Edit Template

Stanislaus Sandarupa: Budayawan Toraja dan Penjaga Kearifan Aluk Todolo

Prof. Stanislaus Sandarupa merupakan Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin (Unhas), yang hampir seluruh hidupnya diberikan untuk meneliti, menulis, dan memperkenalkan budaya Toraja ke kancah dunia.

Sebagai budayawan, peneliti, dan akademisi Toraja, Stanis dikenal luas melalui karya-karya ilmiahnya yang mendalami makna upacara adat seperti Rambu Solo’ dan falsafah Tallu Lolona, konsep tiga kehidupan yang menggambarkan harmoni antara manusia, hewan, dan alam. 

Nama Prof. Stanislaus Sandarupa kemudian menjelma sebagai simbol intelektual yang mengabdikan ilmu untuk melestarikan budaya. Ia bukan hanya dosen atau penulis buku, tetapi juga jembatan antara tradisi lisan Toraja dengan dunia akademik internasional. Melalui penelitian dan tulisan, Stanis menunjukkan bahwa menjaga budaya bukan sekadar tugas pelestarian, melainkan bentuk tertinggi dari pengabdian kepada jati diri bangsa.

Latar Belakang dan Pendidikan

Prof. Stanislaus Sandarupa lahir di Makale, Tana Toraja, pada 9 Oktober 1956. Sejak kecil, ia tumbuh di tengah lingkungan yang kaya akan tradisi dan kearifan lokal. Suasana kehidupan masyarakat Toraja yang lekat dengan upacara adat, simbolisme, serta nilai spiritual membentuk cara pandangnya terhadap dunia. 

Setelah menamatkan pendidikan dasar dan menengah di Toraja, Stanis melanjutkan kuliah di Fakultas Sastra Inggris Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar. Ia menempuh pendidikan sarjana pada periode 1982–1987, dan mulai menaruh minat besar pada kajian bahasa, sastra, serta relasinya dengan budaya masyarakat. Pada masa itu, ia juga banyak berinteraksi dengan para dosen dan akademisi yang memperkenalkan pendekatan linguistik terhadap kebudayaan.

Minatnya terhadap kebudayaan lokal tampak jelas dalam skripsi sarjana yang ia tulis. Stanis memilih untuk meneliti ucapan-ucapan Toma’kayo, yakni para pemimpin ritual dalam upacara adat di kampung-kampung Toraja. Melalui penelitian ini, ia berupaya mengungkap makna simbolik dan nilai spiritual yang tersirat dalam bahasa ritual tersebut. 

Studi Lanjut di Luar Negeri

Keinginan Prof. Stanislaus Sandarupa untuk memahami kebudayaan Toraja dari sudut pandang ilmiah membawanya menapaki perjalanan akademik ke luar negeri. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Hasanuddin, ia berhasil memperoleh beasiswa Fulbright (salah satu beasiswa paling prestisius di dunia) untuk melanjutkan studi magister di University of Chicago, Amerika Serikat.

Di kampus tersebut, Stanis memperdalam bidang Linguistik, dengan fokus pada hubungan antara bahasa, simbol, dan makna budaya. Dalam tesis masternya yang berjudul Tropes, Symbolism, Rhetorical Structures, and Parallelism in Toraja, ia mengupas bagaimana bahasa ritual masyarakat Toraja mengandung struktur berpikir yang kompleks dan kaya makna. 

Melalui penelitian ini, Stanis memperkenalkan cara pandang baru bahwa bahasa tradisional bukan sekadar alat komunikasi, melainkan juga wadah pengetahuan dan sistem nilai yang merefleksikan cara hidup suatu komunitas.

Pada tahun 1993, ia menerima beasiswa Ford Foundation untuk menempuh program doktoral (Ph.D.) di bidang Antropologi Linguistik di universitas yang sama. Di bawah bimbingan sejumlah pakar antropologi terkemuka dunia, Stanis menulis disertasi yang berfokus pada ritual kematian Rambu Solo’ dalam masyarakat Aluk Todolo Toraja.

