Want to Partnership with me? Book A Call

Popular Posts

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Categories

Edit Template

IJ Kasimo: Pahlawan Nasional dan Pendiri Partai Katolik

Ignatius Joseph Kasimo atau yang lebih dikenal sebagai IJ Kasimo merupakan salah satu figur nasionalis yang berperan aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dia dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 10 April 1900 dan merupakan anak dari seorang tentara keraton, sehingga terpapar dengan nilai-nilai tradisi keraton sejak kecil. 

Kasimo menerima pendidikan di sekolah Muntilan yang didirikan oleh Romo Van Lith, yang menarik minatnya untuk lebih memahami agama Katolik, dan kemudian dibaptis dengan nama Katolik Ignatius Joseph.

Kasimo mulai terlibat dalam dunia politik pada tahun 1923 dengan mendirikan Partai Katolik dan menjadi anggota Volksraad dari tahun 1931 hingga 1942. 

Dia memulai karir politiknya dengan bergabung dalam Jong Java, dengan tujuan untuk mendidik anggotanya agar dapat berkontribusi dalam membangun Jawa Raya dengan cara mempercepat persatuan, meningkatkan keanggotaan, dan memupuk kecintaan terhadap budaya lokal.

Awal IJ Kasimo

Kasimo dilahirkan pada tanggal 10 April 1990 di Yogyakarta. Dia adalah anak keempat dari sebelas bersaudara. Ayahnya adalah seorang prajurit yang bertugas di Keraton Kesultanan Yogyakarta, sehingga dihormati sebagai Priayi. Ibunya bekerja keras untuk merawat anak-anak sambil membantu suaminya dengan berjualan di pasar. 

Tradisi pada masa itu menunjukkan bahwa anak sulung laki-laki biasanya dipersiapkan untuk menggantikan kedudukan ayahnya. Namun, karena anak sulung keluarga Ronosantiko telah meninggal dunia pada usia kecil, maka anak kedua keluarga Mangoenprawiro yang diarahkan untuk menggantikan ayahnya sebagai prajurit Mantrijeron. 

Kasimo dan saudara-saudaranya yang lain secara alami membantu pekerjaan rumah tangga. Meskipun tumbuh dalam lingkungan budaya abdi dalem dan Priayi, Kasimo tidak terperangkap dalam arus budaya tersebut. Dia tidak membiarkan dirinya terjerat dalam konsep pengabdian kepada raja sebagai satu-satunya tujuan hidup yang ditetapkan bagi seorang Priayi. 

Sebagai seorang anak desa biasa, ia memiliki keberanian untuk menjelajahi hal-hal baru dengan meninggalkan rumahnya untuk mengejar pendidikan yang lebih tinggi, dan mungkin juga mengejar impian baru yang tidak terbatas di luar dunia kepriayian.

Pendidikan IJ Kasimo

Meskipun Kasimo hanya dapat bersekolah di Tweede Inlandsche School (Sekolah Ongko Loro) di Kampung Gading, yang dekat dengan rumahnya, dia memiliki kesempatan untuk bersekolah.  

Ketika kakaknya dipersiapkan untuk menggantikan posisi ayah mereka, sebagai anak laki-laki tertua kedua, Kasimo secara otomatis harus mengambil tanggung jawab untuk keluarganya. Dia bekerja keras membantu ibunya dalam urusan rumah tangga serta membesarkan sembilan adiknya. 

Setelah lulus dari Bumi Putra Gading, Kasimo melanjutkan pendidikannya di sekolah keguruan di Muntilan, yang didirikan oleh Romo van Lith. Di sana, dia belajar tentang pentingnya nilai-nilai caritas. 

Caritas atau cinta kasih tidak hanya dianggap sebagai sikap manis, tetapi juga sebagai bentuk kasih yang nyata dalam mendukung mereka yang tertindas dan memperjuangkan keadilan. Kasimo, yang saat itu tinggal di asrama, akhirnya mulai tertarik untuk mempelajari agama Katolik.

Kasimo dibaptis sebagai Katolik pada usia 13 tahun pada hari raya Paskah, April 1913, dan diberi nama baptis Ignatius Joseph. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Muntilan, pada tahun 1918, Kasimo pindah ke Bogor untuk melanjutkan pendidikannya di Sekolah Pertanian Menengah (Middelbare Landbouw School disingkat MLS). 

