Edit Template

I Gusti Ngurah Rai: Pahlawan Puputan Margarana

I Gusti Ngurah Rai merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang dikenal karena keberanian, keteguhan prinsip, dan pengorbanannya dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, khususnya di Bali. 

Sebagai komandan pasukan Ciung Wanara, ia memimpin pasukan untuk menghadapi pasukan Belanda yang berupaya menguasai kembali wilayah Indonesia melalui operasi militer pasca-Proklamasi 17 Agustus 1945.

Latar Belakang Keluarga dan Masa Kecil

I Gusti Ngurah Rai lahir pada 30 Januari 1917 di Desa Carangsari, Kabupaten Badung, Bali, dengan nama lengkap I Gusti Ngurah Rai. Ia berasal dari lingkungan keluarga bangsawan Puri Carangsari.

Ayahnya bernama I Gusti Ngurah Palung yang merupakan seorang camat Petang dan ibunya bernama I Gusti Ayu Kompyang. warga dan kerbat mengenal I Gusti Ngurah Rai sebagai pemuda yang aktif dan ramah serta menyukai permainan di luar ruangan serta seni beladiri seperti pencak silat dan gulat.

Pendidikan dan Pembentukan Karakter

Karena kedudukan orangtuanya, I Gusti Ngurah Rai mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan formall. Pendidikan dasarnya ditempuh di Sekolah Rakyat, lalu ayahnya mengirimkannya ke Hollandsch Inlandsche Schooll (HIS) Denpasar. 

Tamat dari HIS Denpasar, ayah I Gusti Ngurah Rai mengirimnya ke Malang untuk melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Namun pendidikannya di MULO Malang ini tidak berhasil ia selesaikan karena ayahnya wafat pada 1935 yang mengharuskan ia kembali ke Bali.

Di kampung ia tidak melanjutkan pendidikannya selama kurang lebih 2 tahun dan juga tidak memiliki pekerjaan tetap. Pada 1 Desember 1936, I Gusti Ngurah Rai masuk sekolah Perwira Korps Prajoda di Gianyar, dan berhasil lulus pada tahun 1940 dengan pangkat Letnan Dua.

Setelah itu, I Gusti Ngurah Rai dikirim ke Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO) di Magelang, lalu melanjutkan ke sekolah Altileri di Malang.

Dinas Militer Awal dan Perjuangan

Pasukan Jepang sampai di Sanur, Bali pada tanggal 19 Februari 1942. Korps Prajoda dengan anggota sekitar 600 pejuang menjadi satu-satunya unit bersenjata yang ditempatkan di Bali.

Mesiki sudah melakukan langkah langkah mobilisasi, Korps Prajoda tetap tidak mampu melawan pasukan Jepang. Korps Prajoda memutuskan untuk menghindari bentrok langsung dengan Jepang. 

Korps Prajoda mulai membelot, perintah untuk menghancurkan lapangan terbang Denpasar tidak dilakukan. Melihat kondisi korps ini, Roodenburg terpaksa menarik pasukannya dan membubarkannya. Para perwira dan pasukan pulang kampung, dan perwira Belanda melarikan diri ke Jawa. 

Setelah Jepang berhasil menguasai Bali dan Kepulauan Sunda Kecil. Seperti kebanyakan orang Indonesia, I Gusti Ngurah Rai mendukung kedatangan Jepang dengan harapan kedatangan Jepang dapat mengganggu pemerintahan Kolonial Belanda dan mendapat peluang untuk merdeka lebih besar.

I Gusti Ngurah Rai bergabung dengan Mitsui Busan Kaisa sebuah perusahaan transportasi Jepang di Bali, Ngurah Rai ditugaskan untuk mengatur pasokan beras dan barang barang lainnya yang akan dikirim ke Jepang.

Pada tahun 1944, I Gusti Ngurah Rai mulai sadar bahwa kedatangan Jepang mulai memperburuk keadaan, ia mengecam penjajahan Jepang dan mulai bergabung dengan gerakan bawah tanah anti-Jepang di Bali. 

I Gusti Ngurah Rai juga bekerja sama dengan Intelijen Sekutu, ia menyamar sebagai kepala sel, sel yang ia kepalai berisi tahanan yang merupakan temannya di Korps Prajoda. Ngurah Rai memeberikan informasi tentang jadwal dan muatan kapal transportasi Jepang. Karena itu, Ngurah Rai sempat di curigai dan ditahan, namun karena tidak cukup bukti, ia dibebaskan.

