Want to Partnership with me? Book A Call

Popular Posts

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Categories

Edit Template

Benny Moerdani: The Unsmiling General

Leonardus Benny Moerdani atau LB Moerdani atau yang lebih dikenal dengan Benny Moerdany, ia dikenal sebagai Perwira TNI yang banyak berkecimpung di dunia Intelijen, sehingga dianggap sosok yang cukup misterius. 

Kariernya, yang dimulai dari seorang prajurit di masa awal kemerdekaan Indonesia hingga menjadi Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan kemudian Menteri Pertahanan, menjadikannya subjek yang menarik untuk kajian sejarah dan militer. 

LB Moerdani juga dikenal sebagai perwira yang ikut dalam operasi militer Peristiwa Woyla, atau peristiwa pembajakan Pesawat Garuda Indonesia Penerbagan 206 di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand, pada 29 Maret 1981. Benny juga dikenal pada peristiwa Penembakan Misterius (Petrus) dan Peristiwa Tanjung Priuk yang terjadi pada tahun 1980-an.

Latar Belakang Keluarga

Leonardus Benyamin Moerdani, akrab disapa Benny Moerdani, lahir pada 2 Oktober 1932 di Cepu, Blora, Jawa Tengah, sebuah kota perbatasan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Ia merupakan anak keenam dari tiga belas bersaudara. Ayahnya, Raden Bagus Moerdani Sosrodirdjo, bekerja di Nederland Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), sebuah perusahaan kereta api Hindia Belanda, sementara ibunya, Jeanne Roech, adalah seorang guru taman kanak-kanak. Ibunya yang berasal dari Magelang memiliki darah Jerman, sedangkan ayahnya lahir di Demak dan memiliki garis keturunan Kanjeng Kiai Datuk Suleman dari Bima, Nusa Tenggara Barat. 

Perkawinan orang tuanya adalah contoh unik perpaduan dua keyakinan agama yang berbeda; ayahnya seorang Muslim dan ibunya seorang Katolik. Meskipun demikian, anak-anak mereka dibesarkan dalam tradisi Katolik, termasuk Benny yang sejak kecil telah dibaptis.

Masa Kecil dan Pendidikan Awal

Benny Moerdani menghabiskan masa kecilnya berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain karena tuntutan pekerjaan ayahnya. Dari Cepu, keluarganya pindah ke Semarang, Bojonegoro, hingga akhirnya menetap di Solo. Di Solo, mereka tinggal di rumah dinas perusahaan kereta api yang terletak tidak jauh dari stasiun. 

Kehidupan keluarganya yang harmonis meskipun terdapat perbedaan agama di dalamnya, membentuk Benny menjadi pribadi yang toleran dan disiplin. Sejak kecil, Benny sudah dibiasakan untuk bersosialisasi dengan berbagai kalangan, termasuk menggunakan bahasa Belanda dalam percakapan sehari-hari.

Pendidikan awal Benny dimulai di Solo, saat Benny duduk di bangku Sekolah Dasar, keadaan ekonomi keluarga yang semakin mendesak membuatnya harus tinggal selama tiga tahun di Cepu, di rumah mertua ayahnya dari pernikahan sebelumnya. 

Benny pernah dititipkan di rumah mertua sang ayah dari istri pertama ayahnya. Selama tinggal dirumah mertua ayahnya, Benny sempat mondok di Pondok Assalam yang dikelola oleh Kyai Usman, di sana Benny cukup menikmatinya hingga membuatnya menjadi seorang yang pluralis, bahkan Gusdur pernah memujinya dalam tulisannya bahwa Benny merupakan perwira yang betul betul pluralis.

Karir Militer Benny Moerdani

Awal Karir

Ketika TKR (Tentara Keamanan Rakyat) terbentuk, Benny bergabung dengan dengan Tentara Pelajar, dibawah otoritas Brigade ABRI. Di Brigade ini, Benny ikut dalam Revolusi Nasional melawan Belanda pada Peristiwa Seragan Umum di Solo.

Pada tahun 1951, Pemerintah Republik Indonesia melakukan demobilisasi, brigade Benny dianggap melakukan tugas cukup baik. Benny bersama brigadenya didaftarkan pada pendidikan P3AD (Pusat Pendidikan Perwira Angkatan Darat), ia mulai mengikuti pendidikan perwira pada Januari 1951. Pada saat yang sama juga Benny mengikuti pendidikan di SPI (Sekolah Pelatihan Infanteri).

