Donald Izacus Panjaitan, juga dikenal sebagai DI Panjaitan, adalah salah satu individu yang secara anumerta dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi. Ia merupakan salah satu dari enam perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang menjadi korban dalam peristiwa yang dikenal sebagai Gerakan 30 September (G30S) 1965 di Jakarta.
Pasca peristiwa tersebut, mereka diberi gelar pahlawan oleh negara, namun hingga saat ini, latar belakang serta pemicu dari peristiwa tersebut masih menjadi sumber perdebatan, terutama di kalangan para sejarawan. Beberapa publikasi resmi pemerintah RI masih menyebut peristiwa tersebut sebagai G30S PKI.
Sebagaimana yang dicatat oleh Asvi Warman Adam dalam artikelnya “Beberapa Catatan Tentang Historiografi Gerakan 30 September 1965” yang dimuat di Jurnal Archipel (2018), istilah G30S/PKI mulai muncul pada tahun 1966. Istilah ini kemudian diiringi dengan interpretasi tunggal bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan otak di balik upaya kudeta dalam peristiwa G30S 1965.
Interpretasi ini menjadi narasi utama dalam sejarah G30S yang digaungkan oleh rezim Orde Baru. Dalam konteks perjuangan DI Panjaitan selama peristiwa G30S tersebut, akan diuraikan dengan singkat dalam ulasan biografinya.
Table of Contents
ToggleMasa Kecil dan Pendidikan
Donald Izacus Panjaitan, dikenal dengan panggilan DI Panjaitan, lahir pada 10 Juni 1925 di Desa Sitorang, Balige, Tapanuli. Anak dari Herman Panjaitan dan Dina Pohan, Donald, yang akrab dipanggil DI Panjaitan, menunjukkan bakat cerdasnya sejak masa sekolah dasar di Hollandsch Inlandsche School (HIS).
Karena kecerdasannya yang luar biasa, dia diterima secara langsung di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) tanpa mengikuti ujian. Menurut Mardanas Safwan dalam bukunya yang berjudul “Major Jenderal Anumerta D.I. Panjaitan” (1981), DI Panjaitan sangat ingin melanjutkan pendidikannya ke Hogere Burger School (HBS), sebuah sekolah menengah atas yang biasanya hanya orang yang berasal dari kalangan elit yang bisa bersekolah disitu.
Dia bahkan sudah mengikuti ujian masuk dan lulus. Namun, karena kendala ekonomi keluarganya, Donald terpaksa membatalkan rencana itu. Pada masa remajanya, dia harus menanggung penderitaan yang amat berat.
Ketika masih dalam pendidikan di MULO, kedua orang tuanya meninggal dunia, membuatnya menjadi seorang yatim piatu. Namun, dengan ketekunan yang dimilikinya, dia berhasil melampaui segala rintangan dan menyelesaikan pendidikan di MULO.
Militer
Tak berapa lama setelahnya, pasukan Jepang mendarat di Indonesia. Pada akhir 1944, Pemerintah Jepang membentuk pasukan lokal bernama Giyugun (tentara sukarela) di Sumatera. Pada saat itu, Donald bekerja di Ataka Sangyo Keboshihi Kaisha, sebuah perusahaan kayu di Siak Sri Indrapura yang menghasilkan kapal kayu dengan kekuatan hingga 200 ton.
Perusahaan ini menggunakan romusha dari Jawa untuk mendapatkan kayu dari hutan, dan sebagai seorang pegawai, Donald secara rutin menyaksikan perlakuan yang tidak manusiawi terhadap romusha tersebut. Melihat ketidakadilan tersebut, Donald tertarik untuk bergabung dengan tentara.
Ketika Jepang membentuk pasukan Giyugun, Donald segera mendaftar dan meninggalkan pekerjaannya. Dia bergabung dengan Giyugun pada saat Jepang mulai melemah dalam Perang Pasifik dan akhirnya menyerah pada 14 Agustus 1945. Setelah itu, Giyugun dibubarkan dan Donald kehilangan pekerjaannya di Riau.
Dalam situasi itu, dia berhubungan dengan rekan-rekan dari Giyugun dan pemuda lain yang juga memiliki latihan militer. Dia memulai pendirian Pemuda Republik Indonesia (PRI) di Riau.
Pada November 1945, PRI bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Badan semi-militer ini dibagi menjadi tiga batalyon di Pekanbaru, Bengkalis, dan Indragiri. Donald diangkat sebagai Komandan Batalyon Pekanbaru. BKR kemudian diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dan Donald menjadi Komandan Batalyon Resimen IV Riau dengan pangkat Mayor.
Beberapa tahun kemudian, pangkatnya turun menjadi Kapten karena kebijakan rekonstruksi dan rasionalisasi (Re-ra). Meski begitu, karier militernya terus berlanjut hingga lebih dari setengah usianya dihabiskan dalam lingkungan militer. Ketika Ahmad Yani menjadi pimpinan tertinggi di Angkatan Darat, Donald dipromosikan menjadi Asisten 4/Logistik Menteri/Panglima Angkatan Darat (Menpangad) pada 1 Juli 1962, masih dengan pangkat Kolonel.
Setahun kemudian, pada 1963, dia naik pangkat menjadi Brigadir Jenderal. Kedudukannya sebagai orang kanan Ahmad Yani membuatnya masuk dalam daftar orang yang diculik oleh kelompok tentara yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung.
G30S/PKI dan Wafatnya DI Panjaitan
Pada awal Oktober 1965, sekitar 50 tentara bersenjata penuh dari pasukan Cakrabirawa tiba di rumah Brigjen DI Panjaitan di Kebayoran Baru, Jakarta. Dipimpin oleh Sersan Soekarjo, mereka datang dengan maksud menculik Panjaitan, apapun keadaannya.
