Want to Partnership with me? Book A Call

Popular Posts

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Categories

Edit Template

Biografi Agus Salim: “The Grand Old Man”

Biografi Haji Agus Salim dikenal sebagai salah satu tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia yang dijuluki ‘The Grand Old Man’. Tokoh ini berasal dari partai Islam, yaitu Sarekat Islam, pada masa pergerakan kemerdekaan Indonesia. 

Ahli diplomasi terkemuka, Haji Agus Salim memperjuangkan kedaulatan Indonesia di mata internasional, baik sebelum maupun setelah Indonesia merdeka. Prestasinya yang gemilang membuat pemerintah Indonesia memberikan gelar Pahlawan Indonesia kepadanya. Inilah profil dan biografi lengkap Haji Agus Salim.

Awal Kehidupan dan Riwayat Pendidikan Haji Agus Salim

Haji Agus Salim dilahirkan dengan nama sebenarnya, Mashudul Haq, yang memiliki makna sebagai “penegak kebenaran.” Kelahirannya terjadi di Kota Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda, pada 8 Oktober 1884.

Dia adalah anak keempat dari Sultan Moehammad Salim, yang bekerja sebagai jaksa di sebuah pengadilan pada masa pemerintahan kolonial Belanda.

Karena status ayahnya, Agus Salim mendapat kesempatan untuk belajar di sekolah-sekolah Belanda dengan lancar, selain bakat intelektualnya yang cemerlang. Dalam masa mudanya, ia telah menguasai setidaknya tujuh bahasa asing, seperti Belanda, Inggris, Arab, Turki, Perancis, Jepang, dan Jerman. Pada tahun 1903, pada usia 19 tahun, dia lulus dari HBS (Hogere Burger School) setelah lima tahun belajar, meraih predikat lulusan terbaik di tiga kota, yakni Surabaya, Semarang, dan Jakarta.

Oleh karena itu, Agus Salim berharap agar pemerintah bersedia menyetujui permohonan beasiswanya untuk melanjutkan pendidikan kedokteran di Belanda. Namun, ternyata permohonannya ditolak, dan hal ini membuatnya merasa kecewa.

Meskipun begitu, kecerdasan Agus Salim menarik perhatian Kartini, putri Bupati Jepara. Kemudian, R.A Kartini merekomendasikan Agus Salim sebagai penggantinya untuk pergi ke Belanda, mengingat pernikahannya dan adat Jawa yang melarang seorang puteri untuk melanjutkan pendidikan tinggi. 

Ini dilakukan dengan cara mengalihkan beasiswa sebesar 4.800 gulden dari pemerintah kepada Agus Salim. Meskipun pemerintah akhirnya menyetujui rekomendasi ini, Agus Salim menolaknya. Ia merasa bahwa pemberian tersebut bukan sebagai penghargaan atas kecerdasan dan kerja kerasnya, melainkan karena usulan orang lain.

Sikap diskriminatif pemerintah membuat Salim merasa tersinggung. Apakah Kartini mendapatkan beasiswa dengan mudah karena berasal dari keluarga bangsawan Jawa yang memiliki hubungan dekat dengan pejabat dan tokoh pemerintah Belanda?

Karir Politik Haji Agus Salim

Belakangan, Agus Salim memutuskan untuk pergi ke Jedah, Arab Saudi, di mana dia bekerja sebagai penerjemah di konsulat Belanda selama periode 1906-1911. Di sana, ia mengasah pemahaman agama Islamnya bersama Syech Ahmad Khatib, yang juga merupakan pamannya dan imam Masjidil Haram.

Di Arab Saudi, Salim juga mendalami bidang diplomasi. Setelah kembali dari Jedah, ia mendirikan HIS (Hollandsche Inlandsche School) dan terjun ke dunia pergerakan nasional.

Dalam catatan biografi Haji Agus Salim, disebutkan bahwa ia menikah dengan Zainatun Nahar pada tahun 1912. Dari pernikahannya dengan Zainatun Nahar, Haji Agus Salim dikaruniai sepuluh anak, meskipun dua di antaranya meninggal saat masih bayi. Anak-anaknya bernama Theodora Atia, Jusuf Taufik, Violet Hanifah, Maria Zenobia, Ahmad Sjauket, Islam Basari, Abdul Hadi, Siti Asia, Zuchra Adiba, dan Sidik Salim.

Bergabung dengan Sarekat Islam

Karier politik Agus Salim dimulai di SI, saat ia bergabung dengan HOS Tjokroaminoto dan Abdul Muis pada tahun 1915. Keduanya mundur dari Volksraad sebagai perwakilan SI karena kekecewaan terhadap pemerintah Belanda.