Pada April 1952 benny berhasil menyelesaikan pendidikannya di P3AD, lalu sebulan kemudian tepatnya pada bulan Mei 1942, ia juga menyelesaikan pendidikannya di SPI dan mendapat pangkat PELTU (Pembantu Letnan Satu). Pada Tahun 1954, Benny menerima pangkat Letnan Dua dan berdinas di Tentara Teritorium III Siliwangi (TT/III Siliwangi).

RPKAD

Pada tahun 1954, Benny ditugaskan sebagai pelatih bagi para perajurit yang ingin bergabung dengan KKAD (Kesatuan Komndo Angkatan Darat), ia kemudian diangkat menjadi Kepala Biro Pengajaran. Pada tahun 1956, KKAD mengalami pergantian nama menjadi RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat), tidak lama dari perubahan nama itu, Benny diangkat menjadi Komandan Kompi.

Sebagai bagian dari RPKAD, Benny ikut dalam penumpasan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia), sebuah kelompok Separatis yang berada di Sumatera. Pada Maret 1958, Benny diterjunkan di belakang garis musuh di Pekanbaru dan Medan. 

Pada tanggal 17 April 1958, Benny ikut dalam operasi 17 Agustus dalam memberantas kelompok Pemberontak PRRI. Benny kemudian ditugaskan mengurus Piagam PERMESTA (Perjuangan Rakyat Semesta), kelompok separatis yang berada di Sulawesi. Setelah PRRI dan PERMESTA menyerah, Benny di tempatkan di Aceh. 

Pada awal tahun 1960, Ahmad Yani mengirim Benny untuk bergabung dengan Sekolah Infanteri Angkatan Darat Amerika Serikat di Fort Benning. Di sana, ia mengambil Kursus Lanjutan Perwira, dan ikut berlatih dengan 101st Airborne Division.

Pada tahun 1961, Benny kembali ke Indonesia ketika ABRI sedang bersiap untuk merebut Irian barat, Benny ditugaskan sebagai pelatih terjun payung. 

Pada Mei 1962, Benny ditugaskan untuk memimpin penurunan pasukan terjun payung dari RPKAD dan KOSTRAD. Pada akhir Juni 1962, Benny mendarat di Irian Barat, ia memimpin pasukannya dalam pertempuran melawan pasukan Angkatan Laut Belanda. Pada Agustus 1962, PBB memutuskan untuk memberikan Irian Barat kepada Pemerintah Republik Indonesia. 

Pada tahun 1964, Benny dan RPKAD dikirim ke Kalimantan untuk melawan pasukan Malaysia dan Inggris pada peristiwa Konfrontasi Indonesia-Malaysia. Pada September 1964, Benny kembali ke Jakarta untuk melanjutkan karirnya di Militer. Benny memikirkan antara menjadi Kepala Daerah Teritorial Kalimantan atau menjadi atase militer, ia memilih menjadi atase militer dan meminta untuk di tempatkan di Beijing.

Pada akhir tahun 1964, Benny ikut dalam pertemuan perwira RPKAD, topik dari pertemuan itu adalah penghapusan tentara cacat dari RPKAD, Benny keberatan akan itu. Ahmad Yani mendengar berita itu dan menganggap Benny membangkang. Yani memutuskan untuk memindahkan Benny dari RPKAD ke KOSTRAD, Benny menyerahkan komando Batalyon RPKAD pada tanggal 6 Januari 1965.

KOSTRAD

Di KOSTRAD, belum ada posisi yang disiapkan untuk Benny, iapun menjadi perwira Operasi dan Biro Pelatiha. Ali Moertopo mengenal Benny saat bertugas di Irian Barat, kebetulan saat itu Ali sedang menjabat sebagai Asisten Divisi Infantri I yang ditempatkan di Sumatera untuk persiapan Invasi Malaysia. Ali merekrut Benny menjadi Wakil Asisten Intelijen.

Selain Wakil Asisten Intelijen, Benny ikut dalam tim Intelijen OPSUS (Operasi Khusus), tugasnya adalah mengumpulkan informasi intelijen Malaysia dari Bangkok, di sana ia menyamar sebagai penjual tiket Garuda Indonesia.