Melalui penelitian doktoralnya, Stanis menelaah relasi antara bahasa, struktur sosial, dan pandangan hidup masyarakat Toraja terhadap kematian. Ia berupaya menunjukkan bahwa setiap ucapan, simbol, dan prosesi dalam Rambu Solo’ memiliki makna filosofis yang membentuk pandangan hidup masyarakat terhadap dunia roh dan keseimbangan alam. 

Pendekatannya yang memadukan linguistik, antropologi, dan semiotika menjadikan disertasinya sebagai salah satu karya penting dalam kajian budaya Indonesia di tingkat internasional.

Selama menempuh studi di luar negeri, Stanis juga aktif memperkenalkan budaya Indonesia di berbagai forum ilmiah. Ia sering diundang sebagai pembicara dalam konferensi kebudayaan dan linguistik internasional, membahas bagaimana nilai-nilai tradisi lokal bisa dibaca melalui bahasa dan narasi masyarakatnya. 

Pengalamannya di Amerika Serikat tidak hanya memperkaya pengetahuan akademiknya, tetapi juga memperluas jejaring ilmiah yang kelak berperan penting dalam mengangkat nama Toraja dan Indonesia di ranah global.

Setelah menyelesaikan studi doktoralnya, Stanis kembali ke tanah air dengan tekad kuat untuk membangun tradisi penelitian budaya di Indonesia. Ia meyakini bahwa ilmu yang diperolehnya di luar negeri harus kembali memberi manfaat bagi masyarakat, khususnya bagi pelestarian kebudayaan lokal yang menjadi identitas bangsa.

Karya-Karya Ilmiah dan Buku

Sebagai seorang akademisi dan peneliti budaya, Prof. Stanislaus Sandarupa dikenal produktif dalam menulis karya ilmiah yang menyoroti hubungan antara bahasa, simbol, dan kebudayaan Toraja. 

Karya-karyanya tidak hanya memperkaya khazanah antropologi linguistik di Indonesia, tetapi juga menjadi rujukan penting bagi para peneliti internasional yang tertarik pada studi masyarakat dan kebudayaan lokal Nusantara.

Salah satu ciri khas karya Stanis adalah kemampuannya menafsirkan bahasa ritual Toraja dengan pendekatan ilmiah yang mendalam namun tetap menghormati nilai-nilai tradisional. Ia memandang bahasa adat sebagai sistem makna yang mengandung filsafat hidup, konsep kosmologi, serta pandangan masyarakat tentang hubungan manusia dengan alam dan roh leluhur.

Dalam berbagai publikasi akademiknya, Stanis banyak mengulas upacara Rambu Solo’, Rambu Tuka’, dan Tallu Lolona, yaitu tiga elemen penting dalam sistem kepercayaan Aluk Todolo. Melalui analisis linguistik dan simbolik, ia mengungkap bagaimana masyarakat Toraja mengekspresikan nilai kemanusiaan, spiritualitas, serta keseimbangan ekologis melalui ritual dan narasi adat.

Beberapa karya ilmiah dan publikasi terkenalnya antara lain:

  • “Tropes, Symbolism, and Rhetorical Structures in Toraja Ritual Language” yang berasal dari tesis masternya di University of Chicago.
  • “Parallelism in Toraja Ritual Speech” membahas pola repetisi dan struktur linguistik dalam bahasa upacara adat.
  • “The Concept of Death in Toraja Rituals” berdasarkan penelitian disertasinya tentang Rambu Solo’ dan pandangan masyarakat terhadap kematian.
  • “Language, Myth, and Identity in Toraja Society” yang menyoroti peran bahasa dalam membentuk identitas budaya Toraja.

Selain menulis artikel akademik, Stanis juga aktif menulis buku dan esai budaya yang lebih populer agar hasil penelitiannya dapat diakses oleh masyarakat luas. Melalui tulisan-tulisan tersebut, ia berupaya menjembatani dunia akademik dengan kehidupan sosial, menjadikan kebudayaan Toraja bukan hanya bahan penelitian, tetapi juga sumber inspirasi untuk memahami makna kehidupan.

