Radjiman Wedyodiningrat adalah tokoh besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, ia adalah seorang dokter, pemikir serta diplomat yang aktif dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), sebuah organisasi yang ditugaskan untuk merumuskan dasar negara untuk Indonesia yang dijanjikan kemerdekaan oleh Jepang. Hasil dari dibentuknya BPUPKI adalah lahirnya dasar negara Indonesia yang kita kenal sebagai Pancasila saat ini.
Sebagai ketua di BPUPKI, Radjiman harus dapat menyatukan berbagai pandangan yang berbeda dari anggotanya. Radjiman memastikan agar diskusi tetap berjalan dengan tertib dan aman meskipun terdapat perdebatan besar antar anggota yang memiliki latar berbeda seperti agama, etnis, dan pandangan politik.
Radjiman Wedyodiningrat perlu dibahas karena ia merupakan salah satu tokoh penting pada perjuangan Kemerdekaan Indonesia, terutama ketika masa masa kritis menjelang proklamasi kemerdekaan.
Table of Contents
ToggleKehidupan Awal dan Pendidikan
Radjiman Wedyodiningrat dilahirkan pada tanggal 21 April 1879 di desa Melati, Glondongan, Yogyakarta. Sejak kecil ia dididik untuk berjiwa kesatria, bersahaja, bekerja keras dan tabah.
Radjiman berhasil menyelesaikan pendidikan dasarnya di Europe Lagere School (ELS) di Yogyakarta pada 1893. Radjiman kemudian melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Dokter Pribumi STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) di Batavia.
Selama belajar di STOVIA, Radjiman menunjukkan prestasi akademis yang gemilang. Tidak hanya belajar tentang ilmu kedokteran, ia juga terlibat dalam diskusi-diskusi yang mengangkat isu-isu sosial dan politik yang tengah dihadapi oleh masyarakat Indonesia pada masa penjajahan Belanda.
Radjiman mulai membentuk pandangan kritis terhadap ketidakadilan yang terjadi pada rakyat Indonesia, khususnya dalam bidang kesehatan dan pendidikan.
Setelah menyelesaikan pendidikan dokternya di STOVIA pada 1899, Radjiman memulai karirnya sebagai pegawai di Centraal Burgerlijke Ziekeninrichting (CBZ) (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta). Lalu bekerja di Banyumas dan Purworejo karena saat itu sedang merebak penyakit cacar, lalu ke Madiun ditahun berikutnya kemudian di Rumah Sakit umum madiun pada priode 1901-1902.
Radjiman ingin melanjutkan pendidikannya, keinginannya terpenuhi ketika ia ditugaskan sebagai Assisten Leraar di STOVIA 1903-1904, di sini ia berhasil lulus dan mendapatkan gelar Indich Art.
Saat di STOVIA, Radjiman meminang isterinya yang bernama Rohani, ia kemudian pindah ke Sragen, Lawang dan Malang Jawa Timur, untuk bertugas di rumah sakit disitu.
Pada tahun 1906, Radjiman memutuskan untuk berhenti sebagai pegawai Pemerintahan Belanda. Ia merasa cita-citanya untuk membantu masyarakat di daerah telah berhasil. saat itu juga, isteri Radjiman mengandung anak pertamanya, namun anak itu tidak berumur panjang, anak keduanya juga mengalami nasib yang sama.
Radjiman dan Isterinya sangat sedih, setelah berdiskusi, ia diputuskan untuk mengangkat anak yang bernama Asri. Setelah mengangkat anak, lahir juga puterinya sehingga membuat kebahagian pasangan ini semakin lengkap.
Pada tahun 1909, Isterinya, Rohani meninggal dunia karena penyakit keras yang dideritanya. Isterinya meninggalkan puteri-puterinya yang masih kecil. Karena pertimbangan itu, Radjiman memustuskan untuk menikah lagi dengan wanita Yogyakarta yang bernama Karsinah. Dari Pernikahan keduanya, Radjiman dikaruniai seorang putera yang diberi nama Darmanu.
Dokter Keraton
Setelah berhenti dari Pegawai Pemerintah Belanda, Radjiman memutuskan mengabdi untuk menjadi dokter keraton di Kesunanan Surakarta.
Atas dedikasi selama mengabdi menjadi Dokter Keraton, Sultan Pakubuwono X menganugerahkan gelar Kanjeng Raden Tumenggung pada tahun 1934.
Nama Radjiman kemudian selalu dikenal dan ditulis dengan Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radjiman Wedyodiningrat.