Perjuangan Setelah Kemerdekaan

Pada 15 Agustus 1945, Kaisar Jepang Hirohito secara resmi menyerah tanpa syarat pada Sekutu. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamsikan kemerdekaannya, I Gusti Ngurah Rai mendukung kemerdekaan Indonesia.

Pemerintah pusat mengangkat I Gusti Ketut Pudja menjadi gubernur Kepulauan Sunda Kecil yang beribukota di Singaraja. I Gusti Ngurah Rai bekerja sama dengan I Gusti Ketut Pudja membangun kekuatan militer di Kepulauan Sunda Kecil.

I Gusti Ngurah Rai berhasil mendirikan milis yang terdiri dari 13 kompi, dan berdasarkan keputusan Gubernur I Gusti Ketut Pudja, milisi ini digabungkan kedalama struktural Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

I Gusti Ngurah Rai terpilih sebagai komandan pasukan TKR di Kepulauan Sunda Kecil hasil dari rapat yang dihadiri Gubernur dan sebagian besar tokoh politik dan kerajaan-kerajaan di Bali.

Pada November 1945, secara resmi diberikan pangkat Mayor, oleh delegasi komando militer tertinggi republik ketika datang ke Bali. Sebagian besar kelompok bersenjata pendukung kemerdekaan sudah bergabung dibawah komando Ngurah Rai dan ada sebagian kecil yang belum berhasil tergabung dalam komandonya.

Pasukan Jepang yang masih tersisa saat itu pada awalnya tidak mengganggu aktivitas komando Ngurah Rai dan bahkan bersimpati kepada orang Bali yang anti-Belanda. 

Namun pada Desember 1945, di bawah tekanan Pasukan Ekspedisi Inggris yang melucuti senjata serta unit unit Jepang dari Indonesia, Pasukan Jepang menuntut agar pimpinan Republik di Bali mengembalikan aset mereka yang disista. 

I Gusti Ketut Pudja menilai negosiasi ini merupakan tuntutan yang provokatif, kelompok pemuda yang mengetahui tuntutan itu mendukung penyitaan senjata Jepang tetap ada di Bali dan tidak diangkut ke Jawa.

Pada 13 Desember, sebuah detasemen milik Republik menyerang garnisun Jepang di Denpasar, kejadian ini membuat sikap Jepang berubah menjadi bermusuhan. Jepang menangka Ketut Pudja dan aktivis repulik, lalu kembali melakukan patroli, serta negosiasi transfer senjata menjadi terganggu.

Ngurah Rai memerintahkan untuk menarik milisinya dari Denpasar untuk menghindari bentrok dengan pasukan Jepang, dan mencegah salah satu pangeran yang ingin menyatakan perang pada Jepang.

Ngurah Rai mendesak agar mempersiapkan pasukan untuk melawan pasukan Belanda dan Sekutu, yang saat itu ingin kembali menguasai Indonesia.

Pada 1 Januari 1946, Ngurah Rai dan rekannya berangkat ke Yogyakarta untuk meminta bantuan pasokan senjata serta meminta instruksi tentang cara untuk melanjutkan kegiatannya. 

Persiapan Perjuangan

Pada tanggal 13 Januari 1946, Ngurah Rai sampai di Yogyakarta, ia dipertemukan dengan Soekarno yang telah mendegar perjuangan Ngurah Rai dan merasa kagum dengan hal itu.

Pada 1 Februari 1946, milisi bentukan Ngurah Rai diintegrasikan dengan struktur angkatan bersenjata nasional dan dimasukkan ke dalam status resimen di Divisi VII di Jawa Timur. Resimen ini mendapat pembiayaan dari anggaran militer nasional sebesar Rp70.000  per bulan dan pangkat Ngurah Rai menjadi letnan kolonel.

Permintaan bantuan senjata Ngurah Rai ditolah pimpinan Staf Umum dikarenakan semua senjata dan amunisi sudah digunakan oleh unit lain pada saat itu, pimpinan Staf Umum memberi bantuan berupa unit militer yang sudah lengkap dan bersenjata untuk membantu Ngurah Rai.

Unit yang membantu Ngurah Rai berasal dari pasukan khusus dibawah komando Kapten Markadi yang diberi nama Pasukan M. Ngurah Rai ikut andil dalam pelatihan Pasukan M sebelum terjun ke Bali, pelatihan berlangsung hingga April 1946.

