Want to Partnership with me? Book A Call

Popular Posts

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Categories

Edit Template

Biografi Ismail Marzuki: Komponis Legendaris Indonesia

Ismail Marzuki merupakan seorang tokoh penting dalam dunia musik dan seni Indonesia. Para pecinta musik klasik di negeri ini pasti mengenal namanya.

Sebagai seorang komposer dan pencipta lagu terkenal, Ismail Marzuki telah meninggalkan kesan yang tidak dapat dihilangkan dalam sejarah seni dan kebudayaan Indonesia.

Ismail Marzuki Kecil

Pada tanggal 11 Mei 1914, di Kwitang, Senen, Batavia, lahir Ismail Marzuki, seorang pemuda keluarga Betawi yang memiliki bakat seni luar biasa dan sulit ditandingi. Ia lebih dikenal dengan nama Ma’ing. Ismail merupakan anak dari pasangan Marzuki dan Solechah.

Dalam biografinya, Ismail digambarkan sebagai pemuda dengan kepribadian luhur dan cerdas. Sejak kecil, Ismail sudah menunjukkan ketertarikan pada tampilan lucu dengan senang berdasi, sepatu berkilau, dan pakaian rapi yang disetrika dengan halus. Ayah Ismail, Marzuki, adalah karyawan di Ford Reparatieer TIO pada saat itu, dan juga memiliki darah seni.

Marzuki, ayah Ismail, dikenal sebagai seseorang yang gemar memainkan kecapi dan memiliki kemahiran luar biasa dalam melantunkan syair-syair Islami. Minat Ismail pada lagu-lagu sejak kecil mungkin tidaklah mengherankan mengingat latar belakang keluarganya.

Marzuki dan Solechah, orang tua Ismail Marzuki, adalah orang Betawi yang tidak kolot. Ma’ing telah menunjukkan minat yang kuat dalam seni musik sejak kecil, dan lingkungan keluarganya yang penuh dengan kecintaan terhadap seni jelas berkontribusi pada hal ini.

Pendidikan Ismail Marzuki

Ayahnya memiliki penghasilan yang cukup sehingga mampu membeli piringan hitam dan gramofon yang populer disebut “mesin ngomong” oleh masyarakat Betawi pada masa lampau. Ismail Marzuki awalnya disekolahkan di sekolah Kristen HIS Idenburg, Menteng, dan memiliki nama panggilan Benyamin. Namun, ayahnya khawatir akan terlalu terpengaruh kebelanda-belandaan, sehingga Ismail Marzuki dipindahkan ke Madrasah Unwanul-Falah di Kwitang. 

Saat dewasa, ayahnya memberinya alat musik sederhana sebagai hadiah setiap kali naik kelas, seperti harmonika, mandolin, dan gitar. Setelah lulus, Ismail Marzuki masuk sekolah MULO dan membentuk grup musik sendiri. 

Di grup tersebut, ia memainkan alat musik banyo dan menyenangi lagu-lagu gaya Dixieland serta lagu-lagu Barat yang populer pada masa itu.

Setelah menyelesaikan MULO, Ismail Marzuki mendapatkan pekerjaan sebagai kasir di Socony Service Station dengan gaji sebesar 30 gulden per bulan. Dari penghasilan tersebut, ia gigih menabung untuk mewujudkan mimpinya membeli sebuah biola. 

Namun, pekerjaan sebagai kasir tidak sesuai dengan minatnya. Akhirnya, ia beralih pekerjaan menjadi verkoper (penjual) piringan hitam produksi Columbia dan Polydor yang beroperasi di Jalan Noordwijk (sekarang Jalan Ir. H. Juanda) Jakarta, walaupun dengan gaji yang tidak tetap.

Masuk Dunia Musik

Penghasilannya tergantung pada jumlah piringan hitam yang berhasil terjual, dan ternyata pekerjaan ini merupakan batu loncatan bagi Ismail Marzuki menuju karier berikutnya dalam dunia musik.

