Pahlawan nasional, Alexander Andries Maramis atau lebih dikenal sebagai AA Maramis, merupakan pejuang kemerdekaan Indonesia. Selama hidupnya, Maramis menjabat sebagai anggota BPUPKI dan KNIP, serta menjadi Menteri Keuangan Indonesia yang terkenal melalui kebijakan penerbitan Oeang Republik Indonesia (ORI).
Menurut buku FEW Parengkuan “AA Maramis, SH”, Alexander Andries Maramis lahir pada 20 Juni 1897 di Manado, Sulawesi Utara. Dia adalah anak dari Andries Alexander Maramis dan Charlotte Ticoalu. Pendidikan awal Alex Maramis diberikan di Europeesche Lagere School (ELS) di Manado. Dia adalah keponakan dari pahlawan nasional Maria Walanda Maramis. Ia kemudian menyelesaikan sekolah menengahnya di Hogere Burgerschool (HBS) di Batavia.
Table of Contents
ToggleAwal Kehidupan
Pada 20 Juni 1897, Alexander Andries Maramis dilahirkan di Manado, Sulawesi Utara, sebagai anak dari pasangan Andries Alexander Maramis (dengan urutan nama pertama dan tengah dibalik) dan Charlotte Ticoalu. Maria Walanda Maramis, yang merupakan bibi Alex Maramis, juga adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.
Alex Maramis menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) di Manado sebelum melanjutkan ke sekolah menengah Belanda (Hogere Burgerschool, HBS) di Batavia (sekarang Jakarta), di mana ia menjalin persahabatan dengan Arnold Mononutu, seorang teman sejawat dari Minahasa, dan Achmad Soebardjo.
Pada tahun 1919, Maramis berangkat ke Belanda untuk menempuh pendidikan hukum di Universitas Leiden. Selama berada di Leiden, ia aktif dalam organisasi mahasiswa Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging) dan bahkan terpilih sebagai sekretaris perhimpunan pada tahun 1924.
Gelar “Meester in de Rechten” (Mr.) berhasil diraih Maramis pada tahun yang sama. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia kembali ke Indonesia dan memulai karirnya sebagai pengacara di Pengadilan Negeri Semarang pada tahun 1925. Pada tahun berikutnya, Maramis pindah ke Pengadilan Negeri di Palembang.
Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 1 Maret 1945, Maramis diangkat sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Dalam struktur badan tersebut, Maramis memperoleh posisi dalam Panitia Sembilan, yang bertanggung jawab merumuskan dasar negara.
Tugas mereka adalah menghimpun nilai-nilai utama dari prinsip ideologis Pancasila, yang ditegaskan oleh Soekarno dalam pidatonya pada 1 Juni 1945, dan merinci rumusannya yang dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Pada 11 Juli 1945, dalam salah satu rapat pleno BPUPKI, Maramis kemudian dipilih sebagai anggota Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Tugas utama panitia ini adalah membuat perubahan-perubahan tertentu sebelum mendapatkan persetujuan dari seluruh anggota BPUPKI.
Kemudian, pada tahun 1976, bersama dengan Hatta, A.G. Pringgodigdo, Sunario Sastrowardoyo, dan Soebardjo, Maramis menjadi bagian dari “Panitia Lima.” Panitia ini diberi mandat oleh Presiden Soekarno untuk mendokumentasikan perumusan Pancasila.
Menteri
Pada tanggal 26 September 1945, Maramis diangkat sebagai Menteri Keuangan dalam kabinet Indonesia pertama, menggantikan Samsi Sastrawidagda yang sebelumnya menjabat selama dua minggu sejak pembentukan kabinet pada tanggal 2 September 1945, namun mengundurkan diri karena sakit.
Sastrawidagda adalah orang pertama yang menduduki posisi Menteri Keuangan Indonesia, tetapi dengan waktu singkatnya, secara de facto, Maramis dapat dianggap sebagai Menteri Keuangan Indonesia pertama.
Sebagai Menteri Keuangan, Maramis memiliki peran kunci dalam pengembangan dan pencetakan uang kertas pertama Indonesia, yang dikenal sebagai Oeang Republik Indonesia (ORI). Proses ini memakan waktu setahun sebelum uang kertas tersebut resmi dikeluarkan pada 30 Oktober 1946.
