Sutan Sjahrir adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, pada 5 Maret 1909. Beliau dikenal sebagai salah satu tokoh penggagas kemerdekaan Indonesia dan memimpin pergerakan bawah tanah melawan pendudukan militer Jepang.
Sjahrir, yang akrab disapa “Bung Kecil,” memiliki peran penting sebagai negosiator dan diplomat ulung yang mewakili Indonesia dalam berbagai perundingan internasional, termasuk di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sebagai seorang intelektual, aktivis, dan negarawan, Sjahrir memberikan berkontribusi dalam pembentukan dasar-dasar negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Mempelajari kisah hidup dan pemikirannya tidak hanya memberi wawasan sejarah tetapi juga inspirasi bagi generasi muda untuk memahami nilai-nilai perjuangan, integritas, dan dedikasi terhadap bangsa.
Biografi ini ditulis untuk mengingatkan kembali akan jasa-jasa Sutan Sjahrir yang mungkin terlupakan oleh banyak orang. Dengan mengangkat kisahnya, kita dapat melihat betapa pentingnya nilai-nilai kemanusiaan, kejujuran, dan keberanian dalam menghadapi tantangan zaman.
Table of Contents
ToggleMasa Kecil
Sutan Sjahrir lahir pada 5 Maret 1909 di Padang Panjang, Sumatera Barat. Ia merupakan anak dari pasangan Siti Rabiah dan Muhamad Rasad. Lingkungan keluarga dan adat Minangkabau cukup berperan dalam pembentukan karakter Sjahrir. Adat Minangkabau yang egaliter dan mengutamakan pendidikan sangat mempengaruhi Sjahrir dalam mengembangkan pola pikir kritis dan semangat juangnya.
Pendidikan
Pendidikan Awal
Sjahrir mengawali pendidikan dasar di sekolah pemerintah kelas dua di Suliki. Meski sekolah ini diperuntukkan bagi anak-anak kebanyakan, Sjahrir menunjukkan kecerdasan yang luar biasa.
Pengalaman masa kecil di lingkungan yang sederhana namun penuh semangat belajar membentuk dasar-dasar intelektual dan moral Sjahrir yang kelak sangat berguna dalam perjuangan politiknya
Pendidikan di Belanda
Pada tahun 1929, Sjahrir melanjutkan pendidikannya di Belanda, tepatnya di Universitas Amsterdam, setelah menyelesaikan pendidikan di Algemene Middlebare School (AMS) di Bandung. Di Belanda, Sjahrir tidak hanya menekuni jurusan ilmu hukum, tetapi juga aktif dalam berbagai organisasi mahasiswa, termasuk Perhimpunan Indonesia.
Lingkungan akademis dan sosial di Belanda sangat berpengaruh dalam perkembangan ideologi dan pemikiran politik Sjahrir. Di sini, ia mulai mengenal dan mendalami sosialisme, yang kemudian menjadi landasan perjuangannya di Indonesia.
Selama di Belanda, Sjahrir terlibat aktif dalam organisasi mahasiswa Indonesia dan Belanda, yang menjadi wadah untuk menyalurkan pemikiran politik revolusioner dan ideologi sosialisme.
Pengalaman berinteraksi dengan berbagai tokoh intelektual dan aktivis politik di Eropa semakin memperkaya wawasan dan memperkuat komitmennya terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Aktivitasnya di Belanda juga menandai awal mula keterlibatannya dalam politik revolusioner, yang kelak memainkan peran krusial dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia.
Kiprah Politik Sjahrir
Peran dalam Pergerakan Kemerdekaan Indonesia
Sutan Sjahrir, sebagai salah satu tokoh penting dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, memainkan peran kunci dalam berbagai organisasi politik di tanah air.
Setelah kembali dari Belanda pada tahun 1931, Sjahrir aktif dalam gerakan nasionalis, terutama melalui Partai Indonesia (Partindo) yang merupakan kelanjutan dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang sebelumnya dibubarkan oleh anggotanya sendiri karena tekanan dari pemerintah kolonial Belanda.
Strategi awalnya yang mengedepankan non-kooperasi terhadap pemerintah kolonial berubah menjadi pendekatan yang lebih strategis seiring dengan perkembangan situasi politik.
Sjahrir juga terkenal dengan pandangan politiknya yang rasional dan pragmatis. Ia meyakini bahwa revolusi tidak hanya membutuhkan semangat, tetapi juga perhitungan yang matang dan rasional.
Pandangannya ini terbukti ketika ia ditunjuk sebagai Ketua Badan Pekerja KNIP (Komite Nasional Indonesia Poesat) pada tahun 1945, di mana ia mendorong perubahan sistem pemerintahan dari presidensial ke parlementer serta pembentukan partai-partai politik.
