Kabinet Sukiman terbentuk sebagai kabinet kedua setelah bubarnya Negara Republik Indonesia Serikat (RIS), dengan tujuan utama untuk menjalankan pemerintahan Indonesia sesuai dengan mandat yang diberikan oleh Presiden Sukarno.
Kabinet ini merupakan hasil dari koalisi dua partai, Masyumi dan PNI, yang membentuk formatur pemerintahan. Dipimpin oleh Sukiman dengan Suwiryo sebagai wakilnya, kabinet ini bertugas mulai tanggal 27 April 1951 hingga 3 April 1952.
Pembentukan Kabinet Sukiman didasarkan pada Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 1951, yang menetapkan masa jabatan dari tanggal 27 April 1951 hingga 3 April 1952.
Susunan Kabinet Sukiman-Suwirjo
Jabatan | Foto | Pejabat | Waktu Menjabat | Partai |
---|---|---|---|---|
Presiden | Ir. Soekarno | 18 Agustus 1945 – 12 Maret 1967 | ||
Wakil Presiden | Mohammad Hatta | 18 Agustus 1945 – 1 Desember 1956 | ||
Perdana Menteri | Sukiman Wirjosandjojo | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Wakil Perdana Menteri | Suwirjo | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Luar Negeri | Achmad Soebardjo | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Dalam Negeri | Iskak Tjokroadisurjo | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Pertahanan | R. Mas Sewaka | 9 Mei 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Kehakiman | Mohammad Yamin | 27 April 1951 – 14 Juni 1951 | ||
Menteri Kehakiman (ad interim) | Melkias Agustinus Pellaupessy | 14 Juni 1951 – 20 November 1951 | ||
Menteri Kehakiman | Mohammad Nasrun | 20 November 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Penerangan | Arnold Mononutu | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Keuangan | Jusuf Wibisono | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Pertanian | Suwarto | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Perdagangan dan Perindustrian | Soejono Hadinoto | 27 April 1951 – 16 Juli 1951 | ||
Menteri Perdagangan dan Perindustrian | Wilopo | 16 Juli 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Perhubungan | Djuanda Kartawidjaja | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga | Ukar Bratakusumah | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Perburuhan | Iskandar Tedjasukmana | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Sosial | Sjamsuddin Sutan Makmur | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan | Wongsonegoro | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Agama | Wahid Hasjim | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Kesehatan | Johannes Leimena | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Urusan Umum | Melkias Agustinus Pellaupessy | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Urusan Pegawai | Pandji Suroso | 27 April 1951 – 23 Februari 1952 | ||
Menteri Urusan Agraria | Gondokusomo | 20 November 1951 – 6 Maret 1952 |
Table of Contents
ToggleProgram Kerja Kabinet Sukiman-Suwirjo
Rencana Kabinet Sukiman-Suwirjo mencakup berbagai langkah yang bertujuan untuk memastikan keamanan dan ketertiban sesuai dengan prinsip negara hukum, serta untuk memperbaiki struktur pemerintahan.
Di samping itu, program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi rakyat melalui implementasi rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek.
Hal ini juga melibatkan reformasi dalam hukum agraria guna mendukung kepentingan petani.
Upaya penempatan mantan pejuang dalam pembangunan juga akan dipercepat, sementara persiapan untuk pemilihan umum dan pembentukan dewan konstituante akan dijalankan dengan cermat untuk memastikan terlaksananya otonomi daerah.
Selain itu, agenda legislasi termasuk penyusunan undang-undang mengenai pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama, penetapan upah minimum, serta penyelesaian sengketa perburuhan.
Di bidang politik luar negeri, fokus akan diberikan pada upaya memperkuat posisi Indonesia secara global dengan pendekatan bebas dan aktif, serta mempromosikan perdamaian dunia.
Hubungan dengan Belanda akan direvisi dari konsep unie-statuut menjadi perjanjian internasional biasa.
Selain itu, akan dilakukan peninjauan kembali persetujuan hasil Konferensi Meja Bundar dan peninjauan ulang terhadap perjanjian-perjanjian yang merugikan negara dan rakyat.
Satu aspek penting lainnya adalah pengintegrasian wilayah Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia dengan segera, sesuai dengan aspirasi nasional.
Kontroversi Pada Kabinet Sukiman-Suwirjo
Selama masa pemerintahan Kabinet Sukiman, Indonesia menandatangani persetujuan Mutual Security Act (MSA) dengan Amerika Serikat, namun, alih-alih memperkuat hubungan, kerja sama ini justru menjadi sumber kontroversi yang berujung pada kejatuhan kabinet tersebut.
Mutual Security Act (MSA) merupakan sebuah kesepakatan keamanan antara pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat. Kesepakatan ini ditandatangani selama masa pemerintahan Kabinet Sukiman oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Ahmad Subardjo dari Partai Masyumi dan Duta Besar AS Merle Cochran.
Persetujuan tersebut ditetapkan pada tanggal 15 Januari 1952 di Jakarta. Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, Indonesia menerima bantuan ekonomi dan militer dari Amerika Serikat senilai US$ 50 juta.
MSA juga mewajibkan negara penerima bantuan untuk memberikan kontribusi penuh bagi pertahanan Blok Barat (Free World). Kerja sama ini, yang terjalin antara Indonesia dan Amerika Serikat selama pemerintahan Kabinet Sukiman, dianggap merugikan kebijakan politik luar negeri Indonesia.
Kesepakatan ini menimbulkan interpretasi bahwa Indonesia telah menyertakan diri dalam Blok Barat, yang bertentangan dengan prinsip politik luar negeri bebas dan aktif yang diperjuangkan oleh Kabinet Sukiman.
Politik luar negeri bebas dan aktif mengartikan bahwa Indonesia harus tetap netral di tengah-tengah Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Akibatnya, muncul kritik dari berbagai pihak dan mosi tidak percaya terhadap pemerintahan tersebut.
Akhir Kabinet Sukiman-Suwirjo
Kabinet Sukiman tidak bertahan lama, hanya berlangsung kurang dari satu tahun setelah pembentukannya, karena terjadinya ketidakharmonisan antara pemerintah dan militer.
Tidak adanya Sultan Hamengkubuwana IX dalam kabinet untuk pertama kalinya sejak 1946 menjadi awal buruknya hubungan.
Konflik tersebut semakin diperparah oleh keputusan Menteri Kehakiman, Muhammad Yamin, untuk membebaskan 950 tahanan, termasuk beberapa tokoh kiri terkemuka, yang ditangkap oleh tentara.
Reaksi negatif dari pihak militer tidak berlangsung lama, yang kemudian menangkap kembali para tahanan yang dibebaskan, menyebabkan Muhammad Yamin harus mengundurkan diri dari jabatannya.
Krisis kebijakan luar negeri juga menjadi faktor penting dalam kejatuhan kabinet, terutama terkait dengan keputusan Indonesia untuk bekerja sama dengan Amerika melalui Mutual Security Act (MSA).
Dampak dari kerja sama MSA dan sejumlah masalah lainnya mengakibatkan masa jabatan Kabinet Sukiman sangat singkat. Hanya sebulan setelah persetujuan MSA ditandatangani, tepatnya pada 23 Februari 1952, Kabinet Sukiman-Suwirjo mengundurkan diri.
Menteri Luar Negeri Soebardjo adalah yang pertama mengundurkan diri dari jabatannya pada bulan Februari 1952, yang kemudian diikuti oleh seluruh anggota kabinet.
Pemerintahan Kabinet Sukiman secara resmi berakhir pada tanggal 3 April 1952, dan digantikan oleh Kabinet Wilopo.