Budi Utomo
Radjiman Wedyodiningrat tidak hanya dikenal sebagai seorang dokter, tetapi juga sebagai salah satu tokoh utama dalam organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia, Budi Utomo.
Dr. Wahidin Soedirohoesodo dan sejumlah pemuda terpelajar lainnya Mendirikan Budi Utomo pada 20 Mei 1908. Budi Utomo memiliki misi untuk memperbaiki kondisi masyarakat pribumi, terutama di bidang pendidikan dan kebudayaan.
Bergabungnya Radjiman dalam Budi Utomo untuk memajukan kesehatan dan pendidikan rakyat Indonesia. Sebagai seorang dokter, ia merasa penting untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat melalui akses yang lebih baik terhadap pelayanan kesehatan.
Ia percaya bahwa tanpa kesehatan yang baik, masyarakat tidak akan mampu bangkit dari penjajahan. Radjiman bekerja keras bersama tokoh-tokoh lain seperti Dr. Soetomo untuk memajukan kesehatan rakyat melalui program-program yang diselenggarakan oleh Budi Utomo.
Perjuangan di Budi Utomo tidak hanya terbatas pada masalah kesehatan dan pendidikan, tetapi juga mulai menyentuh isu-isu politik. Meskipun pada awalnya Budi Utomo berfokus pada kebudayaan dan pendidikan, organisasi ini kemudian berkembang menjadi wadah untuk menyuarakan hak-hak politik pribumi, termasuk hak untuk merdeka dari penjajahan Belanda. Radjiman mendorong kesadaran politik di kalangan masyarakat dan tokoh-tokoh pergerakan lainnya.
Radjiman melihat bahwa perbaikan dalam bidang kesehatan dan pendidikan adalah langkah awal untuk membebaskan bangsa dari ketergantungan pada penjajah. Budi Utomo membangkitkan semangat kebangsaan dan kesadaran politik yang menjadi dasar pergerakan nasional yang lebih besar nantinya.
Penjajahan Jepang
Pada masa pendudukan Jepang, Radjiman terpilih menjadi anggota Chou Sangi Kai (Dewan Pertimbangan Daerah) Madiun, Kemudian ia terpilih sebagai anggota Chou Sangi-In (Dewan Pertimbangan Pusat). Selain itu, Radjiman juga aktif di Majelis Pertimbangan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat)
Memasuki tahun 1945 situasi politik berubah, Jepang terdesak oleh pasukan sekutu, untuk mendapat simpati dari masyarakat Indonesia, Jepang menjanjikan kemerdekaan pada rakyat Indonesia.
Pemerintah Jepang mendirikan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Radjiman Wedyodiningrat terpilih sebagai ketuanya.
Ketua BPUPKI
Pada Mei 1945, Radjiman Wedyodiningrat ditunjuk menjadi ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
BPUPKI terdiri dari tokoh-tokoh penting nasional yang bertugas merumuskan dasar negara dan persiapan kemerdekaan Indonesia.
Sebagai ketua BPUPKI, Radjiman memimpin sidang-sidang yang membahas dasar negara Indonesia. Ia diharapkan dapat menyatukan perbedaan pandangan pada setiap anggota, yang mana disatu sisi ada yang ingin membentuk negara berdasarkan Islam dan disisi lain ada yang ingin membentuk negara sekuler.
Dari perbedaan pandangan itu, akhrinya disimpulkan bahwa dasar negara Indonesia ketika merdeka ialah Pancasila. Dasar negara ini diusulkan oleh Soekarno, usulan ini dipilih setelah melalui perdebatan panjang yang dilakukan anggota BPUPKI.
Pancasila, yang terdiri dari lima prinsip, berhasil menyatukan berbagai pandangan yang berbeda dan diterima sebagai dasar negara Indonesia. Kepemimpinannya yang tenang dan bijaksana membuat sidang BPUPKI berjalan lancar, meskipun terdapat perbedaan pandangan yang sangat tajam di antara para anggota.
Setelah Kemerdekaan
Meskipun usianya sudah tidak muda, semangat perjuangannya tidak surut. Radjiman menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada periode awal setelah kemerdekaan, di mana ia terlibat dalam pembentukan struktur pemerintahan Indonesia yang baru.
Di DPR, Radjiman berusaha memastikan bahwa prinsip-prinsip yang telah dirumuskan selama sidang BPUPKI diterapkan dalam sistem pemerintahan yang sedang berkembang. Fokus utamanya tidak hanya pada politik, tetapi juga pada reformasi dalam bidang kesehatan dan pendidikan, dua bidang yang menjadi perhatian besar dalam seluruh kariernya.
