Want to Partnership with me? Book A Call

Popular Posts

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Categories

Edit Template

Soeharto: Presiden Ke-2 Republik Indonesia

Soeharto, yang dikenal sebagai “Bapak Pembangunan Indonesia,” merupakan tokoh penting dalam sejarah Indonesia. Ia menjabat sebagai Presiden Indonesia yang kedua, memimpin negara ini selama lebih dari tiga dekade sejak tahun 1967 hingga 1998. 

Masa pemerintahannya dikenal dengan periode Orde Baru, yang ditandai dengan stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang signifikan, serta kontroversi terkait pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi. Sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah seorang militer dengan karier yang cemerlang, memainkan peran kunci dalam berbagai peristiwa penting sejarah Indonesia. 

Artikel ini akan membahas perjalanan hidup Soeharto, mulai dari masa kecilnya, karier militer, hingga masa kepresidenannya yang penuh dinamika dan akhirnya mengundurkan diri di tengah krisis ekonomi dan tekanan politik.

Masa Kecil dan Pendidikan Soeharto

Soeharto lahir pada 8 Juni 1921 di Kemusuk, Yogyakarta, dari pasangan Kertosudiro dan Sukirah. Ayahnya adalah seorang petani sekaligus pembantu lurah, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga. 

Masa kecil Soeharto tidaklah mudah, ia sering berpindah-pindah sekolah akibat kondisi ekonomi keluarganya yang kurang stabil. Soeharto baru masuk sekolah dasar pada usia delapan tahun di Sekolah Desa (SD) Godean. Ia kemudian berpindah ke SD Pedes dan selanjutnya ke SD Wuryantoro.

Setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah dasar, Soeharto melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah di Kemusuk, Yogyakarta pada tahun 1953. Selama masa SMP, Soeharto membantu Kiai Darjatmo dalam meracik obat tradisional. 

Setelah lulus SMP pada tahun 1938, Soeharto tidak bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi karena keterbatasan biaya. Kondisi ekonomi keluarga yang sulit memaksa Soeharto mencari pekerjaan dan ia diterima sebagai pembantu klerek di sebuah bank desa (volk-bank).

Pada tahun 1940, Soeharto memutuskan untuk mendaftar sebagai anggota Koninklijk Nederlands Indische Leger (KNIL), yang setara dengan Sekolah Bintara. Ia menamatkan pendidikan di Sekolah Bintara di Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. 

Pada tahun 1942, Belanda menyerah kepada Jepang, yang mengubah arah kehidupan Soeharto secara drastis. Pada Oktober 1945, setelah Indonesia merdeka, Soeharto resmi menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Kehidupan Pribadi Soeharto

Soeharto menikah dengan Siti Hartinah, yang lebih dikenal sebagai Tien Soeharto, pada 26 Desember 1947. Tien Soeharto merupakan putri dari keluarga bangsawan Mangkunegaran di Solo. Pernikahan mereka dikaruniai enam orang anak, yaitu Siti Hardijanti Rukmana (Tutut), Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Hariyadi (Titiek), Hutomo Mandala Putra (Tommy), dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek).

Di luar kegiatan pemerintahan, Soeharto dikenal aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan keagamaan. Ia mendirikan Yayasan Supersemar yang bertujuan untuk memberikan beasiswa kepada pelajar berprestasi namun kurang mampu. 

Selain itu, Soeharto juga mendirikan beberapa yayasan lain seperti Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila dan Yayasan Dharmais, yang berfokus pada kegiatan sosial dan kemanusiaan. Aktivitas-aktivitas ini menunjukkan komitmen Soeharto untuk berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat di luar kapasitasnya sebagai seorang presiden.

Karier Militer Soeharto

Soeharto memulai karier militernya pada tahun 1940 ketika ia diterima sebagai siswa di Sekolah Bintara Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL) di Gombong, Jawa Tengah. Ia berhasil menyelesaikan pendidikannya dan diangkat menjadi sersan pada tahun 1942, tepat sebelum Belanda menyerah kepada Jepang. Selama pendudukan Jepang, Soeharto bergabung dengan Pembela Tanah Air (PETA), sebuah organisasi militer bentukan Jepang.

