Want to Partnership with me? Book A Call

Popular Posts

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Categories

Edit Template

Assaat: Acting Presiden Republik Indonesia

Assaat, Acting President (Pelaksana Jabatan Presiden) Republik Indonesia pada masa pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta (27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950), juga pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri Indonesia (6 September 1950 – 27 April 1951).

Sederhana adalah ciri khas Assaat. Ketika menjabat sebagai Penjabat Presiden, beliau menolak panggilan Paduka Yang Mulia, lebih memilih disebut sebagai Saudara Acting Presiden, yang pada saat itu terasa sedikit canggung.

Ahli pidato bukanlah Assaat, dia lebih suka berbicara secara sederhana. Namun, semua tugas yang dihadapinya dapat diselesaikan dengan baik, dan ia menjaga rahasia negara dengan ketat. 

Taat dalam melaksanakan ibadah, Assaat tidak pernah melewatkan salat lima waktu. Ia juga sangat menghargai waktu, mirip dengan pendekatan Bung Hatta dalam kepemimpinan.

Awal Kehidupan dan Pendidikan Mr Assaat

Mr. Assaat lahir pada tanggal 18 September 1904 di Dusun Pincuran Landai di Kubang Putiah, Banuhampu, Agam, Sumatera Barat. Dia meninggal dunia pada usia 71 tahun di Jakarta pada 16 Juni 1976.

Seorang politisi dan pejuang kemerdekaan Indonesia, Tn. Assaat juga pernah menjadi pemangku sementara jabatan Presiden Republik Indonesia. Ia diberi gelar “Datuk Mudo” karena ia adalah anak dari seorang datuk. Pada tanggal 12 Juni 1949, Mr. Assaat menikahi Roesiah di Rumah Gadang Kapalo Koto.

Pendidikan Mr. Assaat dimulai dari sekolah agama Adabiah, dilanjutkan ke MULO Padang, dan kemudian ke School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) Jakarta. Namun, karena merasa tidak cocok menjadi dokter, ia keluar dan melanjutkan ke AMS (SMA).

Setelah AMS, Mr. Assaat melanjutkan studinya di Rechts Hoge School (RHS), sebuah sekolah tinggi hukum di Jakarta. Di RHS, ia aktif dalam berbagai gerakan pemuda seperti Jong Sumatranen Bond, Perhimpunan Pemuda Indonesia, dan Indonesia Muda.

Mr. Assaat juga terlibat dalam gerakan politik, bergabung dengan Partindo (Partai Indonesia). Di Perhimpunan Pemuda Indonesia, ia menjabat sebagai anggota Pengurus Besar, dan ketika organisasi tersebut bergabung dengan Indonesia Muda, ia terpilih menjadi Bendahara Komisaris Besar Indonesia Muda.

Dalam Partindo, Mr. Assaat berkolaborasi dengan tokoh-tokoh seperti Adnan Kapau Gani, Adam Malik, dan Amir Sjarifuddin. Namun, karena kegiatan politiknya, ia tidak diizinkan lulus dari RHS meskipun sudah beberapa kali mengikuti ujian.

Karena merasa tersinggung dengan keputusan tersebut, Mr. Assaat memutuskan untuk berhenti dari RHS dan melanjutkan studi di Universitas Leiden, Belanda, di mana ia meraih gelar Sarjana Hukum atau Mr. (Meester in de Rechten).

KNIP

Pada masa revolusi, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Badan Pekerjanya (BP-KNIP) dua kali melakukan hijrah karena situasi dianggap terlalu berisiko dan untuk memastikan kelangsungan Revolusi Indonesia. 

Awalnya, KNIP berkantor di Jakarta, dengan tempat rapat di bekas Gedung Komedi (sekarang Gedung Kesenian Jakarta) di Pasar Baru dan di gedung Palang Merah Indonesia di Jl. Kramat Raya.

Tahun 1945, KNIP dipindahkan ke Yogyakarta, dan kemudian ke Purworejo, Jawa Tengah, karena situasi Purworejo dianggap tidak aman. Setelah itu, KNIP kembali lagi ke Yogyakarta.

BP-KNIP dibentuk pada 16 Oktober 1945 dengan Sutan Sjahrir sebagai ketua dan Soepeno serta Abdul Halim sebagai anggota. Namun, ketika Sutan Sjahrir diangkat menjadi Perdana Menteri Indonesia pada 14 November 1945, Soepeno dan Abdul Halim mengambil alih kepemimpinan BP-KNIP. 

Pada 28 Januari 1948, Soepeno diangkat menjadi Menteri Pembangunan dan Pemuda dalam Kabinet Hatta I. Mr. Assaat Datuk Mudo menggantikannya sebagai ketua BP-KNIP, dengan Abdul Halim tetap sebagai penulis.

Dari tahun 1948 hingga 1949 (Desember), Assaat menjabat sebagai Ketua BP-KNIP. Setelah KNIP dibubarkan, dia ditugaskan sebagai Penjabat Presiden RI di Yogyakarta, kota perjuangan.

Belanda melakukan agresi militer kedua dengan mengasingkan Assaat. Assaat, bersama dengan Sukarno, Hatta, Sutan Sjahrir, Haji Agus Salim, Pak Gafar Pringgodigdo, dan Komodor Suryadi Suryadarma, ditawan dan dibawa keluar Ibukota oleh pemerintah Belanda pada 22 Desember 1948. Di Manumbng, Pulau Bangka, Assaat, Hatta, Gafar, dan Suryadarma diasingkan. 

