Tumenggung Abdul Jalil atau yang lebih dikenal dengan Tumenggung Jalil merupakan seorang Panglima Perang Banjar yang pertahanannya berbasis di Banua Lima meliputi Amuntai dan daerah lain disekitarnya. Ia mampu memimpin pasukan pada usia yang terbilang cukup muda, yaitu seitar 20 tahun.
Nama Tumenggung Jalil cukup terkenal, hal ini karena keberaniannya dan perjuangannya hingga ia rela menyerahkan kehidupannya untuk mempertahankan tanah kelahirannya. Untuk itu, Namanya diabadikan menjadi nama jalan di daerah-daerah Kalimantan Selatan.
Table of Contents
ToggleMasa Kecil
Tumenggung Jalil dilahirkan di Kampung Palimbangan, Hulu Sungai Utara pada tahun 1840 dengan nama Abdul Jalil. Sejak kecil, Jalil dikenal dengan keberaniannya dan kemahiran ilmu silatnya.
Tumenggung Jalil merupakan seorang jaba (bukan keturunan bangsawan), akan tetapi ia berhasil mendapat kepercayaan Pangeran Hidayatullah dan mendapatan gelar Kiyai Adipati Anom Dinding Raja karena kesetiaannya kepada Kesultanan Banjar dan keberaniannya dalam melawan musuh-musuhnya.
Tumenggung Jalil juga mendapat gelar “Kaminting Pindakan” yang berarti jagoan dan jawara, gelar itu diberikan kepadanya karena kepahlawanannya dalam melawan Belanda. Saat itu, Tumenggung Jalil masi berusia 20 tahun, ia ikut dalam perang melawan Belanda di Desa Tanah Habang, Paliwara, Lampihong, Amuntai, Telaga Silaba, Awayan, Lok Bangkai dan daerah lainnya.
Perang Banjar
Pada 9 Februari 1860 di Banua Lima terjadi peperangan, Pasukan Belanda dipimpin oleh Mayor Gustave Verspijck dengan menggunakan kapal perang Berned dan Admiral van Kingsbergen yang ingin menuju Alabio.
Tumenggung Jalil yang telah memasang ranjau penghalang dilintasan kapal Belanda sehingga membut kapal itu tidak dapat melintasinya. Pasukan Belanda pun menggunakan kapal-kapal yang lebih kecil agar dapat melewati penghalang yang dibuat Tumenggung Jalil.
Pertempuran terjadi disekitar Mesjid Amuntai, Prajurit yang dipimpin Tumenggung Jalil keluar dari dalam masjid dengan senjata yang seadanya, walau demikian dengan semangat juang yang tinggi pasukan Tumenggung Jalil menembus pasukan Belanda dengan gagah berani.
Akibat dari perang ini banyak korban berjatuhan, rumah rumah penduduk dibakar, walau begitu, perang terus berlanjut. Pasukan Pangeran Hidayatullah yang berada di Barabai ikut bergabung dengan pasukan Tumenggung Jalil dan berhasil membuat pasukan Belanda mundur.
Pada tanggal 15 Mei 1860, Belanda mendapatkan bantuan dari Banjarmasin dengan menggunakan Kapal Perang Boni, ketika dalam perjalanan, kapal Belanda itu mendapat serangan dari rakyat sekitar sungai. Perang terjadi cukup sengit, Pasukan Tumenggung Jalil Bersama pasukan Pangeran Hidayatullah dan Masyarakat, pasukan Belanda cukup kewalahan sehingga terpaksa mundur dari medan perang, namun beberapa hari kemudian, Belanda berhasil menguasai Tabalong.
Tidak menyerah, Tumenggung Jalil Bersama dengan pasukannya mendirian benteng diatas bukit yang terletak di Batu Mandi. Benteng ini dipercayakan kepada Penghulu Mudin, di sekitar benteng dipasang ranjau-ranjau, seperti lubang jebakan, kayu besar untuk digulingkan, dan parit-parit.
Dengan strategi membangun benteng ini, pasukan Belanda banyak berjatuhan. Karena kewalahan Pasukan Belanda menembaki benteng itu dengan Meriam dari bawah.
Tumenggung Jalil kemudian bertugas untuk membuat pertahanan disepanjang jalur sungai Balangan. Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah menyiapkan Benteng Batu Mandi dengan mengibarkan bendera merah dan meletakkan dua buah keris yang disilangkan kemudian mengosongkannya untuk mengelabui pasukan Belanda. Pada tanggal 13 Oktober 1860, Belanda mendatangi Benteng Batu Mandi dan mendapati benteng itu telah kosong.
Gugur
Tumenggung Jalil kemudian bergabung dengan Pangeran Antasari, Pangeran Maradipa, Tumenggung Baro dan pejuang lainnya di Benteng Tundakan. Pada tanggal 24 Septemer1861, terjadi pertempuran yang mengakibatkan banyak korban berjatuhan dikedua belah pihak.
Benteng Tundakan saat itu hanya dipersenjatai 30 buah Meriam dan senapan yang jauh ketinggalan dari persenjataan Belanda. Meski kalah persenjataan, dengan kegigihan dan semangat juang yang tak kenal Lelah, akhirnya pasukan Belanda berhasil ditekan mundur.