Selama Ngurah Rai di Jawa, kondisi Bali semakin berubah, perwakilan Kolonial Belanda dan Sekutu sudah sampai di Bali. Gubernur Ketut Pudja terpaksa menyerahkan sebagian wilayah Bali kepada Dewan Pangeran karena dibawah tekanan Kolonial Belanda dan Sekutu.

Pasukan yang terdiri dari 2000 orang dari prajurit KNIL bekas tahanan Jepang yang di sebut Gajah Merah sampai di Bali pada awal Maret 1946. Seminggu setelah itu, pemerintahan kolonial kembali berdiri di Bali sementara pemerintahan dari Republik digulingkan.

Pemimpin dari Republik meninggalkan kegiatannya, Resimen Ngurah Rai yang di Bali dibiarkan tanpa komandan dan tidak dibubarkan tapi dipaksa meninggalkan pemukiman, sehingga mereka membentuk kamp di hutan.

Pada pertengahan Maret, mulai terjadi bentrokan antara militer Belanda dan penduduk Bali, hal ini karena keurigaan yang berlebih militer Belanda sehingga melakukan penyalahgunaan wewenang berlebih.

Mendengar kabar itu, persiapan dan pelatihan Pasukan M di percepat, pada awal April  Ngurah Rai memimpin pendaratan unit depan. Pada 4 April Malam, sekitar 160 orang dengan kapal tunda dan kapal nelayan berangkat dari Banyuwangi menuju Bali. 

Pasukan yang dipimpin sampai di Bali tanpa hambatan, sementara pasukan yang dipimpin oleh Markadi dicegat oleh kapal milik Belanda di Selat Bali dan terjadi pertempuran disitu hingga akhirnya berhasil mendarat di Bali juga.

Sekitar 400 pejuang bersenjata pendukung kemerdekaan sampai di Bali  dari Jawa Timur, rombongan kecil dari Madura dan daerah lain juga ikut membantu dan mendarat di Bali.

Perjuangan 

Sampai di Bali, Ngurah Rai memenumi resimen bentukannya yang sedang berkemah di hutan dekat desa Munduk, Buleleng. Ngurah Rai pergi bersama sebagian Pasukan M, sisanya pergi kedaerah lain di Bali untuk mengintai dan perencanaan gerakan gerilya.

Pada tanggal 16 April 1946, Ngurah Rai dan pasukannya sampai di Desa Munduk, ia memerintahkan untuk menghindari bentrok dengan Belanda, dan menyatukan kekuatan pendukung kemerdekaan.

Ngurah Rai bertemu dangan pemimpin kelompok perjuangan dari Pemuda Republik Indonesia dan Pemuda Sosialis Indonesia. Dari pertemuan ini dibentuklah Dewan Perjuangan Rakyat Indonesia Sunda Kecil yang dikenal dengan Dewan Perjuangan. Ngurah Rai terpilih sebagai ketuanya dan saat itu juga menjabat sebagai Kepala Staf Umum.

Ngurah Rai terus menarik kekuatan di Bali ke Munduk, dan hanya menyisakan kelompok kecil, Pasukan M terus berjuang diluar markas. Hingga akhir Mei 1946, sebanyak 1500 orang berhasil dikumpulkan di Munduk, sebagian besar orang itu terdiri dari perempuan dan remaja dan kebanyakan tidak memiliki pengalaman tempur.

Ngurah Rai juga terus berhubungan dengan bangsawan Bali, berkoordinasi tentang taktik melawan Belanda, ia juga membujuk kenalan kenalannya yang bersimpati pada gerakan republik hingga memberikan bantuan rahasia pada pejuang kemerdekaan.

Kapten Markadi sampai di Munduk pada akhir Mei 1946 untuk memberitahu Ngurah Rai tentang akan ada pendaratan besar Pasukan Indonesia di pantai barat Bali. Pada 1 Juni 1946, Ngurah Rai memerintahkan seluruh unitnya untuk pindah ke Timur Bali di Gunung Agung.

Pergerakan 1500 orang melintasi hutan dan gunung sejauh 200 km menghabiskan waktu lebih dari sebulan. Perjalanan ini tidak mudah, dari segi logistik dan pengorganisasian ditambah lagi sepanjang perjalanan sering bentrok dengan militer Belanda.

