Sultan Syarif Kasim II adalah sultan terakhir dari Kesultanan Siak Sri Indrapura, ia cukup berperan pada masa transisi penjajahan dan kemerdekaan Indonesia.
Dilahirkan pada tanggal 1 Desember 1893, Sultan Syarif Kasim II tidak hanya dikenal sebagai penguasa wilayah, tetapi juga sebagai pemimpin yang visioner, yang memahami betul pentingnya pendidikan dan perlawanan terhadap penjajahan.
Perannya dalam memajukan pendidikan di wilayahnya, serta keberaniannya menolak intervensi kolonial Belanda, membuatnya dihormati sebagai seorang patriot yang berjuang demi kemerdekaan Indonesia.
Sebagai Sultan ke-12 Kesultanan Siak, beliau dinobatkan pada usia 23 tahun menggantikan ayahnya, Sultan Syarif Hasyim.
Di bawah kepemimpinannya, Kesultanan Siak mengalami berbagai perubahan yang tidak hanya berfokus pada kemajuan sosial dan pendidikan, tetapi juga memperkuat semangat nasionalisme di tengah masyarakat.
Meski menjadi sultan terakhir sebelum Kesultanan Siak melebur ke dalam Negara Republik Indonesia, Sultan Syarif Kasim II tetap mempertahankan martabat dan kedaulatan kerajaannya, menolak segala bentuk dominasi kolonial Belanda.
Table of Contents
ToggleKehidupan Awal
Sultan Syarif Kasim II lahir pada 1 Desember 1893 di pusat Kesultanan Siak Sri Indrapura, sebuah wilayah yang kini menjadi bagian dari Provinsi Riau. Ia merupakan putra dari Sultan Syarif Hasyim, Sultan Siak ke-11, yang dikenal sebagai pemimpin yang teguh memegang ajaran Islam dan berwawasan luas.
Sejak kecil, Sultan Syarif Kasim II dididik dalam lingkungan istana dengan perhatian besar terhadap nilai-nilai keagamaan dan tanggung jawab sebagai calon pengganti ayahnya.
Pada usia 12 tahun, Syarif Kasim II dikirim ke Batavia untuk melanjutkan pendidikannya. Di sana, ia belajar hukum Islam kepada Sayyed Husein Al-Habsyi, seorang ulama besar.
Selain pendidikan agama, ia juga mendapatkan pendidikan formal dalam bidang hukum dan ketatanegaraan dari profesor terkenal, Snouck Hurgronje.
Pengalaman belajar di Batavia ini membentuk pola pikirnya yang kritis terhadap penjajahan dan memperkuat keyakinannya bahwa pendidikan adalah kunci penting dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Penobatan Sebagai Sultan
Pada usia 23 tahun, tepatnya pada 3 Maret 1915, Syarif Kasim II secara resmi dinobatkan sebagai Sultan Siak Sri Indrapura ke-12, menggantikan ayahnya, Sultan Syarif Hasyim. Penobatan ini menandai awal dari kepemimpinan yang penuh dengan tantangan, terutama karena hubungan Kesultanan Siak dengan kolonial Belanda yang semakin intens.
Meski baru dinobatkan, Sultan Syarif Kasim II sudah menunjukkan sikap tegas terhadap intervensi Belanda dalam urusan kerajaan. Salah satu langkah awal yang diambilnya adalah menolak menandatangani kontrak politik yang diajukan Belanda. Kontrak tersebut berisikan pernyataan bahwa Kesultanan Siak berada di bawah kekuasaan Belanda, sebuah perjanjian yang dinilai Sultan merugikan kedaulatan kerajaannya.
Penolakan Sultan terhadap kontrak politik ini menunjukkan keberaniannya dalam mempertahankan martabat Kesultanan Siak dan menolak segala bentuk dominasi kolonial. Di tengah tekanan dari Belanda, Sultan Syarif Kasim II tetap teguh dalam menjaga kedaulatan kerajaannya. Sikap ini membuatnya dihormati tidak hanya oleh rakyat Siak, tetapi juga oleh para pemimpin pribumi lainnya, sebagai simbol perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Pendidikan dan Pembangunan Sosial
Sultan Syarif Kasim II dikenal sebagai pemimpin yang sangat peduli terhadap kemajuan pendidikan. Ia percaya bahwa pendidikan adalah fondasi penting untuk membebaskan diri dari penjajahan dan memajukan bangsa.