Acting President

Setelah penandatanganan perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949, Assaat dipercayakan untuk menjabat sebagai Acting (Pelaksana Tugas) Presiden Republik Indonesia di Yogyakarta hingga 15 Agustus 1950. 

Dengan berdirinya RIS (Republik Indonesia Serikat), masa jabatannya sebagai Penjabat Presiden RI pada Agustus 1950 berakhir, begitu juga dengan jabatannya sebagai ketua KNIP dan Badan Pekerjaannya, karena negara-negara bagian RIS bergabung kembali menjadi Negara Kesatuan RI. 

Assaat menandatangani statuta pendirian Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta saat menjabat sebagai Acting Presiden Republik Indonesia.

Setelah pindah ke Jakarta, Assaat menjadi anggota parlemen (DPR-RI) dan kemudian bergabung dalam Kabinet Natsir sebagai Menteri Dalam Negeri dari September 1950 hingga Maret 1951. Setelah pembubaran Kabinet Natsir, ia kembali menjadi anggota Parlemen.

Pada tahun 1955, ia berperan sebagai formatur Kabinet bersama Soekiman Wirjosandjojo dan Wilopo untuk mengusulkan Bung Hatta sebagai Perdana Menteri. 

Namun, upaya ini gagal karena adanya ketidakpuasan dari daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat pada saat itu. Meskipun daerah-daerah mendukung Bung Hatta, usaha tiga formatur ini ditolak secara resmi oleh Parlemen.

PRRI/Permesta

Gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Permesta (Perjuangan Semesta) adalah upaya perlawanan antara pemerintah pusat dan daerah. 

PRRI dideklarasikan pada tanggal 15 Februari 1958 di Padang, Sumatera Barat, setelah reuni eks Divisi Banteng pada 21-24 November 1956 membahas nasib bekas pejuang dan masalah-masalah nasional. 

Di Medan, Dewan Gajah didirikan, tetapi melemah karena kondisi yang tidak mendukung. Sementara itu, di Palembang, Kongres Adat diselenggarakan pada bulan Oktober, diikuti dengan Kongres Adat Sumatera Selatan pada 15-17 Januari 1957, menghasilkan Piagam Perjuangan Sumatera Selatan dan Dewan Garuda.

Tujuan pendirian ketiga dewan ini adalah untuk mengatasi krisis kepemimpinan nasional dan mewujudkan otonomi daerah sebagai langkah dalam pembangunan. Namun, upaya ini terhalang oleh PKI.

Ketika Presiden Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin, Mr. Assaat, seorang demokrat dan muslim, menentangnya. Meskipun menghormati Presiden Soekarno secara pribadi, ia menolak sikap politik yang cenderung pro-PKI. 

Menurutnya, Demokrasi Terpimpin adalah bentuk kediktatoran terselubung. Merasa terkekang dan diawasi oleh intel dan PKI, serta suasana politik yang tidak kondusif di Jakarta, Mr. Assaat meninggalkan kota tersebut menuju Padang dan bergabung dengan Dewan Perjuangan. 

Di PRRI, ia diangkat sebagai Menteri Dalam Negeri, menggantikan Kol. Dahlan Djambek.

Perang gerilya dimulai pada Maret 1958 dan dapat berlangsung lebih lama karena PRRI mendapat dukungan dari rakyat berupa pasukan dan makanan yang memadai. 

Namun, PRRI menghentikan perlawanan pada tahun 1961 karena pertimbangan bahwa terus melawan akan menguntungkan PKI karena keadaan negara yang lemah. 

Selain itu, TNI-AD juga berusaha untuk menghentikan perlawanan. Akibatnya, Mr. Assaat dan pimpinan PRRI lainnya dikarantina, dan mereka baru dibebaskan pada masa Orde Baru.

Wafat

Saat berada di hutan-hutan Sumatera Barat dan Sumatera Utara, Assaat sering kali merasakan dirinya jatuh sakit. Dia kemudian ditangkap dalam kondisi fisik yang lemah dan dipenjara selama 4 tahun (1962-1966) pada masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin. Setelah era Orde Baru dimulai, baru ia dibebaskan dari penahanan di Jakarta.

Assaat, yang berusia 72 tahun, meninggal dunia di rumahnya yang sederhana di Warung Jati, Jakarta Selatan, pada tanggal 16 Juni 1976. 

Gelar Datuk Mudo diberikan kepada Assaat oleh teman-teman seperjuangannya, sahabat, dan keluarganya. Ia juga dihormati oleh negara dengan kebesaran militer.

Share Article:

arsipmanusia.com

Writer & Blogger

Considered an invitation do introduced sufficient understood instrument it. Of decisively friendship in as collecting at. No affixed be husband ye females brother garrets proceed. Least child who seven happy yet balls young. Discovery sweetness principle discourse shameless bed one excellent. Sentiments of surrounded friendship dispatched connection is he. Me or produce besides hastily up as pleased. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baru Terbit

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Jenderal AH Nasution

Jenderal Abdul Haris Nasution, lahir pada 3 Desember 1918, adalah sosok kunci dalam sejarah Indonesia yang memberikan kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan negara.

Join the family!

Sign up for a Newsletter.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.
Edit Template
Tombol Provinsi Indonesia
Scroll to Top