Uang ini menggantikan uang kertas Jepang yang sebelumnya beredar oleh pemerintah Hindia Belanda (NICA). Uang tersebut mencakup denominasi 1, 5, dan 10 sen, serta ½, 1, 5, 10, dan 100 rupiah. Tanda tangan Maramis sebagai Menteri Keuangan terdapat pada cetakan uang-uang kertas tersebut.
Maramis kemudian menjalani beberapa masa jabatan sebagai Menteri Keuangan secara berurutan dalam Kabinet Amir Sjarifuddin I pada 3 Juli 1947, Kabinet Amir Sjarifuddin II pada 12 November 1947, dan Kabinet Hatta I pada 29 Januari 1948.
Pada 19 Desember 1948, Belanda memulai Agresi Militer Belanda II saat pemerintahan Hatta. Soekarno, Hatta, dan pejabat pemerintahan lainnya ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka. Maramis, pada saat itu berada di New Delhi, India, menerima kawat dari Hatta dengan instruksi untuk membentuk pemerintahan darurat di pengasingan di India jika Sjafruddin Prawiranegara tidak dapat membentuk pemerintahan darurat di Sumatra.
Prawiranegara berhasil membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia dan Kabinet Darurat, di mana Maramis menjabat sebagai Menteri Luar Negeri. Setelah pembebasan Soekarno dan Hatta, Prawiranegara mengembalikan pemerintahan kepada Hatta pada 13 Juli 1949, dan Maramis kembali menjabat sebagai Menteri Keuangan.
Duta Besar
Antara tahun 1950 dan 1960, Maramis memegang peran sebagai Duta Besar Indonesia untuk empat negara, yaitu Filipina, Finlandia, Jerman Barat, dan Uni Soviet. Pada tanggal 1 Agustus 1949, sebelum peranannya sebagai duta besar, ia diangkat sebagai Duta Istimewa yang bertanggung jawab untuk mengawasi perwakilan-perwakilan Indonesia di luar negeri.
Saat itu, perwakilan Indonesia tersebar di berbagai kota termasuk Bangkok, Canberra, Kabul, Kairo, Karachi, London, Manila, New Delhi, Penang, Rangoon, Singapura, Washington, D.C., dan di kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Lake Success, Amerika Serikat. Karena perannya sebagai pengawas yang terus berada di luar negeri, Maramis juga turut serta dalam delegasi Republik Indonesia untuk Konferensi Meja Bundar sebagai penasehat.
Pada 25 Januari 1950, Maramis diangkat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Filipina, dengan masa tugas yang dimulai pada 1 Februari 1950. Selama tiga tahun, ia menjalankan tugasnya di Manila. Pada 10 April 1953, Maramis kemudian diangkat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Jerman Barat, dengan masa tugas yang dimulai pada 1 Mei 1953.
Kembali ke Jakarta pada awal tahun 1956, Maramis menjabat sebagai Kepala Direktorat Asia/Pasifik di Kementerian Luar Negeri hanya untuk beberapa bulan, sebelum diberikan tugas baru sebagai Duta Besar Indonesia untuk Uni Soviet mulai 1 Oktober 1956.
Setelah dua tahun berlalu, Maramis diberi tanggung jawab tambahan sebagai Duta Besar Indonesia untuk Finlandia dengan posisi tetap di Moskwa. Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai duta besar untuk Uni Soviet dan Finlandia, Maramis dan keluarganya memilih untuk menetap di Swiss. Tempat tinggal mereka berada di Lugano sebelum akhirnya kembali ke Indonesia pada tahun 1976.
Wafat
Setelah hampir 20 tahun hidup di luar Indonesia, Maramis menyampaikan keinginannya untuk kembali ke tanah air. Pemerintah Indonesia kemudian mengatur kepulangannya, dan pada tanggal 27 Juni 1976, ia tiba di Jakarta.
Di bandara, ia disambut oleh teman-teman lamanya, seperti Soebardjo, Mononutu, dan Rahmi Hatta, istri Mohammad Hatta. Meskipun pulang dengan sukacita, pada bulan Mei 1977, Maramis harus dirawat di rumah sakit setelah mengalami pendarahan.
Tragisnya, pada tanggal 31 Juli 1977, hanya 13 bulan setelah kembali ke Indonesia, Maramis meninggal dunia di Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto. Jenazahnya kemudian disemayamkan di Ruang Pancasila Departemen Luar Negeri, diikuti dengan upacara militer, dan akhirnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Meskipun kepulangannya penuh harapan, Maramis meninggalkan Indonesia dalam waktu yang relatif singkat setelah kembali.
