Want to Partnership with me? Book A Call

Popular Posts

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Categories

Edit Template

Maria Walanda Maramis: Pahlawan Wanita Dari Tanah Minahasa

Maria Josephine Catherine Maramis, atau lebih dikenal sebagai Maria Walanda Maramis, lahir pada 1 Desember 1872 di Kema, Sulawesi Utara. Kehidupan masa kecilnya sangat dipengaruhi oleh budaya Minahasa yang saat itu masih sangat ketat dalam membatasi pendidikan bagi perempuan. 

Pada masa itu, pendidikan bagi perempuan dianggap tidak penting, dan mereka diarahkan hanya untuk menjadi ibu rumah tangga. Maria merasa bahwa ketidakadilan ini perlu diperbaiki, sehingga ia bertekad untuk memperjuangkan hak-hak pendidikan bagi perempuan di Minahasa. 

Usahanya pun membuahkan hasil ketika ia mendirikan organisasi PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya) pada tahun 1917, sebuah wadah pendidikan bagi kaum perempuan. Karena usahanya ini, Maria Walanda Maramis dikenang sebagai tokoh emansipasi yang menginspirasi banyak generasi.

Masa Remaja

Maria Josephine Catherine Maramis merupakan nama waktu kecil Maria yang diberikan ketika upacara pembabtisannya. Pada tanggal 1 Desember 1872, di Kema, Minahasa Utara, Maria dilahirkan dari pasangan Maramis Rotinsulu dan Sarah Rotinsulu. Pada tahun 1978, Maria dan saudara-saudaranya menjadi yatim piatu diakibatkan dari wabah kolera yang saat itu sedang menyebar.

Maria dan kedua kakaknya kemudian tinggal bersama paman dari ibunya, yang mana pamannya ini merupakan seorang Kepala Distrik di Maumbi. Meski tidak tinggal bersama orangtua kandungnya lagi, ternyata pamannya cukup memperhatikan pendidikan Maria dan kakak-kakaknya.

Maria dan Antje di sekolahkan di Sekolah Melayu di Maumbi, mereka disekolahkan disini selama 3 tahun, sedangkan Andries disekolahkan di Hoofdenschool (Sekolah Raja) di Tondano. Andries dapat masuk kesekolah ini karena kedudukan pamannya yang cukup terpandang.

Maria merasa pendidikannya di Sekolah Melayu begitu sempit dan menghambat perkembangannya, akan tetapi ia tidak tahu kalau sekolah memerlukan banyak biaya, sementara warisan dari orangtuanya tidak cukup untuk menyekolahkan Maria dan kakak-kakaknya bersama bersekolah di sekolah yang bagus. Oleh karena itu, pamannya hanya menyekolahkan Andries di sekolah Hoofdenschool.

Keluarga pamannya cukup memperhatikan segi-segi modern, Ny. Rotinsulu mengajarkan banyak hal seperti, memasak, membuat pakaian, cara bergaul, dan bagaimana orang beradab bersifat.

Menikah

Maria berkenalan dengan seorang pria yang bernama Joseph Frederik Calesung Walanda yang merupakan seorang guru di Sekolah Melayu Maumbi. Pergaulan mereka semakin dekat dan pamannya pun nampaknya merestui hubungan mereka, hingga akhirnya Joseph memberanikan diri untuk melamar Maria. 

Maria dan Joseph akhirnya menikah pada tahun 1890 di Gereja di Maumbi. Karena pernikahan ini, Maria menjadi Ny. Maria Walanda Maramis.

Masih ditahun yang sama, Maumbi diutus seorang Pendeta yang bernama Jan ten Hoeven, kedatangan pendeta ini memberikan dampak yang cukup besar di masayarakat Maumbi. Para pemuda dan masyarakat diajarkan banyak ilmu yang tidak didapatkan di Sekolah Melayu. 

Maria dan suami termasuk yang mendapatkan dampak dari kedatangan Pendeta ini. Maria belajar banyak hal dari Pendeta Jan ten Hoeven, seperti Bahasa Belanda dan pelajaran yang didapatkan di rumah pamannya dulu semakin matang. Maria menganggap kedatangan Pendeta Jan ten Hoeven seperti melanjutkan sekolahnya lagi.

Pelajaran lain yang didapatkan Maria adalah bagaimana cara mengenal masyarakat sendiri. Pendeta Jan ten Hoeven berhasil memperlihatkan bahwa masyarakat di Maumbi masih terpecah belah, tentu ini menjadi kelemahan masyarakat Maumbi.