Karya-karya Prof. Stanislaus Sandarupa menjadi saksi dalam melestarikan dan memperkenalkan budaya Toraja ke dunia internasional. Ia berhasil menempatkan Toraja bukan sekadar sebagai destinasi wisata budaya, melainkan sebagai pusat refleksi intelektual mengenai kehidupan, kematian, dan keseimbangan alam semesta. 

Penelitian Lapangan dan Kontribusi terhadap Pelestarian Budaya

Sebagian besar hidup Prof. Stanislaus Sandarupa dihabiskan di lapangan, menyelami langsung kehidupan masyarakat Toraja untuk memahami makna di balik bahasa, simbol, dan praktik adat yang dijalankan secara turun-temurun. Baginya, memahami budaya tidak cukup melalui teori, ia harus dihayati, dijalani, dan ditafsirkan dari dalam.

Sejak awal karier akademiknya, Stanis rutin melakukan penelitian etnografi di berbagai kampung di Tana Toraja, seperti di Sa’dan, Mengkendek, dan Makale. Ia terlibat langsung dalam proses Rambu Solo’ (upacara kematian) dan Rambu Tuka’ (upacara syukuran), mencatat dengan teliti setiap tuturan, simbol, dan gestur yang menyertai ritual tersebut. Dari lapangan, ia menemukan bahwa setiap detail dalam upacara adat, mulai dari tata letak rumah, penempatan sesaji, hingga struktur bahasa doa, mencerminkan sistem nilai dan tatanan sosial masyarakat Toraja.

Hasil penelitian lapangan Stanis kemudian menjadi dasar berbagai publikasinya, baik di dalam maupun luar negeri. Ia memanfaatkan pendekatan antropologi linguistik, yaitu mempelajari bagaimana bahasa mencerminkan pandangan hidup suatu komunitas. 

Melalui pendekatan ini, Stanis berusaha menunjukkan bahwa bahasa ritual Toraja merupakan cermin dari kosmologi dan struktur sosial masyarakatnya. Temuan-temuan tersebut tidak hanya memperkaya ilmu pengetahuan, tetapi juga membantu masyarakat Toraja sendiri memahami kembali makna mendalam dari tradisi yang mereka jalankan.

Selain berfokus pada penelitian ilmiah, Stanis juga aktif dalam pelestarian budaya Toraja. Ia kerap terlibat dalam program revitalisasi bahasa dan sastra daerah, bekerja sama dengan lembaga budaya, pemerintah daerah, dan universitas. 

Salah satu kontribusinya adalah dalam upaya dokumentasi dan interpretasi naskah serta tuturan lisan Toraja yang nyaris punah akibat perubahan sosial dan modernisasi. Melalui kerja-kerja dokumentasi ini, ia berusaha memastikan bahwa generasi muda Toraja tetap dapat mengakses pengetahuan dan nilai-nilai leluhur mereka.

Stanis juga dikenal sebagai sosok yang mampu menjembatani tradisi lokal dengan dunia akademik modern. Ia sebagai mediator antara masyarakat adat dan peneliti luar negeri yang datang ke Toraja, membantu agar penelitian dilakukan dengan menghormati nilai dan etika budaya setempat. Sikapnya yang rendah hati dan pemahamannya yang mendalam terhadap adat membuatnya dihormati baik oleh komunitas lokal maupun oleh kalangan ilmuwan internasional.

Melalui dedikasi dan keterlibatannya di lapangan, Prof. Stanislaus Sandarupa tidak hanya berperan sebagai peneliti, tetapi juga sebagai penjaga warisan budaya Toraja. Ia mengabdikan ilmunya untuk memastikan bahwa tradisi dan kearifan lokal tidak sekadar menjadi kenangan masa lalu, melainkan terus hidup dan relevan di tengah perubahan zaman.