Salah satu kontribusi besarnya adalah mendirikan sekolah-sekolah untuk mendidik generasi muda, baik laki-laki maupun perempuan. Pada tahun 1917, Sultan mendirikan Madrasah Taufiqiyah Al-Hasyimiah, sebuah sekolah agama yang khusus diperuntukkan bagi anak-anak lelaki.
Kemudian pada tahun 1926, bersama permaisurinya, Tengku Agung Sultanah Latifah, ia mendirikan Latifah School, sebuah sekolah khusus untuk anak perempuan.
Selain mendirikan sekolah, Sultan Syarif Kasim II juga menyediakan beasiswa bagi siswa-siswa berprestasi agar bisa melanjutkan pendidikan ke luar daerah, seperti Batavia dan Medan. Ia bahkan tidak segan-segan mendatangkan guru-guru dari luar daerah, termasuk dari luar negeri seperti Mesir, demi meningkatkan kualitas pendidikan di Siak.
Sultan juga memberikan dukungan logistik dengan menyediakan perahu penyeberangan gratis bagi para siswa yang harus menyeberangi sungai untuk mencapai sekolah. Semua upaya ini menunjukkan komitmen Sultan dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas melalui pendidikan.
Perjuangan Melawan Penjajahan
Sultan Syarif Kasim II dikenal sebagai seorang pemimpin yang teguh menentang penjajahan Belanda. Sikap perlawanan ini tercermin dari berbagai tindakan yang diambilnya dalam mempertahankan kedaulatan Kesultanan Siak.
Sejak awal penobatannya sebagai Sultan, ia menolak berbagai upaya Belanda untuk mengontrol wilayah dan pemerintahan Siak. Penolakan terhadap kontrak politik yang ingin menempatkan Siak di bawah kekuasaan penuh Belanda adalah salah satu bentuk nyata dari sikap perlawanan tersebut. Bagi Sultan, Kesultanan Siak adalah entitas yang berdiri sejajar dengan Belanda, bukan wilayah taklukan.
Selain bersikap politik, Sultan Syarif Kasim II juga mengambil langkah-langkah konkret dengan membangun kekuatan militer. Ia membentuk pasukan yang terdiri dari pemuda-pemuda Siak yang dilatih untuk mempertahankan kedaulatan kerajaan.
Latihan militer ini diselenggarakan untuk membekali rakyat dengan kemampuan bertahan dan melawan jika terjadi serangan dari pihak kolonial.
Meski tindakan ini memicu kemarahan Belanda, Sultan tetap berani melanjutkan upayanya memperkuat pertahanan. Di sekitar Istana Siak, ditempatkan meriam sebagai simbol kesiapan melawan segala bentuk ancaman kolonial.
Dukungan Terhadap Kemerdekaan Indonesia
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Sultan Syarif Kasim II langsung menyatakan dukungannya terhadap Republik Indonesia. Salah satu langkah besar yang diambilnya adalah mengirimkan telegram kepada Soekarno-Hatta yang berisi pernyataan bahwa Kesultanan Siak bergabung dengan Republik Indonesia.
Tidak hanya memberikan dukungan secara simbolis, Sultan juga menyerahkan sebagian besar kekayaannya, yakni sebesar 13 juta gulden, untuk membantu pemerintahan Indonesia yang baru terbentuk. Sumbangan besar ini menunjukkan dedikasi Sultan dalam memperjuangkan kemerdekaan dan mendukung kestabilan negara yang baru merdeka.
Selain itu, Sultan Syarif Kasim II juga berperan aktif dalam mengajak raja-raja lain di Sumatra Timur untuk ikut mendukung Republik Indonesia. Melalui pengaruhnya, ia mendorong para penguasa tradisional untuk meleburkan diri ke dalam struktur negara yang baru, meninggalkan kekuasaan feodal dan mendukung pemerintahan republik.