Manado dan Pendidikan Anak

Joseph Walanda dipromosikan kenaikan pangkat, ia diangkat menjadi guru Bahasa Melayu di Hollands Indlansche School (HIS) Manado. Maria dan Joseph pindah ke Manado bersama ketiga anak gadisnya.

Maria dan Joseph sangat memperhatikan pendidikan anaknya, anaknya dimasukkan di sekolah Kristen khusus wanita di Tomohon, sebelum pindah ke Manado. Meskipun disekolah ini menggunakan Bahasa Belanda sebagai pengantar dan tetap menjunjung budaya setempat, setelah pindah ke Manado, Maria menginginkan ketiga anak gadisnya untuk bersekolah di ELS.

Keinginan Maria dan Joseph tidak berjalan mulus karena, keluarga ini tidak terdaftar sebagai Belanda. Joseph tidak menyerah, ia bahkan mempertaruhkan karirnya sebagai guru, ia mengajukan permohonan berulang kali ke pihak sekolah, namun berulang kali ditolak juga.

Perjuangan Joseph akhirnya mendapat titik terang, ketiga puterinya diperbolehkan masuk ke sekolah Belanda, dengan syarat harus lulus pada ujian khusus mata pelajaran Bahasa Belanda. Karena berkat bimbingan Josph dan Maria puterinya berhasil lulus dan diterima di sekolah Belanda.

Tidak sampai disitu, Maria menginginkan puterinya memiliki keahlian khusus, supaya nantinya dapat hidup mandiri di masyarakat. Maria ingin, anaknya melanjutkan pendidikannya ke Batavia, karena di Batavia terdapat sekolah kejuruan untuk wanita.

Keinginan Maria ini, terlihat sangat mengagumkan karena biaya untuk menyekolahkan anak ke Batavia cukup besar, apa lagi anak-anak Maria tidak keturunan bangsawan melainkan hanya keturunan guru. Disisi lain, keinginan Maria ini terasa seperti mustahil hingga ditertawakan banyak orang, termasuk suaminya sendiri tidak setuju.

Maria tidak menyerah begitu saja, hingga akhirnya suami Maria menyetujuinya. Kedua putri Maria diperbolehkan sekolah di Batavia dengan syarat hanya boleh tinggal di Batavia selama 3 tahun dan hanya boleh masuk sekolah guru serta mendapatkan Ijazah Europeesche Lagere Onderwijs.

PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya)

Menjelang tahun 1917, Maria dan teman wanitanya mendirikan kelompok kecil dengan tujuan untuk saling membantu persoalan mereka. Tidak lama setelah itu, muncul gagasan untuk memperluas perkumpulan kecil ini, untuk mewujudkan itu, dibentuk panitia yang mana Maria di pilih sebagai ketuanya.

Untuk memperkenalkan gagasan mereka, Maria menulis di surat kabar “Tjahja Siang” yang cukup terkenal di masyarakat Minahasa saat itu. Melalui tulisan-tulisannya, Maria menyampaikan tentang keadaan masyarakat saat itu seperti apa yang kurang di masayarakat dan perkembangan apa saja yang terjadi di masyarakat, seperti banyak anak gadis yang bersekolah dan menjadi perawat dan bidan.

Maria juga menyampaikan bagaimana membangun keluarga yang baik dan modern, dimana pendidikan anak yang terutama, ia juga banyak menyampaikan jasa-jasa RA. Kartini dalam memperjuangkan martabat wanita terutama di pulau jawa. Maria sangat mengagumi RA. Kartini, walaupun demikian Maria tidak ingin disebut sebagai Kartini Minahasa.

Maria juga menyampaikan dalam tulisannya bahwa masyarakat Minahasa terdiri dari tiga lapisan masyarakat, lapisan pertama terdiri dari para bangsawan, lapisan kedua terdiri dari para pegawai yang mendapat gaji setiap bulan, dan lapisan ketiga adalah penduduk desa.

Setalah gagasannya dianggap dapat diterima dimasyarakat Minahasa, Maria mengadakan rapat umum pada tanggal 8 Juli 1917, di rapat umum itu, Maria dan panitia mengusulkan untuk mendirikan organisasi untuk mewujudkan gagasan-gagasannya. Kemudian disepakati untuk dibuntuknya organisasi itu dengan nama Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya (PIKAT). 