Aktivitas Bisnis dan Promosi Budaya

Kecintaan Prof. Stanislaus Sandarupa terhadap kebudayaan Toraja tidak hanya diwujudkan melalui penelitian dan karya ilmiah, tetapi juga melalui aktivitas bisnis berbasis budaya. Ia percaya bahwa pelestarian kebudayaan tidak bisa dilepaskan dari kesejahteraan masyarakat dan keterlibatan dunia pariwisata. Dari pemikiran inilah lahir gagasan untuk mendirikan usaha yang tidak hanya berorientasi ekonomi, tetapi juga mengandung misi budaya.

Gagasan itu mulai terwujud ketika Stanis memperoleh honor penerjemahan dari TV5 Prancis pada tahun 1996. Saat itu, ia dipercaya untuk menerjemahkan sekitar 20 film dokumenter berbahasa Toraja ke dalam bahasa Inggris dan Prancis. 

Bayaran sebesar 200 dolar AS per hari selama satu bulan kerja ia manfaatkan bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan sebagai modal awal mendirikan usaha wisata budaya bernama Toraja Indonesia (Torindo) Tours and Travel.

Usaha perjalanan wisata ini resmi berdiri pada tahun 1998, berpusat di Makassar dan melayani rute wisata Makassar – Toraja sejauh 325 kilometer. Berbeda dengan biro wisata konvensional, Torindo Tours didirikan khusus untuk melayani kelompok akademisi dan wisatawan mancanegara yang memiliki minat pada budaya Toraja. 

Dalam setiap perjalanannya, Stanis tidak hanya memperkenalkan destinasi wisata alam, tetapi juga memberi pemahaman tentang makna simbolik di balik upacara, arsitektur rumah adat, serta nilai-nilai spiritual masyarakat Toraja.

Ciri khas Torindo adalah penyambutan tamu dengan tarian selamat datang (welcome dance) dan jamuan makan adat di lumbung (alang), diiringi penggunaan sarung tradisional Toraja. 

Stanis selalu berupaya menanamkan kesan mendalam kepada para pengunjung bahwa Toraja bukan sekadar tempat wisata, melainkan tanah yang sarat makna spiritual dan budaya. Ia bahkan terkenal dengan ungkapan yang selalu disampaikannya kepada turis asing:

“Don’t die before you go to Toraja. Toraja is a piece of heaven.”
(Karena Toraja adalah sepotong surga, jangan mati sebelum ke sana.)

Menurut penuturan Dirk Sandarupa, anak kedua Stanis, kalimat tersebut menjadi ciri khas ayahnya setiap kali memandu wisatawan. Ungkapan itu menggambarkan semangat Stanis mempromosikan Toraja ke dunia internasional dengan cara yang sederhana, hangat, namun berkesan.

Selain Torindo Tours and Travel, Stanis juga mendirikan Rumah Makan Arum Pala di jalan poros Makassar – Toraja, yang hingga kini masih beroperasi. Rumah makan tersebut juga didirikan dari hasil upah penerjemahannya dan dirancang sebagai tempat singgah bagi para wisatawan maupun rombongan akademik yang hendak menuju Tana Toraja. 

Di tempat ini, pengunjung bisa menikmati hidangan khas Toraja sambil mengenal cerita di balik tradisi kuliner daerah tersebut. Dengan begitu, setiap aktivitas bisnis yang digagasnya selalu disertai dengan nilai edukatif dan promosi budaya.

Selain itu, Stanis juga mengembangkan warung internet dan usaha keluarga yang turut dikelola bersama anak-anaknya. Dalam setiap kegiatan bisnisnya, ia selalu melibatkan keluarga agar mereka turut memahami pentingnya kerja keras, kebersamaan, dan kecintaan terhadap tanah kelahiran.

Melalui kombinasi antara ilmu, bisnis, dan semangat pelestarian budaya, Prof. Stanislaus Sandarupa berhasil membuktikan bahwa budaya dapat menjadi sumber inspirasi sekaligus penghidupan. Ia memandang Toraja bukan hanya sebagai objek penelitian, tetapi sebagai identitas dan warisan yang layak diperjuangkan. 