Peran Sultan dalam menggalang dukungan dari raja-raja lokal ini sangat penting dalam memperkuat legitimasi Republik Indonesia di wilayah Sumatra.
Akhir Hidup dan Warisan
Sultan Syarif Kasim II menghembuskan napas terakhirnya pada 23 April 1968 di Rumbai, Pekanbaru, Riau. Meski tidak memiliki keturunan, warisan perjuangan dan pengabdiannya tetap hidup dalam sejarah Riau dan Indonesia.
Atas jasa-jasanya, terutama dalam mendukung kemerdekaan Indonesia dan peran aktifnya dalam memajukan pendidikan serta melawan penjajahan, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya pada 6 November 1998.
Penghargaan ini diberikan sebagai pengakuan terhadap kontribusi Sultan Syarif Kasim II dalam membangun negara dan memperjuangkan kemerdekaan.
Nama Sultan Syarif Kasim II diabadikan dalam berbagai fasilitas publik, termasuk Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru, serta Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Beliau dikenang sebagai tokoh yang tak hanya mengabdikan hidupnya untuk kepentingan kesultanan, tetapi juga untuk kemaslahatan bangsa Indonesia. Nilai-nilai keberanian, pengabdian, dan cinta tanah air yang ditanamkan Sultan Syarif Kasim II tetap menjadi inspirasi bagi generasi penerus.
Bio Data Sultan Syarif Kasim II
Nama Lengkap | Yang Dipertuan Besar Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin Sultan Syarif Kasim II |
Nama Kecil | Tengku Putra Said Kasim |
Nasab | Sultan Syarif Kasim II bin Sultan Syarif Hasyim bin Sultan Syarif Kasim I bin Tengku Said Muhammad bin Tengku Busu Said Ahmad bin Sayyid Usman Syahabuddin |
Tempat, Lahir | Siak Sri Inderapura, 1 Desember 1893 |
Wafat | Pekanbaru, Riau, 23 April 1968 (umur 74) |
Makam | Makam Sultan Syarif Kasim II, Siak |
Agama | Islam |
Bangsa | Indonesia |
Ayah | Sultan Syarif Hasyim |
Ibu | Tengku Yok |
Isteri/Pasangan | Tengku Agung Syarifah Latifah (1912-1929) Tengku Maharatu Syarifah Fadlun (1930-1950) |
Riwayat Pendidikan Sultan Syarif Kasim II
Jenjang Pendidikan | Nama Sekolah |
---|---|
Jurusan Ilmu hukum dan tata negara | Institut Beck en Volten di Batavia (sekarang Jakarta) |
Penghargaan Sultan Syarif Kasim II
Instansi/Tempat | Jabatan | Masa Jabatan |
---|---|---|
Kesultanan Siak Sri Inderapura | Sultan ke XII | 1915-1946 |
Penghargaan Sultan Syarif Kasim II
Tahun | Penghargaan |
---|---|
6 November 1998 | Pahlawan Nasional Indonesia |
Penghargaan Bintang Sultan Syarif Kasim II
Penghargaan (tahun) | Gambar |
---|---|
Bintang Mahaputera Adipradana (6 November 1998) |
Kami ingin membuat pengalaman membaca kamu sebaik mungkin! Jika kamu menemukan informasi yang kurang tepat atau hilang dalam konten kami, kami sangat menghargai kontribusi kamu untuk memperbaikinya.
Dengan kerjasama kamu, kami dapat memastikan bahwa setiap informasi yang kami bagikan akurat dan bermanfaat bagi semua pembaca kami. Jangan ragu untuk memberi tahu kami melalui kolom komentar di bawah setiap artikel atau melalui halaman Contact Us.
Setiap masukan dari kamu sangat berarti bagi kami, dan kami selalu siap untuk meningkatkan kualitas layanan kami berkat kontribusi kamu. Terima kasih atas dukungan dan kerjasama kamu!