Pasukan tersebut bergerak di sekitar rumah Panjaitan, langkah mereka bersama benda-benda keras menciptakan kegaduhan. Istri Panjaitan terbangun dan melihat mereka dari jendela lantai atas, lalu membangunkan suaminya. Tak lama kemudian, para tentara menembaki paviliun hingga pintunya terbuka.
Suara tembakan membangunkan tiga kemenakan Panjaitan, yang bahkan berusaha melawan gerombolan yang masuk ke dalam rumah. Anak-anak Panjaitan yang ketakutan terbangun oleh suara tembakan tersebut dan berlari ke kamar orang tua mereka. Panjaitan memerintahkan anak-anaknya untuk berbaring di lantai, kemudian anak buah Sersan Soekarjo memaksa pembantu rumah tangga untuk menunjukkan kamar Panjaitan.
Dengan penuh ketakutan, pembantu itu memanggil Panjaitan dari kamarnya. Dalam rangka melindungi keluarganya, Panjaitan turun ke lantai bawah setelah berdoa, mengenakan pakaian militer lengkap dengan tanda pangkatnya. Tak berselang lama, Panjaitan ditembak tepat di kepalanya. Tembakan tersebut tidak berhenti, bahkan setelah Panjaitan jatuh.
Peristiwa tragis ini disaksikan oleh keluarga Panjaitan. Jenazahnya kemudian diseret ke truk dan dibawa ke Lubang Buaya, ditemukan bersama perwira lainnya pada 4 Oktober 1965. Jenazah yang rusak itu akhirnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, dengan DI Panjaitan dianugerahi gelar Mayor Jenderal dan diakui sebagai pahlawan revolusi.
Bio Data DI Panjaitan
Nama Lengkap | Mayor Jenderal TNI (Anm.) Donald Isaac Pandjaitan |
Nama Kecil | Donald Isaac Pandjaitan |
Nama Lain | DI Panjaitan |
Lahir | Natolutali, Silaen, Bataklanden, Keresidenan Tapanuli, Hindia Belanda, 9 Juni 1925 |
Wafat | Lubang Buaya, Jakarta, Indonesia, 1 Oktober 1965 (umur 40) |
Makam | Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta |
Agama | Kristen |
Suku | Batak Toba |
Bangsa | Indonesia |
Pekerjaan | Tentara |
Pangkat Militer Terakhir | Mayor Jenderal TNI AD |
Keluarga | |
Ayah | Raja Herman Pandjaitan |
Ibu | Dina boru Napitupulu |
Istri | Marieke br. Tambunan |
Anak | Catherine Pandjaitan Masa Arestina Ir (Ing) Salomo Pandjaitan Letjen TNI (Purn.) Hotmangaraja Panjaitan Tuthy Kamarati Pandjaitan Riri Budiasri Pandjaitan |
Riwayat Pendidikan DI Panjaitan
Pendidikan (Tahun) | Tempat |
---|---|
Hollandsch-Inlandsche School | HIS |
Meer Uitgebreid Lager Onderwijs | MULO |
Pendidikan Militer Giyugun | Giyugun Bukittinggi |
Karir DI Panjaitan
Organisasi/Lembaga | Jabatan |
---|---|
Giyugun di Pekanbaru | Shodancho (Komandan Pleton) (1944-1945) |
TNI | Mayor (30 Oktober 1945- 30 Oktober 1948) |
BKR di Riau | Anggota (1945). |
TKR Resimen IV Divisi IX / Banteng | Komandan Batalyon I merangkap Kepala Latihan (1945-1947) |
Resimen IV Riau Utara Divisi IX / Banteng | Kepala Staf (1947-1948) |
Tentara Teritorium Sumatra | Kepala Bagian IV / Supply Komando (1948-1949). |
PDRI | Kepala Pusat Perbekalan PDRI (1948-1949) |
Tentara Teritorium Sumatera Utara | Kepala Bagian II / Operasi Komando |
KO TT I / Bukit Barisan | KO TT I / Bukit Barisan (1949-1952) |
TNI (Pangkat diturunkan karena adanya Kebijakan Re-Ra / Reorganisasi dan Rasionalisasi) | Kapten (30 Oktober 1948-1 Oktober 1952), |
TT II / Sriwijaya | Wakil Kepala Staf merangkap Pelaksana Kepala Staf (1952-1956). |
TNI | Mayor (1 Oktober 1952-1 Juni 1956) |
Senior Officer Courses of the Infantry School, India | Pendidikan (1956) |
Bonn, Jerman Barat | Asisten Atase Militer (1956-1960). |
TNI | Letnan Kolonel (1 Juni 1956-1 Juli 1960) |
TNI | Kolonel (1 Juli 1960-1 Juli 1963) |
Bonn, Jerman Barat | Atase Militer (1960-1962) |
Menteri Panglima Angkatan Darat | Asisten IV/Logistik (1962-1965). |
U.S Army General and Command Staff College | Perwira Siswa di Associate Courses (1963-1964) |
TNI | Brigadir Jenderal TNI (1 Juli 1963-5 Oktober 1965) |
TNI (gugur dalam pristiwa G30S/PKI) | Mayor Jenderal TNI Anumerta (5 Oktober 1965) |
Penghargaan DI Panjaitan
Tahun | Penghargaan |
---|---|
5 Oktober 1965 | Pahlawan Revolusi |
Penghargaan Bintang DI Panjaitan
Penghargaan | Gambar |
---|---|
Bintang Republik Indonesia Adipradana (10 November 1965) | |
Bintang Gerilya | |
Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia | |
Satyalancana Kesetiaan 16 Tahun | |
Satyalancana Perang Kemerdekaan I | |
Satyalancana Perang Kemerdekaan II | |
Satyalancana G.O.M II |