Ia memperkenalkan Toraja ke dunia, menjadikannya dikenal tidak hanya karena keindahan alamnya, tetapi juga karena kekayaan nilai dan kebijaksanaan yang terkandung di dalamnya.

Kehidupan Pribadi dan Pandangan Hidup

Di balik sosok akademisi dan budayawan yang produktif, Prof. Stanislaus Sandarupa dikenal sebagai pribadi yang sederhana, tekun, dan sangat mencintai keluarganya. Dalam keseharian, ia menampilkan figur seorang ayah yang disiplin, rendah hati, dan konsisten dalam menjalani prinsip hidupnya.

Menurut penuturan Dirk Sandarupa, anak keduanya, sang ayah adalah sosok yang tidak terlalu gemar pada hal-hal bersifat hiburan. “Dari kami kecil pun, yang lebih banyak menemani untuk berbelanja adalah ibu. Ayah lebih senang di rumah, menulis atau menonton berita ketimbang diajak berbelanja, meskipun hanya untuk sekadar refreshing,” 

Kebiasaannya itu menunjukkan betapa besar dedikasi Stanis terhadap dunia pengetahuan dan kebudayaan. Waktu luangnya hampir seluruhnya dihabiskan untuk membaca, menulis, dan melakukan riset kecil di rumah.

Stanis tidak pernah terburu-buru mengejar gelar atau penghargaan, karena baginya, keberhasilan sejati adalah saat ilmunya bermanfaat bagi orang lain, terutama bagi masyarakat Toraja yang ia cintai.

Meski dikenal sebagai cendekiawan dengan reputasi internasional, Stanis tetap mempertahankan kesederhanaan hidup khas masyarakat Toraja. Ia terbiasa melibatkan keluarganya dalam setiap kegiatan bisnis, seperti pengelolaan Torindo Tours hingga Rumah Makan Arum Pala. 

Bagi Stanis, keluarga bukan sekadar pendukung, melainkan bagian dari perjuangan itu sendiri. Prinsip kebersamaan dalam keluarga mencerminkan nilai-nilai Tallu Lolona yang ia pahami, sebuah pandangan hidup Toraja yang menekankan keseimbangan antara manusia, hewan, dan tumbuhan.

Di mata rekan-rekan sejawatnya di Universitas Hasanuddin, Stanis dikenal sebagai sosok yang berpikir mendalam dan berbicara dengan penuh makna. Ia tidak mudah tergesa-gesa memberikan pendapat, melainkan selalu berusaha memahami persoalan dari akar budaya. Hal ini menjadikannya figur yang disegani, baik di lingkungan akademik maupun di kalangan masyarakat Toraja.

Bagi mereka yang pernah mengenalnya, Stanis bukan hanya seorang dosen atau peneliti, melainkan juga “guru kehidupan”. Ia menanamkan nilai bahwa setiap pengetahuan seharusnya berpulang pada kemaslahatan manusia dan kelestarian budaya. Prinsip itulah yang membuat kehidupannya senantiasa membumi, meski kiprahnya telah menembus batas-batas akademik dan geografis.

Wafat 

Prof. Stanislaus Sandarupa menghembuskan napas terakhirnya pada 18 Januari 2016 di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, rekan akademisi, dan masyarakat Toraja. 

Sumber:

Share Article:

arsipmanusia.com

Writer & Blogger

Considered an invitation do introduced sufficient understood instrument it. Of decisively friendship in as collecting at. No affixed be husband ye females brother garrets proceed. Least child who seven happy yet balls young. Discovery sweetness principle discourse shameless bed one excellent. Sentiments of surrounded friendship dispatched connection is he. Me or produce besides hastily up as pleased. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baru Terbit

  • All Post
  • Biodata
  • Biografi
  • Blog
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
  • Time Line

Jenderal AH Nasution

Jenderal Abdul Haris Nasution, lahir pada 3 Desember 1918, adalah sosok kunci dalam sejarah Indonesia yang memberikan kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan negara.

Join the family!

Sign up for a Newsletter.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.
Edit Template
Tombol Provinsi Indonesia
Scroll to Top