Pernikahan IJ Kasimo

Pada hari Kamis, 9 Juli 1925, Kasimo akhirnya menikahi seorang wanita bernama Aloysia Moedrijah. Pada masa itu, pernikahan sering kali terjadi pada usia muda tanpa tekanan seperti yang ada sekarang. Setelah menikah, Kasimo diubah namanya menjadi Endrawahjana, dan tidak lama kemudian, Moedrijah hamil. 

Karena tidak ada rumah sakit di Tegalgondo, saat akan melahirkan, Nyonya Kasimo kembali ke Pakualaman. Pada tanggal 11 April 1926, anak pertama mereka lahir, diberi nama Theresia Wartirah. Tahun berikutnya, lahirlah Ignatius Wartono, satu-satunya anak laki-laki dalam keluarga Kasimo. 

Seperti kebanyakan ayah, Kasimo senang menggendong dan merawat anak lelakinya, tetapi tidak sebanyak waktu yang dia curahkan kepada adik-adik mereka – Wartini, Wartijah, Wartiwi, dan Wartati – karena pada saat itu Kasimo semakin sibuk dengan tanggung jawabnya di Volksraad.

Mendirikan Partai Katolik dan Perjuangan Masa Belanda

Sebagai bagian dari perjalanannya setelah menyelesaikan pendidikan di Middelbare Landbouwschool Bogor, IJ Kasimo diangkat menjadi pegawai perkebunan pemerintah (Aspirant Landbouw Consultant), sebelum kemudian dipindahkan sebagai guru sekolah pertanian di Tegalgondo, Klaten. 

IJ Kasimo mendirikan partai Katolik bersama dua temannya, FS Harjadi dan RM Jacob Soejadi, pada Februari 1923. Partai itu disebut Pakempalan Politik Katolik Djawi (PPKD). Pada tahun 1925, itu berganti nama menjadi Perkumpulan Politik Katolik di Jawa.

Nama partai tersebut kembali berubah menjadi Persatuan Politik Katolik Indonesia (PPKI) setelah Kongres Pemuda diselenggarakan pada tahun 1928.

Setelah membentuk partai, IJ Kasimo diangkat menjadi anggota Volksraad sebagai perwakilan dari PPKI dari tahun 1931 hingga 1942. Selama masa itu, dia sering aktif menyuarakan pendapatnya.  

Dalam salah satu rapat umum Volksraad, ia membahas tentang hubungan beragama, menyatakan bahwa seorang Katolik Pribumi dapat menjadi seorang nasionalis tanpa mengorbankan keyakinannya. 

Pandangannya tersebut tidak hanya sekadar retorika, tetapi diimplementasikan dalam kehidupan nyata, seperti saat ia menjadi ketua panitia perbaikan rumah Prawoto Mangkusasmito, tokoh Partai Masyumi, dan rela mengumpulkan sumbangan untuk perbaikan rumah tersebut.

Selama aktif sebagai anggota Volksraad, pada tahun 1935, IJ Kasimo juga menjadi pengurus inti (wakil ketua) Inheemsche Planters Vereeniging, sebuah organisasi bagi penanam/pekebun Bumiputera, dengan tujuan mempromosikan kepentingan pekebun pribumi terkait dengan tanaman komersial. 

Selain itu, dari tahun 1921 hingga 1943, IJ Kasimo bekerja sebagai pegawai di Perkebunan Karet Negara, sebelum akhirnya menjadi pegawai negeri di Djawatan Penerangan Pertanian Rakjat (Landbouwvoorlichtingsdienst).

Perjuangan Masa Jepang

Informasi yang tersedia tentang karir politik dan kehidupan pribadi IJ Kasimo pada periode ini terbatas. Menurut beberapa sumber, diketahui bahwa selama periode pendudukan Jepang hingga masa kemerdekaan, Kasimo adalah Wakil Kepala Djawatan Perekonomian Surakarta.

Selain itu, dia juga menjadi delegasi Indonesia dalam perundingan dengan pihak Belanda. Selama periode ini, Jepang mengeluarkan larangan terhadap PPKI yang dipimpin oleh IJ Kasimo untuk aktif dalam politik domestik. 