Radjiman percaya bahwa pembangunan bangsa harus didasarkan pada kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, ia selalu memperjuangkan pentingnya layanan kesehatan yang lebih baik dan akses pendidikan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Baginya, keberhasilan suatu negara tidak hanya tergantung pada kekuatan militer atau politik, tetapi juga pada kemampuan negara tersebut untuk menjaga kesehatan dan memberikan pendidikan kepada rakyatnya.
Akhir Hayat
Radjiman Wedyodiningrat menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 20 September 1952 di desa Dirgo, Widodaren, Ngawi. Jenazahnya dimakamkan di dekat makam dr. Wahidin Sudirohusodo di desa Mlati, Sleman, Yogyakarta.
Untuk mengenang perjuangan Radjiman Wedyodiningrat, Pemerintah Indonesia pada tanggal 6 November 2013, berdasarkan Keppres No. 68/TK/Tahun 2013 menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya.
Bio Data Radjiman Wedyodiningrat
Nama Lengkap | dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat |
Nama Kecil | – |
Nama Lain | Radjiman Wedyodiningrat |
Tempat, Lahir | Yogyakarta, Hindia Belanda, 21 April 1879 |
Tempat, Wafat | Ngawi, Jawa Timur, Indonesia, 20 September 1952 (umur 73) |
Makam | Pemakaman Mlati, Sleman, Yogyakarta |
Agama | Islam |
Bangsa | Indonesia |
Pekerjaan | Dokter, Politikus |
Ayah | Sutodrono |
Ibu | – |
Isteri | Rohani, Karsinah |
Anak | Darmanu |
Riwayat Pendidikan Radjiman Wedyodiningrat
Jenjang Pendidikan | Nama Sekolah | Tahun |
---|---|---|
Hollands Inlandsche School (HIS) | Europese Lagere School (ELS), Yogyakarta | 1893 |
School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) | School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA), Batavia | 1899 |
Dokter | Universitas Amsterdam, Belanda | 1910 |
Rontgenologie | Amsterdam Belanda | 1919 |
Gudascopie Urinoir | Berlin, Jerman | |
Gudascopie Urinoir | Paris, Perancis | 1931 |
Karir Radjiman Wedyodiningrat
Instansi/Tempat | Jabatan | Masa Jabatan |
---|---|---|
Centraal Burgerlijke Ziekeninrichting (CBZ) | Pegawai Belanda | 1899-1905 |
Banyumas | Dokter | 1899 |
Purworejo | Dokter | 1899 |
Semarang | Dokter | 1900 |
Madiun | Dokter | 1901-1902 |
School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) | Assisten Leraar | 1903-1904 |
Sragen | Dokter | 1905-1906 |
Lawag | Dokter | 1905-1906 |
Kesunanan Surakarta | Dokter Kraton | 1906 |
Budi Utomo | Ketua | 1914-1915 |
Budi Utomo | Wakil Ketua | 1915-1923 |
Volksraad | Anggota | 1918-1921 |
Chou Sangi Kai, Madiun | Anggota | |
Chou Sangi In | Anggota | 1940 |
Poetra (Poesat Tenaga Rakjat) | Anggota Majelis Pertimbangan | |
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) | Ketua | Mei 1945-1945 |
KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) | Anggota | |
Dewan Pertimbangan Agung | Anggota | |
Dewan Perwakilan Rakyat Jakarta | Anggota | 1950-1952 |
Penghargaan Radjiman Wedyodiningrat
Penghargaan | Tahun | Keterangan |
---|---|---|
Pahlawan Kemerdekaan Indonesia | 6 November 2013 | Keppres No.68/TK/Tahun 2013 |
Kami ingin membuat pengalaman membaca kamu sebaik mungkin! Jika kamu menemukan informasi yang kurang tepat atau hilang dalam konten kami, kami sangat menghargai kontribusi kamu untuk memperbaikinya.
Dengan kerjasama kamu, kami dapat memastikan bahwa setiap informasi yang kami bagikan akurat dan bermanfaat bagi semua pembaca kami. Jangan ragu untuk memberi tahu kami melalui kolom komentar di bawah setiap artikel atau melalui halaman Contact Us.
Setiap masukan dari kamu sangat berarti bagi kami, dan kami selalu siap untuk meningkatkan kualitas layanan kami berkat kontribusi kamu. Terima kasih atas dukungan dan kerjasama kamu!