Pada 1 Oktober 1965, setelah Pangkostrad Mayjend Soeharto berhasil menghancurkan Gerakan 30 September oleh PKI, Benny dan Ali bekerjasama dalam mengakhiri Konfrontasi Indonesia-Malaysia, puncaknya pada tanggal 11 Agustus 1966, Pemerintah Indonesia dan Malaysia menanda tangani kesepakatan untuk menormalkan kesepakatan hubungan antar kedua negara.

Intelijen

Pada Januari 1974 terjadi Peristiwa Malari, seminggu setelah kejadian itu Benny di berikan posisi strategis oleh Soeharto, Benny menjadi Asisten Intelijen Menteri Pertahanan dan Keamanan, Asisten Intelijen Panglima  KOPKAMTIB (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban), Kepala PUSINTLSTRAT (Pusat Intelijen Strategis), dan Wakil Kepala BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara).

Pada tahun 1975, Benny ikut terlibat dalam dekolonisasi Timor Timur. Agustustus 1975 Benny mengirimkan tentara ke Timor Timur dengan kedok relawan supaya bisa masuk ke Timor Timur. Pada 28 November 1975, Fretilin memproklamasikan kemerdekaan Timor Timur, Operasi Seroja pun mulai dilakukan. Pada operasi Seroja itu, Benny berperan sebagai perencana.

Pada tanggal 28 Maret 1978, Pesawat Garuda Indonesia Penerbangan 201 yang seharusnya terbang dari Jakarta ke Medan dibajak dan mendarat di Bandara Don Mueang, Bangkok. Benny bertemu Soeharto dan meminta izin untuk membebaskan sandera. Bersama pasukan KOPASSHANDHA (Komando Pasukan Sandhi Yudha) yang sebelumnya bernama RPKAD berangkat ke Thailand. 

Meski rencananya mengalami beberapa hambatan, terutama dari Pemerintah Thailand, akhirnya mendapat kesepakatan untuk melakukan tindakan militer. Di Pagi tanggal 31 Maret 1978, Benny mengambil tindakan untuk menyerbu pesawat dan mengambil tindakan untuk menyelamatkan Sandera.

Panglima ABRI

Pada Maret 1983, Benny berhasil mencapai puncak karirnya di Militer. Soeharto menunjukya sebagai Panglima ABRI dan mempromosikannya menjadi Jenderal. Selain menjadi Panglima ABRI, Benny juga di tunjuk menjadi Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (PANGKOPKAMTIB) dan mempertahankan posisinya di PUSINTELSTRAT yang berganti nama menjadi BAIS (Badan Intelijen Strategis).

Benny melakukan re-organisasi ABRI, ia meningkatkan efisiensi, pemotongan anggaran dan meningkatkan profesionalisme. Terkait dengan re-organisasi komando militer, Benny melakukan langkah awal dengan melikuidasi Komando Wilayah Pertahanan (Kowilhan), struktur komando yang telah ada sejak tahun 1969. 

Setelah itu, ia melakukan perubahan pada sistem komando daerah untuk Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Moerdani mengurangi jumlah Komando Daerah Militer (KODAM) dari 16 menjadi 10, merampingkan 8 Komando Daerah Angkatan Laut (KODAERAL) menjadi 2 Komando Armada, serta menyederhanakan 8 Komando Daerah Angkatan Udara (KODAU) menjadi 2 Komando Operasi. 

Re-organisasi juga dilakukan pada kepolisian, yang memberikan kewenangan lebih besar kepada pasukan polisi di tingkat terendah untuk segera mengambil tindakan tanpa harus menunggu instruksi dari tingkatan yang lebih tinggi.

Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan militer, Moerdani juga mengurangi porsi kurikulum non-militer di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Untuk memperkuat basis nasionalis dan meningkatkan kualitas calon taruna, ia merancang pendirian sekolah menengah khusus, yakni SMA Taruna Nusantara, yang ditujukan untuk melatih dan membina bakat-bakat muda potensial agar kelak menjadi anggota elit nasional. 

Sekolah ini didirikan di Magelang, berdekatan dengan AKABRI. Di samping itu, Moerdani juga aktif dalam meningkatkan kerja sama militer di antara negara-negara ASEAN, sebagai bagian dari upayanya untuk memperkuat hubungan regional dalam bidang pertahanan.