Masa Setelah Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan Indonesia, atas inisiatif IJ Kasimo, Persatuan Politik Katolik Indonesia mengubah namanya menjadi Partai Katolik Republik Indonesia. IJ Kasimo menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada awal kemerdekaan.

IJ Kasimo memulai karirnya dengan menjadi Menteri Muda Kemakmuran I dalam Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II, yakni dari 3 Juli 1947 hingga 11 November 1947 dan dari 11 November 1947 hingga 29 Januari 1948. 

Setelah itu, Kasimo kembali menjadi bagian dari Kabinet Hatta yang pertama, menjabat sebagai Menteri Persediaan Makanan Rakyat dari 29 Januari hingga 4 Agustus 1949. 

Saat Yogyakarta diserang oleh tentara Belanda pada Agresi Militer Belanda II, IJ Kasimo bergabung dalam gerilya untuk mempertahankan kemerdekaan republik. Setelah itu, ia kembali menjabat sebagai Menteri Persediaan Makanan Rakyat dan juga menjadi anggota komisariat Pemerintah Darurat Republik Indonesia.

Peran politik IJ Kasimo terus berkembang ketika ia dipilih sebagai Menteri Persediaan Makanan Rakyat dan Menteri Kesejahteraan dalam Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949-20 Desember 1949) dan Kabinet Susanto (20 Desember 1949-21 Januari 1950). 

Pada tahun 1950, Kasimo diangkat menjadi Kepala Djawatan Perkebunan RI. Setelah itu, pada pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat pertama pada tahun 1954, Kasimo terpilih sebagai anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Timur hingga tahun 1960.

Kasimo kembali menjadi menteri pada tahun 1955, bertugas sebagai Menteri Perekonomian dalam Kabinet Burhanuddin Harahap dari 12 Agustus 1955 hingga 26 Maret 1956. 

Saat menjabat sebagai Menteri Perekonomian, Kasimo mengusulkan Rencana Kasimo, sebuah rencana produksi 5 tahun untuk swasembada pangan. Pada tahun 1960, Kasimo menjadi Ketua Yayasan Bentara Rakyat, yang menerbitkan surat kabar Kompas.

Setelah jabatan Menteri Perekonomian, Kasimo menduduki posisi penting lainnya di pemerintahan, termasuk sebagai anggota Tim Pemberantas Korupsi pada 1967 dan anggota Dewan Pertimbangan Agung RI pada 1968-1973. 

Pada sekitar Juni 1960, Kasimo bersama cendekiawan muda Katolik lainnya menggagas pendirian Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, yang kemudian dikenal sebagai Unika Atma Jaya. Kasimo diabadikan sebagai nama salah satu gedung di Unika Atma Jaya sebagai penghormatan atas peran pentingnya dalam pendirian universitas tersebut.

Wafat

Setelah berbagai perjuangan dan pengabdian bagi Republik Indonesia, IJ Kasimo meninggal dunia pada tahun 1986 di RS Saint Carolus, Jakarta. Sebagai bentuk penghormatan terakhir, jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. 

Selama hidupnya, IJ Kasimo meraih beberapa penghargaan, di antaranya adalah penerimaan Bintang Ordo Gregorius Agung dari Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1980, penunjukan sebagai Kesatria Komandator Golongan Sipil dari Ordo Gregorius Agung, dan gelar Pahlawan Nasional dari Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 2011 berdasarkan SK Presiden Nomor 113/TK/2011.

Share Article:

arsipmanusia.com

Writer & Blogger

Considered an invitation do introduced sufficient understood instrument it. Of decisively friendship in as collecting at. No affixed be husband ye females brother garrets proceed. Least child who seven happy yet balls young. Discovery sweetness principle discourse shameless bed one excellent. Sentiments of surrounded friendship dispatched connection is he. Me or produce besides hastily up as pleased. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baru Terbit

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Jenderal AH Nasution

Jenderal Abdul Haris Nasution, lahir pada 3 Desember 1918, adalah sosok kunci dalam sejarah Indonesia yang memberikan kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan negara.

Join the family!

Sign up for a Newsletter.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.
Edit Template
Tombol Provinsi Indonesia
Scroll to Top