dalang G30S/PKI

Walaupun belum ada kepastian mengenai otak dari peristiwa G30S/PKI, namun seringkali nama DN Aidit dihubungkan dengan tragedi tersebut. Terlebih lagi, kontribusi DN Aidit dalam membangun reputasi Partai Komunis Indonesia diduga menjadi pemicu dari pemberontakan G30S/PKI.

Menurut penelitian Arif Zulkifi, dkk (2010) yang terdapat dalam buku Soekarno: Paradoks Revolusi Indonesia, sebelum terjadinya G30S/PKI, DN Aidit telah memberikan instruksi kepada biro khusus PKI untuk mengantisipasi kemungkinan sakitnya Soekarno dengan mempersiapkan suatu gerakan. 

Tindakan tersebut kemudian berujung pada kejadian kelam dalam sejarah Indonesia, yakni Pemberontakan G30S/PKI, dimana tujuh jenderal Angkatan Darat diculik dan ditemukan tewas di Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Namun, siapakah sebenarnya sosok DN Aidit? Berikut biografi tokoh kontroversial ini.

Masa Kecil dan Pendidikan DN Aidit

DN Aidit atau Achmad Aidit (nama kecil) lahir di Belitung dengan nama tersebut, sering dipanggil “Amat” oleh teman-temannya yang akrab. Dia adalah anak dari Abdullah Aidit, yang pernah memimpin perlawanan pemuda di Belitung terhadap kekuasaan kolonial Belanda. Setelah kemerdekaan, Abdullah menjadi anggota DPRS mewakili rakyat Belitung. Selain itu, Abdullah mendirikan perkumpulan keagamaan bernama “Nurul Islam,” yang berorientasi pada Muhammadiyah.

Ibunya, Mailan, berasal dari keluarga ningrat di Belitung, putri dari Ki Agus Haji Abdul Rachman dan Nyayu Aminah. Ki Agus dikenal sebagai peneroka kampung Batu Itam serta pemilik tanah yang dibukanya. Asal-usul Aminah masih belum jelas, meskipun sumber sekunder menyebut bahwa leluhur ibu Aidit berasal dari Nagari Maninjau, Sumatera Barat.

Aidit adalah anak sulung dari empat bersaudara, termasuk dua saudara tiri yang bernama Asahan dan Sobron.

Setelah menyelesaikan pelajaran HIS di Bangka, Aidit pergi ke Jawa dan dititipkan kepada orang dari desanya, Maninjau, yang telah menetap di Bandung, yaitu Isa Anshari. Selama hampir empat tahun, Aidit tinggal bersama keluarga Isa Anshari, sehingga mereka memiliki hubungan layaknya adik dan kakak. 

Meskipun nantinya mereka menjadi lawan politik, hubungan pribadi Aidit dan Isa tetap terjaga. Mereka sering bertemu, bahkan Aidit pernah memberikan buku tentang komunisme kepada putra sulung Isa Anshari, Endang Saifuddin Anshari.

Seiring beranjak dewasa, Achmad Aidit mengubah namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit. Ia memberitahukan perubahan tersebut kepada ayahnya, yang langsung menyetujuinya.

Karir Politik dan Mengenal Komunis

Pada tahun 1940, ia mendirikan “Antara”, sebuah perpustakaan di Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Bersama teman sekontrakan bernama Mochtar, Aidit juga membuka usaha penjahitan yang dinamai “Antara”. Lokasinya yang strategis menjadikannya sebagai tempat berkumpul para aktivis pada masa itu, termasuk Adam Malik dan Chaerul Saleh

Tempat ini juga menjadi sarang para seniman terkenal yang dikenal dengan sebutan seniman Senen, mayoritas berasal dari Minangkabau dan banyak yang berdagang serta membuka restoran.

Aidit kemudian bergabung dengan Sekolah Dagang (“Handelsschool”). Di sini, ia belajar teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda yang kemudian berubah menjadi Partai Komunis Indonesia. Melalui aktivitas politiknya, ia mulai mengenal tokoh-tokoh yang akan memainkan peran penting dalam politik Indonesia. 

Pada awalnya, Mohammad Hatta sangat mendukungnya dan Aidit menjadi anak didik kesayangan Hatta. Namun, pada akhirnya, perbedaan ideologi membuat mereka berpisah jalan.

