Edit Template

Bagindo Dahlan Abdullah: Pendidik, Guru, Diplomat dan Pejuang Kemerdekaan

Bagindo Dahlan Abdullah merupakan tokoh penting dalam sejarah Indonesia yang luput dari ingatan. Ia dikenal sebagai diplomat, pendidik, dan nasionalis yang mempopulerkan istilah “Indonesia” dengan makna identitas politik dan kebangsaan. Selain aktif dalam pergerakan kemerdekaan di luar negeri, ia juga berkontribusi di dalam negeri melalui dunia pendidikan, pemerintahan, dan diplomasi internasional.

Masa Kecil dan Pendidikan

Bagindo Dahlan Abdullah lahir di Desa Pasia, Pariaman, pada 15 Juni 1895. Ayahnya, H. Abdullah, adalah seorang kadi di Pariaman, sedangkan ibunya bernama Siti Kali Tujuh atau biasa dipanggil Uniang. Ia adalah anak sulung dari sepuluh bersaudara.

Sejak usia tujuh tahun, Dahlan sudah mengenyam pendidikan di Sekolah Rendah di Pariaman. Ia kemudian melanjutkan ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS) di Padang dan lulus pada tahun 1907. Pendidikan menengahnya dilanjutkan di Kweekschool (Sekolah Guru) di Fort de Kock (sekarang Bukittinggi), yang ia selesaikan pada tahun 1913.

Karena kecerdasannya, Dahlan Abdullah bersama Tan Malaka dan seorang pelajar lainnya memperoleh beasiswa untuk melanjutkan studi ke Belanda. Ia memilih belajar di Haagsch Genootschap Kweekschool (Sekolah Guru) di Den Haag. Setelah lulus dari sekolah guru, ia melanjutkan studi di bidang Bahasa-Bahasa Timur untuk memperoleh Diploma Malisch di Land-en Volkenkunde, Leiden University.

Aktivisme di Indische Vereeniging

Saat melanjutkan studi di Leiden, Dahlan Abdullah mulai terlibat dalam pergerakan kemerdekaan. Ia bergabung dengan Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) dan aktif dalam berbagai diskusi serta kegiatan politik. Pada tahun 1917, ia terpilih sebagai ketua organisasi tersebut.

Pada 23 November 1917, dalam sebuah pidato di Universitas Leiden, Dahlan dengan lantang menyatakan, “Kami orang Indonesia ingin mendapatkan hak yang lebih besar untuk ikut memerintah negeri ini.” Pernyataan ini merupakan sikap politik yang radikal pada zamannya. Ia tercatat sebagai tokoh pertama yang menggunakan istilah “Indonesia” secara eksplisit dalam konteks politik dan kebangsaan.

Kembali ke Tanah Air dan Aktivisme Politik

Dahlan Abdullah kembali ke tanah air pada tahun 1922. Ia aktif mengajar, berorganisasi, dan terlibat dalam gerakan politik. Ia tercatat sebagai salah satu tokoh penting dalam Partai Indonesia Raya (Parindra), yang memperjuangkan kemerdekaan melalui jalur politik dan pendidikan masyarakat.

Masa Pendudukan Jepang dan Persiapan Kemerdekaan

Saat Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, Dahlan Abdullah bersama tokoh-tokoh nasional lain seperti Soekarno, Hatta, dan Mas Mansoer menjalin kerja sama strategis dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mempercepat kemerdekaan Indonesia.

Dahlan Abdullah diangkat sebagai Wali Kota Jakarta pada Maret 1942. Karena rumahnya berdekatan dengan para tokoh pergerakan seperti Mohammad Hatta, Soedjono, dan Mohammad Yamin, komunikasi dan koordinasi antara mereka berlangsung lancar. Posisi strategisnya sebagai Wali Kota menjadikan koordinasi pemuda dan rakyat menjelang kemerdekaan lebih efisien.

Menjelang pembacaan proklamasi, rencana awalnya teks proklamasi akan dibacakan di Lapangan Ikada. Namun, karena pasukan Jepang sudah bersiaga di lokasi, pembacaan akhirnya dipindahkan ke rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Barisan pelopor dan pemuda yang telah bersiap sebelumnya segera mengalihkan massa ke lokasi baru. Dahlan Abdullah turut hadir dalam peristiwa bersejarah itu, memastikan mobilisasi masyarakat berjalan cepat dan terkoordinasi.

Kemerdekaan dan Perjuangan Pascaproklamasi

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Dahlan Abdullah terpilih menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Namun, Belanda menolak mengakui kemerdekaan Indonesia dan melancarkan agresi militer untuk kembali menjajah.

Tentara Belanda (NICA) mencoba membujuk Dahlan Abdullah untuk bekerja sama. Ia menolak dengan tegas dan dianggap sebagai tokoh non-kooperatif. Akibatnya, ia ditangkap dan dipenjara di Gang Tengah. Ia baru dibebaskan pada Januari 1947. Setelah bebas, ia segera mengunjungi Mohammad Hatta yang sedang diasingkan ke Pulau Bangka.

Pendiri Universitas Islam Indonesia

Bagindo Dahlan Abdullah merupakan salah satu pendiri Sekolah Tinggi Islam yang kemudian berkembang menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta. Dalam rapat tokoh-tokoh Masyumi tahun 1945, ia hadir bersama tokoh-tokoh besar seperti KH Wahid Hasyim, KH Abdul Wahid, Mas Mansyur, Mohammad Roem, Soekiman Wirjosandjojo, Harsono Cokroaminoto, dan lain-lain. Mereka sepakat mendirikan lembaga pendidikan tinggi Islam pertama di Indonesia yang kemudian menjadi tonggak penting dalam sejarah pendidikan nasional.

Menjadi Duta Besar dan Wafat

Pada 27 Maret 1950, Presiden Soekarno secara resmi mengangkat Dahlan Abdullah sebagai Duta Besar Indonesia untuk Irak, Suriah, dan Yordania (Transjordania). Sayangnya, ia hanya sempat menjalankan tugas selama tiga bulan.

Dahlan Abdullah wafat pada 19 Mei 1950 akibat serangan jantung. Jenazahnya dimakamkan di Kompleks Masjid Syaikh Abdul Qadir Jailani di Baghdad, Irak. Pemakaman di sana dilakukan atas usul Agus Salim sebagai simbol persahabatan antara Republik Indonesia dan Irak.

Bagindo Dahlan Abdullah adalah tokoh yang berjasa besar dalam perjuangan diplomatik, pendidikan, dan perintisan nasionalisme Indonesia. Ia bukan hanya pelopor dalam penggunaan istilah “Indonesia” secara politis, tetapi juga pendidik dan pemimpin yang ikut membentuk pondasi negara ini. Warisannya masih terasa melalui lembaga-lembaga yang ia dirikan dan gagasan kebangsaan yang ia sebarkan sejak awal abad ke-20.

Sumber

Share Article:

arsipmanusia.com

Writer & Blogger

Considered an invitation do introduced sufficient understood instrument it. Of decisively friendship in as collecting at. No affixed be husband ye females brother garrets proceed. Least child who seven happy yet balls young. Discovery sweetness principle discourse shameless bed one excellent. Sentiments of surrounded friendship dispatched connection is he. Me or produce besides hastily up as pleased. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jenderal AH Nasution

Jenderal Abdul Haris Nasution, lahir pada 3 Desember 1918, adalah sosok kunci dalam sejarah Indonesia yang memberikan kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan negara.

Join the family!

Sign up for a Newsletter.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.
Edit Template
Tombol Provinsi Indonesia
Scroll to Top