Pada tahun 1984 terjadi Peristiwa Tanjung Priok. Benny bersama Try Sutrisno yang saat itu menjadi Panglima Kodam V/Jaya, memerintahkan untuk menggunakan tindakan kekerasan pada demonstran Islam di Tanjung Priok. Benny beralasan bahwa tindakannya itu perlu karena para demonstran telah terprovokasi dan tidak bisa dikendalikan secara damai.

Kehidpupan Pribadi

Pada 12 Desember 1964, Leonardus Benyamin Moerdani menikah dengan Hartini, seorang pramugari Garuda Indonesia, setelah menjalani masa pacaran yang penuh tantangan selama delapan tahun. Sebagai seorang kepala keluarga, Benny dikenal sebagai pribadi yang sangat berdedikasi terhadap pekerjaannya. Ia bahkan memiliki kamar khusus di kantornya, lengkap dengan berbagai fasilitas yang ia butuhkan, karena jarang berada di rumah.

Benny sering menjalankan misi rahasia tanpa memberi tahu istrinya, hingga pada saat Hartini hendak melahirkan, ia pun tidak mengetahui keberadaan suaminya. Saat itu, Presiden Soekarno hampir saja memberikan nama Harbeni Takariana kepada anak mereka, namun Benny segera pulang dan mengganti nama anaknya menjadi Ria Moerdani.

Meskipun dikenal sebagai sosok yang serius dan dingin, Benny juga memiliki sisi romantis dalam kehidupan pribadinya. Ia selalu membawa bekal makanan yang disiapkan oleh istrinya, baik dibawa dari rumah maupun diantarkan ke kantor. Ketika menjelang pernikahan anak semata wayangnya, Benny, meskipun sedang mengalami sakit pinggang, bersikeras untuk memasang sendiri bleketepe sebagai bagian dari tradisi pernikahan. Pada saat misa pemberkatan di Gereja Katedral, ia tidak kuasa menahan haru dan menangis ketika lagu Ave Maria dilantunkan. Tangis haru Benny kembali pecah ketika ia memberikan nasihat pernikahan kepada anak dan menantunya.

Wafat

Leonardus Benyamin Moerdani menghembuskan nafas terakhirnya sekitar pukul 01.00 WIB, 29 Agustus 2004 di RSPAD Gatot Subroto, benny dirawat di RSPAD sejak 7 Juli 2004 karena sakit stroke dan infeksi paru-paru. Jenazahnya di semayamkan di rumah duka Jalan Terusan Hang Lekir IV/43 Jakarta Selatan dan Markas Besar Angkatan Darat.

Jenazahnya dimakamkan di hari yang sama tepatnya pada pukul 13.45 WIB di Taman Makam Pahlawan Kalibata, dengan inspektur upacara Panglima TNI, Jenderal Endriartono Sutarto.

Kami ingin membuat pengalaman membaca kamu sebaik mungkin! Jika kamu menemukan informasi yang kurang tepat atau hilang dalam konten kami, kami sangat menghargai kontribusi kamu untuk memperbaikinya. 

Dengan kerjasama kamu, kami dapat memastikan bahwa setiap informasi yang kami bagikan akurat dan bermanfaat bagi semua pembaca kami. Jangan ragu untuk memberi tahu kami melalui kolom komentar di bawah setiap artikel atau melalui halaman Contact Us

Setiap masukan dari kamu sangat berarti bagi kami, dan kami selalu siap untuk meningkatkan kualitas layanan kami berkat kontribusi kamu. Terima kasih atas dukungan dan kerjasama kamu!

Tambahkan Teks Tajuk Anda Di Sini

Share Article:

arsipmanusia.com

Writer & Blogger

Considered an invitation do introduced sufficient understood instrument it. Of decisively friendship in as collecting at. No affixed be husband ye females brother garrets proceed. Least child who seven happy yet balls young. Discovery sweetness principle discourse shameless bed one excellent. Sentiments of surrounded friendship dispatched connection is he. Me or produce besides hastily up as pleased. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baru Terbit

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Jenderal AH Nasution

Jenderal Abdul Haris Nasution, lahir pada 3 Desember 1918, adalah sosok kunci dalam sejarah Indonesia yang memberikan kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan negara.

Join the family!

Sign up for a Newsletter.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.
Edit Template
Tombol Provinsi Indonesia
Scroll to Top