Setelah pertempuran itu, Ngurah Rai mengadakan rapat dengan anggotanya, kondisi mereka yang saat itu sangat keritis, jumlah pasukan yang berkurang hampir 3 kali lipat, amunisi dan logistik yang menipis, serta pasukan yang kelelahan.

Dengan kondisi ini, Ngurah Rai membagi pasukan menjadi beberapa kelompok kecil untuk turun dari gunung dan melewati pos pos Belanda dan menyebar ke seluruh Bali. Sebagian kelompok ditentukan berdasarkan tempat asalnya dan bergerak menuju asal mereka.

Kapten Markadi memutuskan untuk membawa Pasukan M kembali ke Jawa dengan persetujuan Ngurah Rai. 

Setelah itu, pasukan yang tersisa dibawah komando Ngurah Rai hanya sekitar 90 orang yang hampir semuanya anggota gerakan pejuang Bali yang memiliki pengalaman militer. Unit ini kemudian diberi nama Ciung Wanara.

Ciung Wanara ini hanya dilengkapi 50 senjata ringan, 5 mortir dan satu senapan mesin berat serta 3 senapan mesin ringan dengan amunisi yang menipis. Dengan kondisi ini, Ngurah Rai menghindari bentrok dengan Belanda. 

Pada 15 November 1946, terjadi kesepakatan antara Belanda dan Indonesia bahwa Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia secara de facto pada Perjanjian Linggarjati. 

Pertempuran Akhir

Ngurah Rai kecewa dengan Perjanjian Linggarjati yang dinilai banyak merugikan Republik. Atas inisiatifnya, ia melanjutkan perjuangan dengan harapan dapat mengusir Belanda dari Bali dan mengintegrasikan Bali ke Republik Indonesia.

Persenjataan yang minim, Ngurah Rai memutuskan untuk merebut senjata dari musuh, Barak Polisi Tabanan menjadi targetnya karena banyak senjata yang disimpat disitu serta kepala polisi Wagimin merupakan pendukung rahasia pasukan Republik. 

Pejuang Ciung Wanara, memobilisasi sekitar 300 orang dari kalangan petani di desa sekitar. Pada 18 November 1946, pasukan Ngurah Rai menyerang barak Tabanan dan menyita senjata serta amunisi yang disimpan di situ, Wagimin pun bergabung dengan Ciung Wanara.

Setelah memiliki senjata, mereka membubarkan milisi petani dan kembali mundur ke kamp di desa Marga. Pada 20 November 1946 pasukan Ciung Wanara diserang oleh Belanda.

Bentrokan pertama yang terjadi pada jam 10.00 para pejuang menghindari pengebupang dan mundur ke ladang jagung, namun usaha itu gagal. Pasukan itu terpukul dan mengalami kerugian besar. Tawaran untuk menyerah dari Belanda ditolak mentah mentah. Pada jam 14.00 – 17.00 terjadi pertempuran lagi, dan berakhir seluruh pasukan Ciung Wanara termasuk Ngurah Rai gugur.

Kematian Ngurah Rai tidak diketahui secara pasti, akan tetapi jasad Ngurah Rai yang dikembalikan oleh Belanda ke Denpasar dipenuhi dengan luka bakar, dan terdapat asumsi bahwa Ngurah Rai gugur akibat terkena ledakan bom pembakar.

Jenazah I Gusti Ngurah Rai diserahkan kepada keluarganya kemudian dimakamkan di desa Carangsari

Sumber:

Artikel ini di revisi pada 20 November 2025

Share Article:

arsipmanusia.com

Writer & Blogger

Considered an invitation do introduced sufficient understood instrument it. Of decisively friendship in as collecting at. No affixed be husband ye females brother garrets proceed. Least child who seven happy yet balls young. Discovery sweetness principle discourse shameless bed one excellent. Sentiments of surrounded friendship dispatched connection is he. Me or produce besides hastily up as pleased. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baru Terbit

  • All Post
  • Biodata
  • Biografi
  • Blog
  • Daftar
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
  • Time Line

Jenderal AH Nasution

Jenderal Abdul Haris Nasution, lahir pada 3 Desember 1918, adalah sosok kunci dalam sejarah Indonesia yang memberikan kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan negara.

Join the family!

Sign up for a Newsletter.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.
Edit Template
Tombol Provinsi Indonesia

© 2023 arsipmanusia.com

Scroll to Top