Want to Partnership with me? Book A Call

Popular Posts

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Categories

Edit Template

Biografi Adam Malik: Perjalan Wakil Presiden Indonesia Ke-3

Adam Malik Batubara, yang dikenal pula dengan panggilan Adam Malik, adalah seorang tokoh pahlawan nasional Indonesia yang memiliki peran gemilang dalam sejarah negara ini. Lahir di Pemantangsiantar, Sumatera Utara pada 22 Juli 1917, ia merupakan anak dari Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. 

Adam Malik tidak hanya dikenal sebagai seorang pejuang kemerdekaan, tetapi juga sebagai seorang diplomat dan pemimpin yang berjasa.

Setelah perjuangannya dalam meraih kemerdekaan Indonesia, Adam Malik berkontribusi secara signifikan di bidang pemerintahan. Ia mengemban berbagai posisi menteri di pemerintahan, termasuk sebagai Menteri Luar Negeri. 

Namun, salah satu peran paling bersejarah adalah saat ia menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia ketiga, memegang jabatan tersebut mulai dari 23 Maret 1978 hingga 11 Maret 1983, pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Sayangnya, perjalanan panjang Adam Malik berakhir pada 5 September 1984 di Bandung, Jawa Barat, akibat penyakit yang dideritanya. 

Namun, peninggalannya sebagai pejuang, diplomat, dan pemimpin tetap dikenang hingga kini. Dalam setiap langkahnya, Adam Malik telah mendedikasikan hidupnya untuk kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat.

Masa Kecil dan Pendidikan Adam Malik

Adam Malik lahir sebagai anak ketiga dari sepuluh bersaudara dari pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Ayahnya, Abdul Malik, terkenal sebagai pedagang kaya di Pematangsiantar. 

Setelah menempuh pendidikan dasar di Hollandsch-Inlandsche School Pematangsiantar, Adam Malik melanjutkan ke Sekolah Agama Madrasah Sumatera Thawalib Parabek di Bukittinggi. Namun, setelah setahun setengah, ia kembali ke kampung halaman untuk membantu orang tua berdagang.

Adam Malik juga aktif terlibat dalam pergerakan kebangsaan, belajar secara mandiri. Sejak usia muda, ia telah berperan aktif dalam gerakan nasional yang berjuang untuk meraih kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1934-1935, ia memimpin Partai Indonesia (Partindo) di Pematang Siantar dan Medan.

Mendirikan Kantor Berita ANTARA

Adam Malik merupakan salah satu tokoh utama yang turut mendirikan Kantor Berita Antara pada 13 Desember 1937. Bersama sejumlah rekan, termasuk Albert Manumpak Sipahutar, Soemanang, dan Pandoe Kartawigoena, mereka merasa keberatan dengan pemberitaan yang tidak seimbang dari kantor berita Aneta terkait kehidupan sosial politik di Hindia Belanda. 

Adam Malik pun mengambil peran penting sebagai redaktur pertama kantor ini, yang pada awalnya hanya menerbitkan buletin dengan nama ‘Buletin Antara’ di Jl. Pos No. 57.

Saat pendudukan Jepang, kantor ini berpindah ke bekas kantor Aneta bersama dengan Kantor Berita Domei, meskipun namanya diubah menjadi Yashima. Adam Malik tetap aktif di kantor tersebut. 

Pasca kemerdekaan Indonesia, kantor ini ikut dipindahkan ke Yogyakarta bersama ibu kota negara. Namun, saat Agresi Militer Belanda terjadi, kantor cabang di Jakarta terpaksa dipindahkan karena disegel oleh Belanda. 

Staf kantor ini di berbagai daerah, seperti Bandung dan Solo, turut aktif dalam menyebarkan informasi dan mendirikan media alternatif sebagai respons terhadap kondisi politik saat itu.

Setelah Belanda menarik pasukan dari Yogyakarta, kantor ini kembali ke Jakarta. Namun, pada tahun 1962, pemerintah mengambil alih kantor ini dan mengubahnya menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional Antara (LKBN Antara). 

Transformasi terus berlanjut hingga pada tahun 2007, LKBN Antara menjadi perusahaan umum (Perum), mengindikasikan perubahan statusnya dalam menjalankan fungsi bisnisnya. 

Di sepanjang perjalanan tersebut, Adam Malik memainkan peran krusial dalam membentuk dan mengelola kantor berita yang kemudian menjadi salah satu lembaga penting dalam penyiaran berita di Indonesia.

Kelompok Pemuda

Di era penjajahan Jepang, Adam Malik juga turut serta dalam gerakan pemuda melawan pendudukan Jepang, memperjuangkan kemerdekaan. Pada tahun 1945, ia menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. 

Sebelum 17 Agustus 1945, Adam Malik membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok bersama Soekarni, Chaerul Saleh, dan Wikana untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Ia juga aktif mengajak rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta, sebagai bentuk dukungan pada kepemimpinan SoekarnoHatta.

Karir Politik Setelah Kemerdekaan

Adam Malik terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dari tahun 1945 hingga 1947 sebagai pemimpin Komite Van Aksi, yang mewakili kelompok pemuda. Tugasnya adalah menyiapkan struktur pemerintahan. 