Setelah Indonesia merdeka, Soeharto bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pada tahun 1945, Soeharto diangkat menjadi komandan resimen di Yogyakarta, dan pada tahun 1949 ia memimpin serangan umum 1 Maret di Yogyakarta, sebuah operasi yang berhasil merebut kembali kota dari tangan Belanda selama beberapa jam untuk menunjukkan eksistensi TNI.

Karier Soeharto terus menanjak, dan pada tahun 1956 ia diangkat menjadi Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium IV Diponegoro di Semarang dengan pangkat kolonel. 

Pada tahun 1959, ia sempat dipecat oleh Jenderal Nasution dari jabatannya sebagai Panglima Komando Daerah Militer (Kodam) Diponegoro, karena adanya dugaan penyalahgunaan kekuasaan. 

Setelahnya, Soeharto mengikuti kursus di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SESKOAD) di Bandung dan mendapatkan kenaikan pangkat menjadi brigadir jenderal pada tahun 1960.

Pada tahun 1961, Soeharto diangkat sebagai Panglima Korps Tentara I Cadangan Umum Angkatan Darat (CADUAD) dan Panglima Komando Pertahanan AD (KOHANUDAD). Ia juga menjabat sebagai Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat, di mana ia berhasil menjalankan operasi militer yang berujung pada penggabungan Irian Barat ke dalam wilayah Indonesia pada tahun 1962. Pada tahun yang sama, ia diangkat menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD).

Puncak karier militer Soeharto terjadi pada tahun 1965, ketika ia telibat dalam penumpasan Gerakan 30 September (G30S) dan mengakhiri upaya kudeta oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Setelah peristiwa itu, Soeharto diangkat sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat dan diberi kewenangan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban di Indonesia.

Politik dan Pemerintahan

Soeharto terlibat dalam peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965. Pada malam 30 September 1965, sekelompok perwira militer yang mengklaim diri sebagai Gerakan 30 September (G30S) melakukan kudeta dengan menculik dan membunuh enam jenderal TNI AD. 

Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD), dengan cepat mengambil tindakan untuk memulihkan ketertiban. Ia memerintahkan pasukannya untuk menguasai situasi dan berhasil memadamkan kudeta dalam waktu singkat.

Setelah penumpasan G30S, situasi politik Indonesia mengalami kekacauan. Soeharto, dengan dukungan militer, mulai mengambil alih kendali pemerintahan. Pada 11 Maret 1966, Presiden Soekarno menyerahkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) kepada Soeharto, yang memberikan wewenang penuh untuk memulihkan keamanan dan ketertiban di Indonesia. Melalui serangkaian langkah strategis, Soeharto berhasil melemahkan pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mendominasi panggung politik nasional.

Pada 7 Maret 1967, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) menunjuk Soeharto sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Penunjukan ini terjadi setelah MPRS mencabut mandat Presiden Soekarno, menandai berakhirnya era kepemimpinan Soekarno. 

Soeharto kemudian secara resmi diangkat sebagai Presiden Indonesia pada 27 Maret 1968 setelah Sidang Umum MPRS. Pengangkatannya sebagai presiden menandai awal dari era Orde Baru, yang berfokus pada stabilitas politik dan pembangunan ekonomi  .

Kepresidenan

Periode pertama kepresidenan Soeharto berlangsung dari tahun 1967 hingga 1973. Selama periode ini, Soeharto fokus pada stabilisasi politik dan ekonomi setelah masa ketidakstabilan pasca-peristiwa G30S/PKI. Kebijakan ekonomi yang diterapkan menekankan pada pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Salah satu program Soeharto adalah implementasi program Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan meningkatkan produktivitas pertanian melalui program Bimbingan Massal (BIMAS).

Dalam hubungan internasional, Soeharto mengambil sikap yang lebih terbuka terhadap investasi asing dan bantuan ekonomi dari negara-negara barat, termasuk bergabungnya Indonesia kembali dalam PBB pada tahun 1966 setelah sempat keluar pada masa Soekarno.