Melalui perannya di KNIP, Sjahrir berusaha menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia adalah negara yang demokratis dan bukan bentukan Jepang.
Jabatan dalam Pemerintahan Awal Indonesia (1945-1947)
Pada tanggal 14 November 1945, Sutan Sjahrir secara resmi dilantik sebagai Perdana Menteri pertama Indonesia. Pada usia yang relatif muda, 36 tahun, Sjahrir memimpin kabinet yang beranggotakan orang-orang yang tidak memiliki rekam jejak bekerja sama dengan Jepang.
Kabinet ini mencakup berbagai tokoh non-politikus yang kompeten, seperti Amir Sjarifuddin sebagai Menteri Pertahanan dan Menteri Penerangan, serta Ir. R.P. Surachman sebagai Menteri Keuangan.
Selama masa jabatannya sebagai Perdana Menteri, Sjahrir menghadapi berbagai tantangan, termasuk tekanan politik dari berbagai kelompok yang menentang kebijakannya. Ia dikenal dengan kebijakan-kebijakannya yang berusaha menyempurnakan susunan pemerintahan daerah berdasarkan kedaulatan rakyat, memperbaiki kemakmuran rakyat, serta mempercepat distribusi makanan.
Selain itu, Sjahrir juga memegang beberapa jabatan penting lainnya seperti Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri, yang menunjukkan betapa strategis dan berpengaruhnya peran Sjahrir dalam pemerintahan awal Indonesia
Dalam menghadapi tekanan oposisi, Sjahrir tetap teguh pada prinsip-prinsipnya dan berusaha membangun pemerintahan yang demokratis serta bebas dari unsur fasisme. Kebijakan-kebijakannya pada masa awal kemerdekaan ini mencerminkan komitmennya terhadap pembangunan Indonesia yang berdaulat dan berkeadilan.
Masa-masa Sulit dan Penahanan
Konflik dengan Soekarno dan Pembubaran PSI
Konflik antara Sutan Sjahrir dengan Presiden Soekarno memuncak seiring dengan pembentukan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada tahun 1958. PRRI, yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara, muncul sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan daerah-daerah terhadap pemerintahan pusat.
Sjahrir, meskipun tidak secara langsung terlibat dalam PRRI, melihat bahwa beberapa anggota Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang dipimpinnya turut bergabung dengan gerakan tersebut. Situasi ini semakin memperuncing hubungan antara PSI dan pemerintahan Soekarno.
Pada 21 Juli 1960, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No. 201 Tahun 1960 yang membubarkan PSI. Pembubaran ini merupakan pukulan berat bagi Sjahrir yang telah berjuang keras mempertahankan partainya.
Keadaan semakin memburuk pada 16 Januari 1962, ketika Sjahrir ditangkap di rumahnya di Jalan Jawa No. 61 (sekarang H.O.S. Cokroaminoto) bersama tokoh-tokoh politik lainnya, termasuk Soebadio Sastrosatomo dan Prawoto Mangkusasmito.
Kesehatan dan Pengasingan
Penahanan Sjahrir berlangsung hingga tahun 1965, dan selama periode ini kondisi kesehatannya mengalami penurunan yang signifikan. Faktor-faktor seperti isolasi dari keluarga dan tekanan psikologis memperburuk kesehatannya.
Pada tahun 1965, Sjahrir dipindahkan ke Zürich, Swiss, untuk menjalani pengobatan. Namun, usahanya untuk pulih tidak berhasil. Sutan Sjahrir menghembuskan nafas terakhir pada 9 April 1966, meninggalkan warisan perjuangan dan pemikiran politik yang tetap relevan dalam sejarah Indonesia.
Pemikiran dan Ideologi
Sutan Sjahrir meninggalkan warisan pemikiran yang sangat berharga bagi perkembangan politik dan ideologi Indonesia. Sebagai seorang pemikir dan tokoh yang mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI), Sjahrir mengusung ideologi sosialisme yang berfokus pada keadilan sosial dan kesejahteraan bersama.
Prinsip “sama rata, sama rasa” menjadi landasan bagi upayanya mewujudkan masyarakat yang adil dan setara, di mana negara berperan aktif dalam memastikan kesejahteraan seluruh rakyat tanpa memprioritaskan kekayaan individu.
Pemikiran politik Sjahrir yang progresif dan humanis turut memengaruhi banyak tokoh dan generasi penerus di Indonesia. Ide-ide beliau tentang demokrasi, kemerdekaan, dan keadilan sosial tetap relevan dan menjadi inspirasi bagi para aktivis dan politisi hingga saat ini.