Salim kemudian menggantikan posisi mereka selama empat tahun (1921-1924) di lembaga tersebut. Namun, mirip dengan pendahulunya, ia merasa bahwa perjuangan “dari dalam” tidak memberikan hasil yang diharapkan. Oleh karena itu, ia meninggalkan Volksraad dan fokus pada aktivitasnya di SI.

Pada tahun 1923, ketegangan mulai muncul di SI. Semaun dan kelompoknya ingin SI menjadi organisasi yang lebih cenderung ke kiri, tetapi Agus Salim dan HOS Tjokroaminoto menentangnya.

Hal ini menyebabkan SI terbelah menjadi dua: Semaun membentuk Sarekat Rakyat yang kemudian berubah menjadi PKI, sementara Agus Salim tetap mempertahankan posisinya di SI. Namun, perjalanan karier politiknya tidaklah mudah.

Rekan-rekannya pernah mencurigainya sebagai mata-mata karena pernah bekerja untuk pemerintah. Meskipun begitu, ketika tulisan dan pidatonya menyinggung pemerintah, tuduhan tersebut terbantahkan. Bahkan, setelah meninggalnya pendiri SI, HOS Tjokroaminoto pada tahun 1934, Salim berhasil mengambil alih posisi ketua.

Selain sebagai tokoh SI, ia juga merupakan salah satu pendiri Jong Islamieten Bond. Di organisasi ini, ia berupaya untuk melonggarkan doktrin keagamaan yang kaku.

Dalam kongres ke-2 Jong Islamieten Bond di Yogyakarta pada tahun 1927, Agus Salim berhasil menyatukan tempat duduk perempuan dan laki-laki dengan persetujuan pengurus organisasi. Ini berbeda dari kongres sebelumnya yang memisahkan perempuan dan laki-laki dengan tabir; perempuan di belakang dan laki-laki di depan. “Ajaran dan semangat Islam menjadi pelopor dalam emansipasi perempuan,” katanya.

Agus Salim juga terlibat sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menjelang kemerdekaan dari pemerintahan Jepang. Setelah Indonesia merdeka, dia ditunjuk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung oleh Pemerintahan Ir. Soekarno.

Menjadi Menteri

Keterampilan diplomasi yang luar biasa membuat Sutan Sjahrir mempercayai Haji Agus Salim untuk menjabat dalam Kabinet Sjahrir I dan II, serta menjadi Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Mohammad Hatta. Setelah pengakuan kedaulatan, Agus Salim ditunjuk sebagai penasehat Menteri Luar Negeri.

Meskipun memiliki postur tubuh kecil, Agus Salim dikenal di lingkungan diplomatik dengan sebutan The Grand Old Man, sebagai penghargaan atas prestasinya dalam bidang diplomasi. Dia adalah individu yang dikenal sebagai sosok yang memiliki jiwa yang bebas.

Salim tidak pernah terpaku pada batasan-batasan yang ada, bahkan berani melanggar tradisi kuat di Minang. Meskipun tegas sebagai seorang politisi, dia tetap sederhana dalam sikap dan kehidupannya sehari-hari.

Ketika tinggal di Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta, dia sering pindah-pindah ke rumah kontrakan. Di tempat tinggal sederhana tersebut, Salim menjadi pendidik bagi anak-anaknya, kecuali si bungsu, yang tidak dimasukkan ke pendidikan formal.

Wafat

Haji Agus Salim meninggal pada 4 November 1954 saat berusia 70 tahun. Pemakamannya dilakukan di taman makam pahlawan Kalibata, Jakarta.

Sebagai penghargaan atas kontribusinya terhadap negara, pemerintah Indonesia memberikan gelar Pahlawan Nasional Indonesia kepada Haji Agus Salim pada 27 Desember 1961 melalui Keputusan Presiden nomor 657 tahun 1961.

Share Article:

arsipmanusia.com

Writer & Blogger

Considered an invitation do introduced sufficient understood instrument it. Of decisively friendship in as collecting at. No affixed be husband ye females brother garrets proceed. Least child who seven happy yet balls young. Discovery sweetness principle discourse shameless bed one excellent. Sentiments of surrounded friendship dispatched connection is he. Me or produce besides hastily up as pleased. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baru Terbit

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Jenderal AH Nasution

Jenderal Abdul Haris Nasution, lahir pada 3 Desember 1918, adalah sosok kunci dalam sejarah Indonesia yang memberikan kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan negara.

Join the family!

Sign up for a Newsletter.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.
Edit Template
Tombol Provinsi Indonesia
Scroll to Top