Pada periode kedua dan seterusnya, dari tahun 1973 hingga 1998, pemerintahan Soeharto melanjutkan fokus pada pembangunan infrastruktur dan industrialisasi. Program-program seperti pembangunan jalan raya, jembatan, dan fasilitas umum lainnya dilaksanakan secara masif. 

Soeharto juga memperkenalkan program Keluarga Berencana (KB) yang berhasil menurunkan angka kelahiran secara signifikan dan meningkatkan kualitas hidup rakyat. Di bidang pendidikan, pemerintah memperluas akses pendidikan dasar dan menengah serta meningkatkan kualitas pendidikan tinggi.

Namun, masa kepresidenan Soeharto juga dipenuhi dengan kontroversi dan kritik. Banyak tuduhan mengenai pelanggaran hak asasi manusia, termasuk tindakan represif terhadap oposisi politik, kontrol media yang ketat, serta kasus-kasus korupsi yang melibatkan keluarganya dan para pejabat tinggi. 

Akhir Kepresidenan dan Wafat Soeharto

Pada tahun 1997, Indonesia dilanda krisis ekonomi Asia yang menyebabkan inflasi yang tinggi, peningkatan angka pengangguran, dan melonjaknya kemiskinan. Krisis ekonomi ini memicu kerusuhan sosial yang meluas pada tahun 1998. 

Unjuk Rasa besar-besaran dan kerusuhan terjadi di berbagai kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, rakyat menuntut reformasi dan pengunduran diri Soeharto. Kondisi ini menciptakan tekanan politik yang semakin kuat terhadap pemerintahannya.

Pada tanggal 21 Mei 1998, di tengah situasi yang semakin tidak terkendali, Soeharto secara resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Pengunduran diri ini menandai berakhirnya era Orde Baru yang telah berlangsung selama 32 tahun. 

Setelah lengser dari kekuasaan, Soeharto menjalani kehidupan yang relatif tertutup. Ia menetap di kediamannya di Jakarta dan jarang tampil di hadapan publik.

Soeharto wafat pada 27 Januari 2008 di Jakarta setelah menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Pusat Pertamina selama beberapa minggu akibat gangguan fungsi organ.

Soeharto dimakamkan di Astana Giribangun, Matesih, Karanganyar, Jawa Tengah, sebuah makam keluarga yang telah disiapkan sebelumnya. Warisan kepemimpinannya masih menjadi bahan perdebatan dan refleksi hingga saat ini.

Kami ingin membuat pengalaman membaca kamu sebaik mungkin! Jika kamu menemukan informasi yang kurang tepat atau hilang dalam konten kami, kami sangat menghargai kontribusi kamu untuk memperbaikinya. 

Dengan kerjasama kamu, kami dapat memastikan bahwa setiap informasi yang kami bagikan akurat dan bermanfaat bagi semua pembaca kami. Jangan ragu untuk memberi tahu kami melalui kolom komentar di bawah setiap artikel atau melalui halaman Contact Us

Setiap masukan dari kamu sangat berarti bagi kami, dan kami selalu siap untuk meningkatkan kualitas layanan kami berkat kontribusi kamu. Terima kasih atas dukungan dan kerjasama kamu!

Share Article:

arsipmanusia.com

Writer & Blogger

Considered an invitation do introduced sufficient understood instrument it. Of decisively friendship in as collecting at. No affixed be husband ye females brother garrets proceed. Least child who seven happy yet balls young. Discovery sweetness principle discourse shameless bed one excellent. Sentiments of surrounded friendship dispatched connection is he. Me or produce besides hastily up as pleased. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baru Terbit

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Jenderal AH Nasution

Jenderal Abdul Haris Nasution, lahir pada 3 Desember 1918, adalah sosok kunci dalam sejarah Indonesia yang memberikan kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan negara.

Join the family!

Sign up for a Newsletter.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.
Edit Template

About

Arsip Manusia

Arsip Manusia, blog biografi tokoh terkenal, dibuat Maret 2023. Kami membagikan cerita inspiratif dan menerima kontribusi tulisan dari penulis luar setelah seleksi ketat. Konten bebas politik, kebencian, dan rasisme; saat ini tanpa bayaran.

Team

Asset 2
Scroll to Top