Selama bekerja sebagai penjual piringan hitam, Ismail Marzuki banyak berkenalan dengan artis pentas, film, musik, dan penyanyi terkenal, seperti Zahirdin, Yahya, Kartolo, dan Roekiah (orangtua Rachmat Kartolo). Pada tahun 1936, dia menjadi pemain gitar, saksofon, dan harmonium pompa di orkes musik Lief Jawa.

Menciptakan Lagu

Belanda mendirikan Nederlands Indische Radio Omroep Maatshappij (NIROM) pada tahun 1934, dan orkes musik Lief Java diberi kesempatan untuk tampil di siaran musik tersebut. Namun, Ismail Marzuki mulai merasa jauh dari lagu-lagu Barat dan memutuskan untuk menciptakan karyanya sendiri. 

Beberapa di antaranya adalah “Ali Baba Rumba,” “Ohle le di Kotaraja,” dan “Ya Aini.” Lagu-lagu ciptaannya direkam dalam piringan hitam di Singapura, dan orkes musiknya memiliki sebuah lagu pembukaan yang mereka beri nama “Sweet Jaya Islander.”

Namun, tanpa pemberitahuan atau permohonan izin, lagu pembukaan mereka digunakan oleh radio NIROM dalam siaran mereka. Mengajukan protes kepada direktur NIROM, namun protes mereka tidak digubris sama sekali.

Dari tahun 1936 hingga 1937, Ismail Marzuki belajar lebih banyak tentang berbagai jenis lagu tradisional dan Barat. Beberapa dari ciptaannya pada periode ini adalah “My Hula-hula Girl.” Selanjutnya, lagu ciptaannya seperti “Bunga Mawar dari Mayangan” dan “Duduk Termenung” dijadikan tema lagu dalam film “Terang Bulan.”

Tiba-tiba, dunia berada di ambang Perang Dunia II pada tahun 1940, yang berdampak pada kehidupan di Hindia-Belanda (Indonesia). Radio NIROM mulai membatasi siaran musiknya, dan inilah saat beberapa orang Indonesia di Betawi memutuskan untuk membuat radio mereka sendiri, yang diberi nama Vereneging Oostersche Radio Omroep (VORO), dan berlokasi di Karamat Raya. Dengan kecerdikan dan sumber daya terbatas, mereka bahkan membuat antena pemancar sendiri dari batang bambu.

Setiap malam Minggu, orkes Lief Java mengadakan siaran khusus dengan penyanyi terkenal seperti Annie Landouw. Di antara penampilan musiknya, Ismail Marzuki bahkan menjadi bagian dari acara hiburan dengan memainkan peran lawak dengan nama samaran “Paman Lengser,” dibantu oleh “Botol Kosong” alias Memet.

Kecintaannya pada berbagai jenis alat musik membawanya mendapatkan hadiah berupa sebuah saksofon dari seorang teman, yang sayangnya menderita penyakit paru-paru. 

Namun, setelah mendapat penjelasan dari dokter tentang risiko menggunakan alat tiup tersebut, Ismail Marzuki memutuskan untuk memusnahkannya. Meskipun demikian, sejak saat itu, penyakit paru-paru mulai mengganggunya dan menjadi perhatian serius baginya.

Mendirikan PRK (Perikatan Radio Ketimuran)

Ismail Marzuki diminta oleh Belanda untuk memimpin sebuah orkes studio ketimuran di Bandung (Tegal-Lega) saat dia mendirikan Perikatan Radio Ketimuran (PRK). Pada awalnya, orkes ini memainkan musik Barat.

Pada periode ini, dia banyak mempelajari bentuk-bentuk lagu Barat dan menggubahnya dengan ditransposisi ke dalam nada-nada Indonesia.

Salah satu contoh adalah sebuah lagu Rusia ciptaan R. Karsov yang diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda menjadi “Panon Hideung.” Dia juga menciptakan lagu berbahasa Belanda dengan sentuhan Timur, yang kemudian diberi judul “Als de orchideen bloeien”.

His Master Voice (HMV) kemudian membuat rekaman lagu terakhir ini. Di masa mendatang, lagu tersebut diputar dalam bahasa Indonesia dengan judul “Bila Anggrek Mulai Berbunga.”

