Andi Mattalatta dikenal sebagai panglima pertama Komando Daerah Militer Sulawesi Selatan dan Tenggara (KDMSST) sekaligus perintis olahraga ski air di Indonesia. Sosoknya unik karena ia bergerak dibidang militer sebagai perwira dan juga mengembangkan dunia olahraga. Namanya kini diabadikan sebagai Stadion Andi Mattalatta Mattoanging di Makassar.
Andi Mattalata sempat mangabadikan Kisah dalam autobiografi setebal 644 halaman berjudul Meniti Siri’ dan Harga Diri. Buku tersebut mengungkap bukan hanya kiprahnya di dunia militer sejak masa pendudukan Jepang, tetapi juga perjuangan menegakkan harga diri melalui olahraga, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya.
Table of Contents
ToggleLatar Belakang Keluarga dan Masa Kecil
Andi Mattalatta lahir di Barru, Sulawesi Selatan, pada 1 September 1920, sebagai putra dari Raja Barru ke-17, Pawiseng Daeng Ngerang Arung Mangempang. Dalam keluarga bangsawan Bugis-Makassar, ia dikenal dengan nama kecil Herman. Sejak usia dini, ia sudah diperkenalkan dengan olahraga oleh ayahnya, termasuk menunggang kuda pada usia empat tahun.
Masa kecil Herman diwarnai dengan semangat sportivitas dan kegigihan. Salah satu kisah yang ia ceritakan dalam autobiografinya adalah ketika ia dihina oleh seorang anak Belanda bernama John Rouwendal dengan sebutan “katai” karena tubuhnya yang kecil. Alih-alih tersinggung, Herman justru menjadikannya sebagai motivasi untuk berlatih lebih keras dalam renang.
Setiap hari ia berlatih hingga empat jam, lebih intens dibanding lawannya yang hanya tiga kali seminggu. Usaha keras itu membuahkan hasil. Pada lomba renang di Surabaya tahun 1933, ia berhasil mengalahkan John Rouwendal di nomor gaya bebas 100 meter dengan catatan waktu 61 detik, lebih cepat dua detik dari lawannya. Bagi Herman, kemenangan itu bukan sekadar prestasi, melainkan bentuk pembuktian harga diri (siri’) sebagai orang Bugis.
Kecintaannya pada olahraga terus berkembang. Ia menekuni berbagai cabang seperti renang, loncat indah, tinju, balap sepeda, atletik, bulutangkis, hingga senam. Karena kemampuannya yang serba bisa, ia dijuluki sebagai “maniak olahraga”. Bahkan, di masa kolonial Belanda ia menjadi satu-satunya pribumi yang direstui bergabung dengan Sport Stait Spieren (SSS), klub olahraga eksklusif untuk anak-anak Belanda.
Prestasi Olahraga dan Julukan “Maniak Olahraga”
Sejak muda, Andi Mattalatta dikenal sebagai sosok yang memiliki bakat luar biasa di dunia olahraga. Hampir semua cabang olahraga ia tekuni, mulai dari renang, loncat indah, tinju, atletik, balap sepeda, bulutangkis, hingga berkuda. Karena kecintaannya yang begitu mendalam, ia bahkan mendapat julukan “maniak olahraga”.
Prestasinya mulai mencuat sejak awal 1930-an. Pada usia 12 tahun, ia sudah mampu menyisihkan atlet-atlet keturunan Belanda dalam lomba renang gaya dada memperebutkan Piala Ratu Wilhelmina der Nederlanden van Oranje Nassau di Makassar. Ia juga sempat mencatat kemenangan gemilang di arena tinju. Pada usia 15 tahun, ia berhasil mengalahkan petinju Batavia bernama Kid Usman di kelas ringan (60 kg), meski dirinya masih bertanding di kelas bulu (55 kg).
Selain sebagai atlet, Andi Mattalatta juga dikenal sebagai pelatih di beberapa klub olahraga. Kemampuannya yang serba bisa membuat banyak kalangan mengakui keahliannya. Tidak hanya terbatas di cabang darat, ia juga ikut merintis olahraga air di Indonesia. Salah satu tonggak pentingnya adalah ketika ia memperkenalkan ski air di Pantai Lumpue, Parepare, sebuah inovasi yang terinspirasi dari film Amerika berjudul Easy to Love.
Dengan segala keterbatasan fasilitas saat itu, Andi Mattalatta menunjukkan kreativitas tinggi. Ia memesan sekoci tipe Runabout buatan lokal, membeli motor tempel 35 PK, dan membuat papan ski sendiri dari kayu sepanjang 1,70 meter. Sepatu ski hanya dibuat dari sepatu kets biasa yang diikat, sementara tali penariknya menggunakan tali ijuk. Dari eksperimen sederhana inilah, ski air mulai berkembang di Indonesia.
Tahun 1954, ia mendirikan Persatuan Olahraga Perahu Motor dan Ski Air (POPSA) di Makassar, sekaligus membangun klub di tepi Pantai Losari dekat Fort Rotterdam. Tempat ini kemudian menjadi pusat kegiatan olahraga air, dan hingga kini masih menjadi ikon olahraga perahu motor serta ski air di Makassar. Bahkan, seluruh anak-anaknya mewarisi kecintaan terhadap olahraga tersebut, di antaranya Andi Ilhamsyah Mattalatta yang mendapat julukan “seniman slalom” pada Kejurnas Ski 1972, serta Andi Sorayantina Mattalatta yang meraih prestasi terbaik di PON X Jakarta tahun 1981.