Tumenggung Jalil gugur dalam pertempuran di Benteng Tundakan, mayatnya ditemukan dalam tumpukan mayat-mayat tentara Belanda, yang berada jauh diluar benteng. Tumenggung Jalil, mengamuk ditengah-tengah tentara Belanda dan gugur dalam pertempuran itu.
Belanda yang sangat membenci Tumenggung Jalil, mencari dimana ia dikuburkan. Seorang pengkhianat memberitahu letak Tumenggung Jalil dikuburkan kepada Belanda, sehingga Belanda membongkar kuburannya, tengkorakanya dibawa ke Belanda sedangkan sisa tubuhnya dihancurkan.
Sumber:
- Yati, Rabi. “BIOGRAFI TUMENGGUNG JALIL SANG PANGLIMA PERANG BANJAR.” OSF Preprints, 21 May 2021. https://doi.org/10.31219/osf.io/bqp4j.
- Ridwan, M., R. Effendi, and M. Mansyur. “Riwayat Perjuangan Tumenggung Jalil Dalam Perang Banjar Tahun 1859-1861 Pada Sumber Lisan Masyarakat Awayan”. Innovative: Journal Of Social Science Research, vol. 4, no. 4, July 2024, pp. 571-85, https://doi.org/10.31004/innovative.v4i4.12800.
- SASWILI, ERI. “TUMENGGUNG JALIL DI AMUNTAI HULU SUNGAI UTARA.” OSF Preprints, 3 June 2022. https://doi.org/10.31219/osf.io/pb6qw.
- Yulia, Rika. “PERAN PERJUANGAN TUMENGGUNG JALIL PADA PERANG BANJAR.” OSF Preprints, 10 June 2022. https://doi.org/10.31219/osf.io/jskfd.
Bio Data Pangeran Antasari
Nama Lengkap | Tuan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin Pangeran Antasari |
Nama Kecil | Gusti Inu Kertapati |
Gelar | Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin |
Tempat, Lahir | Keraton Pagatan, Kesultanan Banjar, 20 Februari 1809 |
Tempat, Wafat | Bayan Begok, Kalimantan Tengah, 11 Oktober 1862 (umur 52) |
Makam | Kampung Sampirang, Bayan Begok, Puruk Cabu. (11 Oktober 1862 – 11 November 1958) Komplek Pemakaman Pangeran Antasari, Jl Masjid Jami’, Kelurahan Antasan Kecil Timur, Banjarmasin Utara, Banjarmasin (11 November 1958 – Sekarang) |
Agama | Islam |
Wangsa | Dinasti Pagustian Banjar |
Pekerjaan | Sultan Banjar, Pejuang |
Ayah | Pangeran Mas’ud bin Sultan Amir bin Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah Muhammad bin Sultan Hamidullah (SULTAN BANJAR IX) bin Sultan Tahmidullah 01 Suria Alam (SULTAN BANJAR VIII) |
Ibu | Ratoe Khadijah binti Sultan Sulaiman bin Panembahan Batu Sunan Nata Alam Bin Panembahan Sepuh |
Isteri/Pasangan | Permaisuri Ratoe Idjah binti Sultan Adam bin Sultan Sulaiman dari Banjar bin Panembahan Batu Sunan Nata Alam Bin Panembahan Sepuh dari Banjar Tamjidilah I Nyai Fatimah binti Ngabehi Lada bin Ngabehi Tuha (Nyai Fatimah adik Tumenggung Surapati) Nyai Nala Nalaw ( Anak Radja Malangkoen ) Dayak Lawangan Barito |
Riwayat Perjuangan Pangeran Antasari
Perjuangan/Pergerakan | Tahun |
---|---|
Perang Banjar | 25 April 1859 – 1862 |
Penghargaan Pangeran Antasari
Penghargaan | Deskripsi | Tahun |
---|---|---|
Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin | Gelar kesultanan | 14 Maret 1862 |
Pahlawan Nasional | SK No. 06/TK/1968 | 27 Maret 1968 |
Korem 101/Antasari | Namanya diabadikan menjadi nama Komando Resort Militer di Kalimantan Selatan | – |
Bumi Antasari | Namanya juga dijadikan sebagai julukan Provinsi Kalimantan Selatan | – |
Uang Pecahan Rp2.000,- | Foto dan namanya diabadikan pada Pecahan Rp2.000 Tahun Emisi 2009 | 2009 |
Kami ingin membuat pengalaman membaca kamu sebaik mungkin! Jika kamu menemukan informasi yang kurang tepat atau hilang dalam konten kami, kami sangat menghargai kontribusi kamu untuk memperbaikinya.
Dengan kerjasama kamu, kami dapat memastikan bahwa setiap informasi yang kami bagikan akurat dan bermanfaat bagi semua pembaca kami. Jangan ragu untuk memberi tahu kami melalui kolom komentar di bawah setiap artikel atau melalui halaman Contact Us.
Setiap masukan dari kamu sangat berarti bagi kami, dan kami selalu siap untuk meningkatkan kualitas layanan kami berkat kontribusi kamu. Terima kasih atas dukungan dan kerjasama kamu!