Maria Walanda Maramis dipilih menjadi ketua dari PIKAT, yang menjadi sekretaris Ny. JE Mononutu Rotinsulu dan yang menjadi bendahara Ny. P. Massing Kalengkongan, kemudian Ny. Th. Mandagi Tikolalu dan Ny. H. Wakkary Mamahit diangkat menjadi komisaris.

Pada akhir tahun 1917, PIKAT sudah memiliki banyak cabang, diantara cabang itu adalah cabang di Minahasa, Manado, Maumbi, Moteling dan Tondano. Maria mengadakan rapat umum di Manado dan dihadiri oleh anggota cabang yang telah berdiri. Pada rapat itu, disepakati bahwa PIKAT yang di pimpin oleh Maria Walanda Maramis sebagai kepengurusan PIKAT Pusat. 

Di rapat umum itu juga disampaikan dua program jangka panjang, program pertama yaitu menerbitkan suatu majalah, hal ini bertujuan untuk memperpermudah PIKAT untuk menyampaikan pemikiran-pemikirannya. Program kedua adalah membangun Sekolah Rumah Tangga.

Masyarakat Manado menyambut organisasi ini dengan baik, bahkan Belanda pun menyambut dengan baik karena mereka menganggap organisasi PIKAT sesuai dengan tujuan politik mereka. Ada banyak tokoh-tokoh terkemuka juga mendukung program PIKAT, sehingga PIKAT mendapat banyak sumbangan-sumbangan.

Maria Walanda berjuang dengan giat untuk mengembangkan PIKAT, ia selalu mempertahankan prinsip-prinsip organisasinya dari orang-orang yang tidak suka dengan tindakannya.

Maria Walanda Maramis memutuskan untuk kembali ke Maumbi bersama dengan suaminya Joseph Walanda pada tahun 1922. Namun Maria tetap rutin berkunjung ke cabang-cabang PIKAT dan membuka cabang baru disekitar daerah Minahasa.

Akhir Hayat

Maria Walanda Maramis pada masa tuanya mulai sakit sakitan, ia rutin di periksa oleh dr. Andhu di Huize Maria yang merupakan seorang pengurus di PIKAT juga. Ketika sakitnya semakin parah, Maria dibawa ke rumah sakit dan sempat ditolak dengan alasan penuh, namun karena kondisi Maria semakin kritis dan harus segera mendapat tindakan operasi. Operasinya pun berhasil dilakukan, namun kondisi Maria semakin lemah, dalam kondisi itu, Maria membisikkan “Jagalah dan Peliharalah baik-baik, anak bungsuku PIKAT” kepada Ny. Sumolang.

pada tanggal 22 April 1924, Maria Walanda Maramis menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 52 tahun, Jenazah Maria Walanda Maramis dimakamkan di Kema tempat kelahirannya.

Pada 20 Mei 1969, Maria Walanda Maramis dianugrahi gelar Pahlawan Nasional Kemerdekaan Indonesia melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 012/TK/1969 yang ditanda tanganin oleh Presiden Soeharto.

Kami ingin membuat pengalaman membaca kamu sebaik mungkin! Jika kamu menemukan informasi yang kurang tepat atau hilang dalam konten kami, kami sangat menghargai kontribusi kamu untuk memperbaikinya. 

Dengan kerjasama kamu, kami dapat memastikan bahwa setiap informasi yang kami bagikan akurat dan bermanfaat bagi semua pembaca kami. Jangan ragu untuk memberi tahu kami melalui kolom komentar di bawah setiap artikel atau melalui halaman Contact Us

Setiap masukan dari kamu sangat berarti bagi kami, dan kami selalu siap untuk meningkatkan kualitas layanan kami berkat kontribusi kamu. Terima kasih atas dukungan dan kerjasama kamu!

Share Article:

arsipmanusia.com

Writer & Blogger

Considered an invitation do introduced sufficient understood instrument it. Of decisively friendship in as collecting at. No affixed be husband ye females brother garrets proceed. Least child who seven happy yet balls young. Discovery sweetness principle discourse shameless bed one excellent. Sentiments of surrounded friendship dispatched connection is he. Me or produce besides hastily up as pleased. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baru Terbit

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Jenderal AH Nasution

Jenderal Abdul Haris Nasution, lahir pada 3 Desember 1918, adalah sosok kunci dalam sejarah Indonesia yang memberikan kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan negara.

Join the family!

Sign up for a Newsletter.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.
Edit Template
Tombol Provinsi Indonesia
Scroll to Top