Dunia Militer dan Penumpasan RMS
Selain dikenal sebagai olahragawan, Andi Mattalatta juga karir bagus di bidang militer. Ia memulai karier militernya sejak masa pendudukan Jepang tahun 1944, ketika bergabung dengan Tokubetsu Teisintai, pasukan paramiliter yang melatih pemuda untuk menghadapi kemungkinan perang. Setelah Jepang kalah dan Republik Indonesia diproklamasikan, ia termasuk pemuda Sulawesi Selatan yang mendukung kemerdekaan Indonesia.
Pada masa revolusi, Andi Mattalatta aktif dalam Pemuda Pejuang Nasional Indonesia (PPNI) dan kemudian berjuang di Jawa. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Staf Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi (TRIPS). Antara tahun 1949 hingga 1950, menurut catatan Harsya Bachtiar, ia menjadi komandan batalion di Brigade 16 yang bertugas di wilayah Gombong, Yogyakarta, hingga Kepanjen, Jawa Timur.
Salah satu misi terpentingnya adalah ketika ia ditugaskan menumpas pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). Saat itu, Andi Mattalatta menjabat sebagai Komandan Batalyon 705 yang diberangkatkan ke Maluku pada Desember 1950. Pengalaman ini menjadi pelajaran berharga baginya. Banyak prajurit TNI yang gugur bukan karena terkena peluru musuh, melainkan tenggelam saat pendaratan pantai karena tidak bisa berenang.
Dari pengalaman pahit itu, ia kemudian mewajibkan semua prajurit di bawah komandonya untuk menguasai kemampuan berenang. Baginya, berenang adalah keterampilan dasar yang mutlak dimiliki seorang prajurit, terutama di wilayah kepulauan seperti Indonesia. “Soal kepandaian berenang sangat prinsip bagi seorang prajurit, dan itu harus dikuasai,” ungkapnya dalam Meniti Siri’ dan Harga Diri.
Setelah penumpasan RMS, karier militernya semakin berkembang. Pada tahun 1953, ia menjabat sebagai Komandan Komando Pangkalan Militer Makassar. Empat tahun kemudian, tepatnya pada 1 Juni 1957, ia dilantik oleh Kepala Staf Angkatan Darat, Mayjen TNI A.H. Nasution, sebagai panglima pertama Komando Daerah Militer Sulawesi Selatan dan Tenggara (KDMSST).
Stadion Mattoanging
Pada tahun 1952, ia memprakarsai pembangunan Stadion Mattoanging di Makassar. Stadion ini tidak hanya dilengkapi lapangan sepak bola, tetapi juga memiliki gedung olahraga, kolam renang, dan fasilitas lain yang pada masanya tergolong megah. Kehadiran stadion tersebut menjadikan Makassar sebagai salah satu pusat olahraga di Indonesia timur.
Andi Mattalatta juga berperan penting dalam penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) IV tahun 1957 di Makassar. Perhelatan ini menjadi momentum besar bagi masyarakat Sulawesi Selatan, sekaligus menegaskan posisinya sebagai tokoh olahraga nasional.
Masa Pensiun
Setelah mengakhiri karier militernya, Andi Mattalatta tidak serta-merta berhenti mengabdi. Ia masih dipercaya memegang sejumlah jabatan penting, baik di bidang olahraga maupun pemerintahan.
Di bidang olahraga, ia tercatat pernah menjadi Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sulawesi Selatan, serta aktif dalam berbagai organisasi olahraga di tingkat nasional. Komitmennya untuk memajukan olahraga di Indonesia tidak pernah surut, bahkan ketika ia sudah tidak lagi menjabat sebagai perwira tinggi militer.
Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mewakili suara masyarakat Sulawesi Selatan. Kehadiran Andi Mattalatta di parlemen mencerminkan kepercayaan masyarakat terhadap integritas dan pengalaman yang dimilikinya.
Di luar panggung politik dan olahraga, Andi Mattalatta tetap dikenal sebagai sosok yang sederhana dan dekat dengan rakyat. Ia aktif dalam kegiatan sosial, membina generasi muda, serta mendorong pendidikan dan kebudayaan di Sulawesi Selatan.
Wafat
Andi Mattalatta wafat pada 26 Oktober 2004 di Makassar. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, sahabat, dan masyarakat luas. Stadion Mattoanging, yang pernah menjadi ikon olahraga di Makassar, sering disebut-sebut sebagai monumen hidup atas dedikasi dan visinya. Begitu pula dengan perkembangan ski air di Indonesia, yang tidak bisa dilepaskan dari peran besarnya sebagai pelopor.
Sumber:
- “Jenderal dan Tokoh Olahraga” tokoh.id (Diakses pada 26 Agustus 2025)
- “Andi Mattalatta, Anak Raja Hobi Olahraga yang Memilih Jadi Tentara” tirto.id (Diakses pada 26 Agustus 2025)
- “Para Pejuang Bugis-Makassar dalam Serangan Umum” historia.id (Diakses pada 26 Agustus 2025)
- “Biodata Andi Mattalata” wacaberita.com (Diakses pada 26 Agustus 2025)
- “100 Tahun Andi Mattalatta, Menegakkan Siri’ dan Harga Diri” pinisi.co.id (Diakses pada 26 Agustus 2025)