Ismail Marzuki menikah dengan Eulis Zuraidah, seorang penyanyi kroncong, pada tahun 1940. Namun, pada bulan Maret 1942, Jepang menduduki seluruh Indonesia. Akibatnya, Radio NIROM harus dibubarkan dan digantikan dengan nama Hoso Kanri Kyoku. Jepang juga membubarkan PRK, dan orkes Lief Java berganti nama menjadi Kireina Jawa.

Lagu Perjuangan

Pada periode ini, Ismail Marzuki memasuki tahap menciptakan lagu-lagu perjuangan. Awalnya, syair lagunya masih bernuansa puitis yang lembut, seperti “Kalau Melati Mekar Setangkai” dan “Kembang Rampai dari Bali.” Lagu-lagu ini memiliki sentuhan hiburan ringan dan bahkan agak mengarah pada bentuk seriosa.

Kemudian, pada periode 1943-1944, Ismail Marzuki mulai menciptakan lagu-lagu yang lebih menonjolkan semangat perjuangan, di antaranya “Rayuan Pulau Kelapa,” “Bisikan Tanah Air,” “Gagah Perwira,” dan “Indonesia Tanah Pusaka.”

Kepala bagian propaganda Jepang, Sumitsu, mulai mencurigai isi lagu-lagu tersebut dan melaporkannya ke pihak Kenpetai, Polisi Militer Jepang. Hal ini membuat Ismail Marzuki menghadapi ancaman dari Kenpetai. Meskipun demikian, putra Betawi ini tidak gentar dan tetap berjuang. Pada tahun 1945, ia menciptakan lagu “Selamat Jalan Pahlawan Muda.”

Setelah Perang Dunia II berakhir, kreativitas Ismail Marzuki tak henti mengalir. Dia terus menciptakan lagu-lagu, termasuk di antaranya “Jauh di Mata di Hati Jangan” (1947) dan “Halo-halo Bandung” (1948). Karena rumah mereka di Jakarta rusak akibat peluru mortir pada saat itu, Ismail Marzuki dan istrinya harus pindah ke Bandung.

Ismail Marzuki Wafat

Hingga Ismail Marzuki, komponis besar Indonesia yang lebih dikenal sebagai Ma’ing, menutup mata selamanya pada tanggal 25 Mei 1958, peran beliau terhadap sejarah musik Indonesia telah menjadi sangat vital, terutama berkat lagu-lagu perjuangan yang telah ia ciptakan.

Jasa luar biasa Ismail Marzuki tersebut akhirnya diakui oleh pemerintah, dan pada tahun 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar Pahlawan Nasional Indonesia sebagai penghormatan atas dedikasinya. Nama Ismail Marzuki pun diabadikan dalam sebuah tempat pusat kesenian dan kebudayaan yang diberi nama Taman Ismail Marzuki.

Dengan lagu-lagu perjuangannya, Ismail Marzuki telah meninggalkan warisan berharga dalam sejarah musik Indonesia, dan karyanya akan selalu diingat dan dihargai oleh generasi-generasi mendatang. Taman Ismail Marzuki menjadi simbol keabadian dan apresiasi atas kontribusi yang tak tergantikan dari salah satu komponis terbesar bangsa ini.

Share Article:

arsipmanusia.com

Writer & Blogger

Considered an invitation do introduced sufficient understood instrument it. Of decisively friendship in as collecting at. No affixed be husband ye females brother garrets proceed. Least child who seven happy yet balls young. Discovery sweetness principle discourse shameless bed one excellent. Sentiments of surrounded friendship dispatched connection is he. Me or produce besides hastily up as pleased. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baru Terbit

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Jenderal AH Nasution

Jenderal Abdul Haris Nasution, lahir pada 3 Desember 1918, adalah sosok kunci dalam sejarah Indonesia yang memberikan kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan negara.

Join the family!

Sign up for a Newsletter.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.
Edit Template
Tombol Provinsi Indonesia
Scroll to Top