Kabinet Sjahrir III, yang dibentuk oleh Sjahrir pada tanggal 2 Oktober 1946, memasuki periode pemerintahan dengan tantangan besar.
Meskipun Sjahrir telah menghadapi perlawanan dari musuh-musuhnya selama kepemimpinannya di Kabinet Sjahrir I dan II, Presiden Soekarno tetap mempercayakan tanggung jawab pembentukan kabinet ketiganya.
Sayangnya, keberlangsungan Kabinet Sjahrir III hanya berumur delapan bulan, mengakhiri masa pemerintahan pada tanggal 27 Juni 1947.
Dalam formasi kabinet ini, tampaknya Masyumi, sebagai partai Islam, mendapatkan peran yang cukup signifikan, kendati hanya berbeda satu posisi dengan Partai Sosialis.
Perubahan strategis terjadi, di mana posisi kunci seperti Menteri Dalam Negeri diberikan kepada M. Roem dari Masyumi, dan Menteri Luar Negeri dipercayakan kepada Agus Salim.
Meskipun Partai Sosialis masih memiliki kendali, terlihat bahwa posisi-posisi vital telah beralih ke tangan Masyumi. Sebagai contoh, Menteri Pertahanan diserahkan kepada Amir Sjarifuddin dari Partai Sosialis bersama dengan Harsono Tjokroaminoto dari PSII.
Kelompok oposisi OPP, yang sebelumnya memainkan peran signifikan, kehilangan kursi dalam kabinet ini. Tokoh-tokoh seperti Tan Malaka, M Yamin, Iwa Kusumasumantri, A. Soebardjo, Soekarni, dan lainnya tidak diberikan tempat dalam keanggotaan kabinet tersebut.
Table of Contents
ToggleSusunan Kabinet Sjahrir III
Jabatan | Foto | Pejabat | Waktu Menjabat | Partai |
---|---|---|---|---|
Presiden | Ir. Soekarno | 18 Agustus 1945 – 12 Maret 1967 | ||
Wakil Presiden | Mohammad Hatta | 18 Agustus 1945 – 1 Desember 1956 | ||
Perdana Menteri | Sutan Sjahrir | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Luar Negeri | Sutan Sjahrir | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Muda Luar Negeri | Biografi Agus Salim | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Dalam Negeri | Mohammad Roem | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Muda Dalam Negeri | Wijono | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Kehakiman | Susanto Tirtoprodjo | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Muda Kehakiman | Hadi | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Keuangan | Sjafruddin Prawiranegara | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Muda Keuangan | Lukman Hakim | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Kemakmuran | Adenan Kapau Gani | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Muda Kemakmuran | Jusuf Wibisono | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Kesehatan | Darma Setiawan | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Muda Kesehatan | Johannes Leimena | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan | Soewandi | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Muda Pendidikan dan Kebudayaan | Gunarso | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Sosial | Maria Ulfah Santoso | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Muda Sosial | Abdoelmadjid Djojoadhiningrat | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Agama | Faturrachman | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Keamanan Rakyat | Amir Sjarifuddin | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Muda Keamanan Rakyat | Harsono Tjokroaminoto | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Penerangan | Mohammad Natsir | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Muda Penerangan | AR Baswedan | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Komunikasi | Djuanda Kartawidjaja | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Muda Komunikasi | Setyadjit Soegondo | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Pekerjaan Umum | Martinus Putuhena | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Muda Pekerjaan Umum | Herling Laoh | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Negara | Hamengku Buwono IX | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Negara | Wahid Hasyim | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Negara Urusan Pemuda | Wikana | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Negara | Sudarsono | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Negara Urusan Peranakan | Tan Po Gwan | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 | ||
Menteri Negara | Setiabudi | 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 |
Program Kerja Kabinet Sjahrir III
Meskipun program kerja Kabinet Sjahrir III tidak mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan dengan Kabinet Sjahrir II, beberapa pencapaian menonjol dapat dicatat.
Pertama, kabinet ini berhasil menciptakan ejaan baru yang dikenal sebagai ejaan Suwandi, yang menggantikan ejaan Belanda. Langkah ini memiliki dampak penting dalam pembentukan identitas nasional Indonesia melalui bahasa.
Selanjutnya, Kabinet Sjahrir III meraih pengakuan de facto dari luar negeri, khususnya dari Timur Tengah. Mesir menjadi pelopor dengan memberikan pengakuan pada tanggal 10 Juni 1947, mengukuhkan posisi Indonesia di mata dunia internasional.
Selama masa pemerintahan ini, terjadi perundingan penting dengan Belanda pada tanggal 7 Oktober 1946. Pada tanggal 9 Oktober 1946, kesepakatan genjatan senjata berhasil dicapai dengan Inggris, menandakan langkah awal menuju perdamaian di antara pihak-pihak yang terlibat.
Salah satu tonggak penting adalah perundingan Linggar Jati pada tanggal 15 November 1946, yang kemudian ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947. Kesepakatan ini menjadi landasan untuk mengatasi ketegangan dan mencari solusi damai dalam menghadapi konflik yang melibatkan Indonesia dan Belanda.
Akhir Kabinet Sjahrir III
Meskipun Kabinet Sjahrir III berhasil mencapai beberapa keberhasilan, hal tersebut tidak berarti bahwa tantangan telah sirna, karena masih ada kelompok yang menentang perjanjian Linggar Jati. Tantangan ini menjadi cobaan yang harus diatasi oleh pemerintahan tersebut.
Penting untuk dicatat bahwa kejatuhan Kabinet Sjahrir III tidak disebabkan oleh kelompok oposisi, tetapi oleh para pendukung Sjahrir sendiri, seperti Amir Sjarifuddin yang dikenal sebagai sayap kiri, beserta teman-temannya yang tidak setuju dengan adanya nota ultimatum dari Pemerintah Belanda.
Nota ultimatum tersebut menuntut pembentukan Pemerintahan Peralihan. Ironisnya, kejatuhan Kabinet Sjahrir III terjadi pada tanggal 27 Juni 1947, yang persis setahun setelah penculikan Sutan Sjahrir.
Hal ini menggambarkan bahwa ketegangan dan perpecahan internal dalam pemerintahan sendiri dapat menjadi faktor penentu keberhasilan atau kegagalan suatu kabinet.
Meskipun adanya pencapaian positif, tetap diperlukan upaya untuk meredakan perbedaan pandangan di antara para pemimpin yang pada akhirnya berujung pada kejatuhan kabinet tersebut.