Saat menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Filipina, Maramis meraih gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Far Eastern di Manila pada tahun 1950. Penghargaan lainnya datang pada tanggal 15 Februari 1961, ketika Maramis diberikan Bintang Mahaputra Utama, diikuti oleh penganugerahan Bintang Gerilya pada 5 Oktober 1963. Secara anumerta, pada tanggal 12 Agustus 1992, Maramis mendapatkan penghargaan Bintang Republik Indonesia Utama.
Museum Rekor Dunia Indonesia mengakui prestasi Maramis pada 30 Oktober 2007 sebagai Menteri Keuangan dengan tanda tangan terbanyak pada uang kertas. Antara tahun 1945 dan 1947, tanda tangannya terdapat pada 15 uang kertas yang berbeda.
Puncak penghormatan terakhir datang pada tanggal 8 November 2019, saat Alexander Andries Maramis secara resmi diangkat sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo. Upacara penghargaan tersebut berlangsung di Istana Negara, dan keluarga ahli waris diwakili oleh Joan Maramis, cucu dari A. A. Maramis.
Bio Data AA Maramis
Nama Lengkap | Dr. (H.C.) Mr. Alexander Andries Maramis |
Nama Kecil | Alexander Andries Maramis |
Nama Lain | A.A. Maramis |
Tempat, Lahir | Manado, Sulawesi Utara, 20 Juni 1897 |
Tempat, Wafat | Jakarta, 31 Juli 1977 (umur 80) |
Makam | Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta |
Agama | Kristen |
Suku | Minahasa |
Bangsa | Indonesia |
Pekerjaan | Politisi, Ekonom, Diplomat |
Keluarga | |
Ayah | Andries Alexander Marami |
Ibu | Charlotte Ticoalu |
Isteri (Pernikahan) | Elizabeth Marie Diena Veldhoedt |
Anak |
Riwayat Pendidikan AA Maramis
[table “” not found /]Karir AA Maramis
Organisasi/Lembaga | Jabatan (Tahun) |
---|---|
Indische Vereeniging | Sekretaris (1924) |
Pengadilan Negeri di Semarang | Pengacara (1925) |
Pengadilan Negeri di Palembang | Pengacara (1926) |
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) | Anggota (1 Maret 1945) |
Menteri Keuangan Indonesia | Menteri Keuangan Indonesia (26 September 1945 – 14 November 1945) |
Menteri Keuangan Indonesia | Menteri Keuangan Indonesia (3 Juli 1947 – 29 Januari 1948) |
Menteri Keuangan Indonesia | Menteri Keuangan Indonesia (29 Januari 1948 – 19 Desember 1948) |
Menteri Luar Negeri Indonesia | Menteri Luar Negeri Indonesia (19 Desember 1948 – 13 Juli 1949) |
Menteri Keuangan Indonesia | Menteri Keuangan Indonesia (13 July 1949 – 4 August 1949) |
Duta Besar Indonesia untuk Filipina | Duta Besar Indonesia untuk Filipina (1 Februari 1950 – 10 April 1953) |
Duta Besar Indonesia untuk Jerman Barat | Duta Besar Indonesia untuk Jerman Barat (1 Mei 1953 – 1 Maret 1956) |
Duta Besar Indonesia untuk Uni Soviet | Duta Besar Indonesia untuk Uni Soviet (1 Oktober 1956 – November 1959) |
Duta Besar Indonesia untuk Finlandia | Duta Besar Indonesia untuk Finlandia (10 Juni 1958 – 1960) |
Penghargaan AA Maramis
Tahun | Penghargaan |
---|---|
1950 | Doktor Honoris Causa, Universitas Far Eastern di Manila |
1945 – 1947 | Museum Rekor Dunia Indonesia (Menteri Keuangan yang tanda tangannya tertera pada uang kertas yang paling banyak/tertera pada 15 pecahan berbeda) |
8 November 2019 | Pahlawan Nasional |
Penghargaan Bintang AA Maramis
Penghargaan (tahun) | Gambar |
---|---|
Bintang Republik Indonesia Utama (12 Agustus 1992) | |
Bintang Mahaputra Utama (15 Februari 1961) | |
Bintang Gerilya (5 Oktober 1963) |