Meskipun sebagai seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern), Aidit mendukung paham Marhaenisme Soekarno dan membiarkan partainya berkembang tanpa menginginkan kekuasaan. Dukungannya terhadap Soekarno membuahkan hasil dengan posisi Sekjen dan kemudian Ketua PKI. 

Di bawah kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia, setelah Uni Soviet dan Tiongkok. Ia menginisiasi sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, dan lainnya.

Pada Pemilu 1955, Aidit dan PKI memperoleh banyak dukungan berkat program-program mereka untuk rakyat kecil di Indonesia. Selama beberapa dekade berikutnya, PKI menjadi kekuatan seimbang dengan unsur konservatif di antara partai-partai politik Islam dan militer. 

Berakhirnya sistem parlementer pada tahun 1957 semakin meningkatkan peran PKI dengan kekuatan ekstra-parlementer. Koneksi Aidit dan pemimpin PKI lainnya yang dekat dengan Presiden Soekarno membuat PKI menjadi organisasi massa yang sangat signifikan di Indonesia.

Peristiwa G30S/PKI

Ketika peristiwa G30S/PKI terjadi, DN Aidit menjabat sebagai Ketua CC PKI. Saat itu, sekelompok prajurit yang dipimpin oleh Letkol Untung menyerbu kediaman para jenderal TNI AD.

Para perwira tinggi TNI AD dituduh melakukan makar terhadap Soekarno. Sebanyak 7 perwira tinggi ini tewas di tangan PKI dalam peristiwa tersebut, meskipun pemberontakan yang dilakukan berhasil diredam.

Beberapa hari setelah peristiwa itu, Mayjen Soeharto memerintahkan pengejaran dan penangkapan anggota serta pendukung PKI, termasuk DN Aidit. Menurut informasi dari situs merdeka.com dalam biografi DN Aidit, ia diduga menjadi dalang di balik Gerakan 30 September. Setelah kegagalan gerakan tersebut, DN Aidit melarikan diri.

Dia bersembunyi dari pengejaran militer di Jakarta dan kemudian berpindah ke Solo. Pada tanggal 21 November 1965, tim intelijen Brigif IV berhasil menemukan DN Aidit bersembunyi di Kampung Sambeng, Solo, Jawa Tengah.

DN Aidit menyembunyikan dirinya di rumah seorang simpatisan PKI dan berhasil ditangkap di dalam lemari oleh Kolonel Jasir Hadibroto.

DN Aidit Dieksekusi 

Setelah ditangkap, Kolonel Jasir Hadibroto membawa DN Aidit ke Boyolali, di mana mereka menuju Markas Batalyon 444. Di sana, Aidit meminta untuk bertemu dengan Soekarno sebelum tindakan selanjutnya diambil.

Sebagai Ketua CC PKI, Aidit kemudian diarahkan ke sebuah sumur tua di belakang asrama markas batalyon. Dia diberi waktu 30 menit sebelum dieksekusi.

Selama setengah jam itu, Aidit berpidato dengan penuh semangat. Tentara yang kesulitan mengendalikan emosi akhirnya menembak langsung ke tubuh pemimpin PKI dan Menteri Koordinator saat itu.

Tubuh Aidit jatuh terkena tembakan dan masuk ke dalam sumur tua tersebut. Sampai sekarang, kebenaran mengenai kematian Aidit masih penuh tanda tanya. Bahkan lokasi pemakamannya tetap menjadi misteri dan belum terungkap.

Share Article:

arsipmanusia.com

Writer & Blogger

Considered an invitation do introduced sufficient understood instrument it. Of decisively friendship in as collecting at. No affixed be husband ye females brother garrets proceed. Least child who seven happy yet balls young. Discovery sweetness principle discourse shameless bed one excellent. Sentiments of surrounded friendship dispatched connection is he. Me or produce besides hastily up as pleased. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baru Terbit

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Jenderal AH Nasution

Jenderal Abdul Haris Nasution, lahir pada 3 Desember 1918, adalah sosok kunci dalam sejarah Indonesia yang memberikan kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan negara.

Join the family!

Sign up for a Newsletter.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.
Edit Template
Tombol Provinsi Indonesia
Scroll to Top