Dia juga adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, mendirikan Partai Murba bersama Tan Malaka, Soekarni dan Chaerul Saleh, dan berperan sebagai anggota parlemen. Antara tahun 1945-1946, ia menjadi bagian dari Badan Persatuan Perjuangan di Yogyakarta. 

Kiprahnya semakin cemerlang saat menjadi Ketua II KNIP dan anggota Badan Pekerja KNIP. Pada 1946, ia mendirikan Partai Rakyat dan menjadi anggotanya. Di rentang tahun 1948-1956, ia juga merupakan anggota serta anggota Dewan Pimpinan Partai Murba. Pada tahun 1956, ia terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) melalui pemilihan umum.

Pada panggung internasional, karier Adam Malik semakin berkembang saat ia diangkat menjadi Duta Besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia. 

Pada 1962, ia memimpin Delegasi Republik Indonesia dalam perundingan mengenai Irian Barat dengan Belanda di Amerika Serikat. Perundingan ini menghasilkan Persetujuan Pendahuluan mengenai Irian Barat. 

Ia juga terlibat dalam Dewan Pengawas Lembaga yang ia dirikan, Kantor Berita Antara, pada September 1962. 

Pada tahun 1963, Adam Malik pertama kali masuk dalam kabinet sebagai Menteri Perdagangan dan Wakil Panglima Operasi ke-I Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE) dalam Kabinet Kerja IV

Ketika pengaruh Partai Komunis Indonesia semakin kuat, ia, bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Abdul Haris Nasution, dianggap sebagai lawan PKI dan diberi label sebagai trio sayap kanan yang anti-revolusi.

Pergantian rezim Orde Lama mempengaruhi posisi Adam Malik yang berseberangan dengan kelompok kiri. Tahun 1966, dia disebut sebagai bagian dari trio baru SoehartoSutan-Malik. 

Pada tahun yang sama, ia mengumumkan kepergiannya dari Partai Murba karena perbedaan pandangan mengenai masuknya investasi asing. Empat tahun setelahnya, ia bergabung denganGolkar. 

Pada tahun 1964, ia memimpin Delegasi untuk Komisi Perdagangan dan Pembangunan di PBB. Tahun 1966, prestasinya kian bersinar saat menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II dan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia dalam Kabinet Dwikora II.

Karier menteri luar negeri Adam Malik dimulai di kabinet Ampera I pada tahun 1966. Ia kembali menjadi Menteri Luar Negeri dalam kabinet Ampera II pada 1967, dan juga di kabinet Pembangunan I pada 1968. Pada 1973, ia sekali lagi menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Pembangunan II

Puncak karier datang pada tahun 1978 ketika ia terpilih menjadi Wakil Presiden RI melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Adam Malik merupakan Menteri Luar Negeri kedua yang lama menjabat setelah Dr. Soebandrio dalam pemerintahan Orde Baru. Perannya dalam berbagai perundingan internasional, termasuk restrukturisasi utang Indonesia dari masa Orde Lama, sangat penting.

Pada 5-8 Agustus 1967, Adam Malik menjadi perwakilan Indonesia dalam pertemuan lima negara di Bangkok, bersama dengan Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura. Pertemuan ini menghasilkan Deklarasi Bangkok, yang membentuk ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967.

Sebagai seorang diplomat, wartawan, dan birokrat, Adam Malik sering mengungkapkan frasa “semua bisa diatur.” Meskipun sering diartikan sebagai kelincahan diplomasi, frasa tersebut juga mencerminkan pandangannya terhadap situasi di negara ini, bahwa segala hal bisa diatur dengan pengaruh uang.

Wafat

Adam Malik wafat di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker hati. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Keluarganya mendirikan Museum Adam Malik untuk menghormatinya. 

Adam Malik dihargai oleh pemerintah dengan berbagai penghargaan, termasuk Bintang Mahaputera kelas IV (1971) dan Bintang Adhi Perdana kelas II (1973). Pada 1998, ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional.

Share Article:

arsipmanusia.com

Writer & Blogger

Considered an invitation do introduced sufficient understood instrument it. Of decisively friendship in as collecting at. No affixed be husband ye females brother garrets proceed. Least child who seven happy yet balls young. Discovery sweetness principle discourse shameless bed one excellent. Sentiments of surrounded friendship dispatched connection is he. Me or produce besides hastily up as pleased. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baru Terbit

  • All Post
  • Biografi
  • Lembaga
  • Penghargaan
  • Peristiwa
    •   Back
    • Pemimpin
    • Agama
    • Seniman
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Pencipta Lagu
    • Musisi
    • Penyanyi
    • Komedian
    • Aktor
    •   Back
    • Bintang
    • Satyalancana
    • Lencana Internasional
    •   Back
    • Perang
    • Pemberontakan
    • Konflik
    • Diplomasi
    •   Back
    • Islam
    • Kristen
    • Katolik
    • Budha
    •   Back
    • Kabinet
    •   Back
    • Pahlawan
    • Politik
    • Militer

Jenderal AH Nasution

Jenderal Abdul Haris Nasution, lahir pada 3 Desember 1918, adalah sosok kunci dalam sejarah Indonesia yang memberikan kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan negara.

Join the family!

Sign up for a Newsletter.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.
Edit Template
Tombol Provinsi Indonesia
Scroll to Top