Sjahrir juga dikenal sebagai seorang intelektual yang mempromosikan pendidikan dan pemikiran kritis, yang kemudian menjadi modal penting dalam membangun bangsa Indonesia yang lebih cerdas dan mandiri.
Penghargaan dan Pengakuan
Kontribusi Sutan Sjahrir dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan Indonesia diakui luas baik di dalam negeri maupun di kancah internasional. Setelah kematiannya, Sjahrir dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Soekarno melalui Keppres Nomor 76 Tahun 1966. Penghargaan ini menandakan pengakuan atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan dan meletakkan dasar-dasar demokrasi di Indonesia.
Refleksi masyarakat dan penilaian terhadap Sjahrir setelah kematiannya menunjukkan rasa hormat dan penghargaan yang mendalam. Banyak yang melihat Sjahrir sebagai seorang visioner dan pemimpin yang mendahului zamannya, yang nilai-nilai dan perjuangannya tetap relevan untuk diteladani oleh generasi masa kini dan mendatang
Bio Data Sutan Sjahrir
Nama Lengkap | Sutan Syahrir |
Nama Kecil | – |
Nama Lain | – |
Lahir | Padang Panjang, 5 Maret 1909 |
Wafat | Zürich, Swiss, 9 April 1966 |
Makam | TMP Kalibata, Jakarta |
Agama | Islam |
Suku | Minang |
Bangsa | Indonesia |
Pekerjaan | Politikus |
Partai Politik | Partai Sosialis Indonesia |
Keluarga | |
Ayah | Muhammad Rasad |
Ibu | Puti Siti Rabiah |
Istri (Awal nikah – akhir) | Maria Duchateau (10 April 1932 – 5 Mei 1932) Siti Wahyunah Saleh/Poppy (Mei 1951 – 9 April 1966) |
Anak Dari Siti Wahyunah Saleh/Poppy | Kriya Arsjah (buyung) Siti Rabyah Parvati Sjahrir (upik) |
Cucu dari Siti Rabyah | Shahrina Tiara Wardhani |
Cucu dari Kriya Arsyah Sjahrir | Kanya Stira |
Riwayat Pendidikan Sutan Sjahrir
Pendidikan (tahun) | Tempat |
---|---|
ELS (Europeesche Lagere School) (1916 – 1923) | ELS (Europeesche Lagere School) Medan |
MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) (1923 – 1926) | MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Medan |
AMS (Algemeene Middelbare School) (1926 – 1929) | AMS (Algemeene Middelbare School) Bandung |
University of Amsterdam (1929 – 1931) | University of Amsterdam, Belanda |
Karir Sutan Sjahrir
Organisasi/Lembaga | Jabatan (Tahun) |
---|---|
Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia (Batovis), Bandung | Sutradara, Penulis Skenario, Aktor |
Tjahja Volksuniversiteit (Cahaya Universitas Rakyat) | Pendiri |
Jong Indonesië/Pemuda Indonesia | Pendiri(salah satu dari 10 pendiri) (20 Februari 1927) |
Perhimpunan Indonesia | Anggota |
Partai Nasional Indonesia (PNI Baru) | Ketua (1932) |
Kongres Buruh Indonesia | Ketua (Mei 1933) |
Perdana Menteri Indonesia | Perdana Menteri Indonesia ke-1 (14 November 1945 – 3 Juli 1947) |
Kementerian Dalam Negeri Indonesia | Menteri Dalam Negeri Indonesia ke-2 (14 November 1945 – 12 Maret 1946) |
Kementerian Luar Negeri Indonesia | Menteri Luar Negeri Indonesia ke-2 (14 November 1945 – 3 Juli 1947) |
Komite Nasional Indonesia Pusat | Ketua ke-2 (17 Oktober 1945 – 14 November 1945) |
Partai Sosialis Indonesia | Ketua Umum dan Pendiri (12 Februri 1948) |
Karya Tulis Sutan Sjahrir
Tahun | Judul |
---|---|
1950 | Pikiran dan Perjuangan |
1933 | Pergerakan Sekerja |
1945 | Perjuangan Kita |
1946 | Indonesische Overpeinzingen |
1951 | Renungan Indonesia |
1949 | Out of Exile |
1990 | Renungan dan Perjuangan |
1967 | Sosialisme dan Marxisme |
1953 | Nasionalisme dan Internasionalisme |
1983 | Sosialisme Indonesia Pembangunan |
Penghargaan Sutan Sjahrir
Tahun | Penghargaan |
---|---|
1966 | Pahlawan Nasional Indonesia |
Penghargaan Bintang Sutan Sjahrir
Penghargaan (tahun) | Gambar |
---|---|
Bintang Republik Indonesia Adipradana (6 November 1998) |